Home / Fantasi / Miss Villain and the Protagonist / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Miss Villain and the Protagonist: Chapter 61 - Chapter 70

163 Chapters

Chapter 61 — Aku Melihat... Zeline Menggunakan Sihir Hitam

Sepertinya kali ini Zeline sangat berhati-hati, ia masuk ke dalam ruangan gelap yang sulit dijamah orang umum. Aquila bahkan tak menemukan celah untuk masuk. Aquila tak dapat melihat dengan siapa Zeline berbincang, untungnya saja, ia masih dapat mendengar suara mereka. "MADAM, AKU SUNGGUH TAK TAHAN DENGAN SEMUA KEPALSUAN INI!" Seruan Zeline terdengar, ah, ternyata ia bertemu dengan Madam Gienka. Aquila menoleh ke sekitar, ada seberapa banyak tempat persembunyian yang Madam Gienka miliki? Seingatnya, ini berbeda dengan tempat di mana pertama kali Aquila bertemu dengannya. "Ya, kau benar, sihir itu memang membuat Zero cinta mati padaku, ia menuruti semua keinginanku. Tapi, tetap saja rasanya berbeda..." Zeline melanjutkan kalimatnya. "Zero mencintaiku, tapi terasa semu." "Ia bahkan tak pernah merasa cemburu atau sekalipun bertanya setiap melihatku berdua dengan pria lain," Tuturnya. "Reaksinya berbeda sekali setiap melihat Aquila dengan
Read more

Chapter 62 — Terlihat Jelas, Kan?

Rasanya sulit bagi Zero untuk fokus pada kegiatannya saat ini. Kalimat Aquila semalam terus saja menempel pada pikirannya. Zero menatap Zeline yang sedang memberi makan angsa kerajaan di sebelahnya. Seperti biasa, Zeline terlihat sangat manis. Sulit dipercaya wanita selembut dan semanis itu adalah pemakai sihir hitam— yang terhitung pelanggaran berat pada Kekaisaran Timur. Zero menghela napasnya. "Ada apa Yang Mulia?" Zeline berlarian kecil ke arah Zero. "Hari ini kau terlihat berbeda... Tidak seperti biasanya." Zeline menatap Zero dengan mata bulatnya. "Kau terlihat kurang fokus... Apa ada masalah?" Zero menggeleng pelan. "Tidak, aku baik-baik saja. Kau jangan khawatir." "Ah, syukurlah." Zeline berujar lega, wanita itu memeluk lengan Zero dengan erat. "Aku khawatir sekali padamu, untungnya saja kau tidak apa-apa." Zero tersenyum tipis, mengelus rambut Zeline. Tuh, kan. Zeline adalah orang yang paling perhatian dan pali
Read more

Chapter 63 — Charelle Dalam Bahaya

Perempuan berambut pirang itu hanya bisa duduk diam sembari mengetuk-ngetukkan ujung jarinya ke atas meja. membuat irama secara sembarang. Menunggu itu rasanya sungguh membosankan. Apalagi, jika tak ada kepastian kapan orang yang ditunggu itu akan tiba. Panjang umur. Aquila segera menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Akhirnya! Orang yang sedari tadi ia tunggu datang juga. "Rose." Aquila menyebut nama orang itu. "Jadi, bagaimana?" Rose, dayang Aquila yang ternyata adalah mata-mata kiriman Zeline, menghadap Aquila. "Nona Zeline kemarin meninggalkan ruangannya untuk waktu yang cukup lama." Lapor Rose yang kini sudah memihak Aquila. "Tapi Nona Zeline tak menemui siapapun lagi selain Yang Mulia Putra Mahkota. Nona Zeline keluar hanya untuk berkencan dengannya." tuturnya. "Hanya itu?" Aquila menyipit, "kau yakin tidak ada lagi yang hendak kau sampaikan?" Rose menggeleng, "tidak, Nona." ungkapnya. "Setelah selesai menghabiskan waktu de
Read more

Chapter 64 — Penyerangan Tengah Malam

Charelle memaksakan matanya untuk terpejam. Tapi sangat sulit rasanya! Tak peduli selarut apa sekarang, ia masih terjaga. Semenjak kejadian di mana ia dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah, hidupnya serasa menjadi mimpi buruk. Ia sering merasa ketakutan, sulit untuk tertidur, bahkan iapun enggan menyentuh makanannya. Terdengar berlebihan, mungkin. Tapi bagi Charelle yang selama ini selalu hidup dimanjakan, bergelimang harta, dan dikelilingi oleh barang-barang mewah, tentu, penjara bawah tanah dapat memberinya perasaan traumatis seperti saat ini. Charelle ingat betul penjara bawah tanah itu, bahkan tengkorak beserta tulang belulang yang berada pada sel di sampingnya pun masih melekat dengan erat di pikirannya. Air matanya lolos begitu saja, membasahi bantalnya. Charelle terisak. Terdengar suara ketukan pintu, salah seorang pelayan masuk, "Nona belum tidur?" tanya pelayan tersebut dengan nada lembut. Charelle tak menjawab meskipun ia
Read more

Chapter 65 — Warna Asli Zeline

"Aku tidak akan mempercayaimu lagi, Zeline." Ujar Zero dengan ekspresi marah.  Bisa-bisanya, kekasih yang selama ini selalu ia percaya... Kekasih yang selalu ia anggap sebagai sosok yang sangat baik dan berhati suci, mengkhianatinya seperti ini! "Z- Zero..." Zeline terbata-bata, ia sungguh tak menyangka Zero akan datang ke sini. Meskipun tubuhnya belum pulih, Zeline masih berusaha untuk meraih tangan Zero. "Yang Mulia, sungguh, ini adalah sebuah kesalahpahaman!" ujar Zeline dengan air mata bercucuran. Zeline menoleh lalu menunjuk ke arah Aquila, "aku dijebak! Nona Aquila yang telah menjebakku! Iblis itu pasti sudah merencanakan ini semua." Aquila memutar bola matanya. Kenapa jadi dia yang dikambinghitamkan? "Drama apalagi yang tengah kau ciptakan, Zeline?" Zero menatap tajam. "Sudah cukup hatiku yang kau hancurkan, jangan coba-coba menuduh sahabat masa kecilku yang tidak-tidak." "Aku bisa menjelaskannya padamu!" Ze
Read more

Chapter 66 — Ancaman Datang

Zeline duduk meringkuk, memeluk kedua lututnya sendiri. Tatapannya nampak kosong, kulitnya terlihat begitu pucat. Zeline terjaga, kepalanya seakan pecah memikirkan apa yang akan terjadi padanya.  Zero sudah mengetahui semuanya, tentang sifat aslinya. Sial, habislah sudah. Zeline tak tahu harus berbuat apa. Apakah ia benar-benar akan berakhir di sini? Tidak, tidak. Zeline tak boleh menyerah begitu saja. Ia tak bisa membiarkan hal ini! Ia tidak sudi membiarkan Aquila menang diatasnya. Suara langkah kaki terdengar, Zeline langsung menoleh ke arah sumber suara, ada dua penjaga berbaju zirah di sana, menatap Zeline dengan sorot dingin. "Nona Aideos, kami diperintahkan untuk membawamu."  Tanpa menunggu respon dari Zeline, kedua penjaga itu sudah menarik tangannya, menyeretnya entah ke mana.  Zeline menunduk pasrah, hukumannya sebentar lagi tiba.  Apakah, ini benar-benar akhir darinya? ***
Read more

Chapter 67 — Rose, Bertahanlah!

Aquila melihat ke arah luar jendela, menatap gelapnya langit yang tanpa dihiasi bulan. Beberapa hari belakangan ini ia benar-benar sibuk. Penyerangan terhadap Charelle, Penangkapan Zeline, dan Zero yang berusaha menutupi kejadian sebenarnya. Ditambah lagi, Aquila masih sibuk mengurusi bisnisnya bersama dengan Countess Eris. Yah, untungnya bisnisnya menunjukkan prospek yang baik. Napasnya sedikit terasa sesak, Aquila berpegangan pada besi balkon, menatap sayu pemandangan sekitar. Pengap. "Kenapa belakangan ini suasananya..." Jantungnya berdegup begitu kencang, entah mengapa belakangan ini perasaanya terasa buruk, seperti ada yang janggal, seperti ada hal yang terlewatkan.  Aquila segera mengambil langkah panjang, memakai jubahnya, lalu mengendap-endap. Ada hal yang harus ia periksa. *** Silir angin menerpa rambut pirangnya, Aquila menoleh ke atas, malam ini terasa lebih gelap dan dingin dibanding biasanya.  Ia
Read more

Chapter 68 — Yup, Orang Gila Itu Adalah Kakakku!

Aquila menatap sendu Rose yang dibaringkan pada ranjangnya, kali ini, tatapannya berpindah pada sosok tabib yang selesai mengobatinya. "Bagaimana keadaannya?" "Sangat parah," tabib itu menghela napasnya, kembali membereskan ramuan yang telah ia buat. "Keadaannya lebih parah dari yang ku kira, untung saja Nona Aquila segera memanggilku." katanya. "Lukanya cukup dalam. Untuk sekarang, aku sudah mengusapkan obat dan membalutnya, tapi, aku tak bisa menjamin apa-apa untuk kedepannya." "Kita hanya bisa berharap pada keajaiban." Aquila memejamkan matanya yang terlihat lelah, ia menghela napas sembari memegangi pelipisnya. Separah... itukah? Seseorang menyentuh pundak Aquila dengan lembut, itu Ahn. Ahn tersenyum sembari memberi tatapan menguatkan pada Aquila. "Nona, anda terlihat sangat kelelahan." Ahn menatap khawatir, "ada baiknya anda istirahat sejenak." Aquila merasa ragu, ia bahkan tak terpikirkan sedikitpun untuk meninggalkan rua
Read more

Chapter 69 — Aku Bersedia Menyertai Rencanamu

Ingin menangis saja rasanya, Aquila sungguh merindukan tempat ini, rumahnya.Ia ingat betul setiap kejadian di sini, saat pertama kali menginjakkan kakinya di sini, saat ia akhirnya bisa merasakan kehangatan keluarga. Yah, sayangnya ia tak bisa berlama-lama di sini.Ducchess Aretha, sang ibu memeluknya erat sembari mengusap pucuk rambutnya. "Putriku, kenapa tidak mengabari kalau ingin pulang? Ibu kan jadi punya waktu untuk meminta pelayan memasakkan makanan kesukaanmu.""Eh, aku tidak ingin merepotkan," Aquila nyengir, "lagi pula aku hanya sebentar saja, kok,""Hmm? Putriku sangat sibuk, ya, rupanya," Ducchess Aretha melepas pelukan, ia menatap sang putri dengan tatapan lembut. "Oh ya, aku ingin bertemu dengan kakakku tercinta, dia ada di mana, ya?" Tanya Aquila yang sama sekali belum melihat batang hidung kakaknya itu. Biasanya, setiap kali pulang ke rumah, sang kakak adalah orang pertama yang menyambutnya."Alaster sedang bersama Duk
Read more

Chapter 70 — Kemajuan Pesat

"Aku tidak bisa selalu melindungimu, ada kalanya kau harus membereskan semuanya dengan tanganmu sendiri." Aquila menggelengkan kepalanya, kalimat Alaster barusan masih terngiang-ngiang dalam kepalanya. Tapi, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk memikirkan perkataan sang kakak. Sebab, saat ini ia sedang berada dalam posisi terjepit. "Ayo, fokus, Aquila!" gumamnya pelan. "Rupanya kau sudah mengerti dasar-dasarnya, ya." Kata Alaster di sela-sela latihan. "Kalau begitu ini akan mudah, aku hanya perlu memoles kemampuanmu." Alaster menyerang Aquila dengan begitu mudahnya. Aquila menghindar, ia nyaris terpojok. Aquila menunggu kesempatan untuk memberikan serangan balasan. Tapi, tidak ada kesempatan! Alaster seperti tanpa cela! Pertahanannya sangat kuat, serangannya juga efektif. Alaster juga sangat gesit, lincah, dan penuh perhitungan. Seandainya ini adalah pertarungan sungguhan dan bukan sekadar latihan, Aquila pasti sudah dibuat sekarat.
Read more
PREV
1
...
56789
...
17
DMCA.com Protection Status