Aquila menatap sendu Rose yang dibaringkan pada ranjangnya, kali ini, tatapannya berpindah pada sosok tabib yang selesai mengobatinya.
"Bagaimana keadaannya?"
"Sangat parah," tabib itu menghela napasnya, kembali membereskan ramuan yang telah ia buat. "Keadaannya lebih parah dari yang ku kira, untung saja Nona Aquila segera memanggilku." katanya. "Lukanya cukup dalam. Untuk sekarang, aku sudah mengusapkan obat dan membalutnya, tapi, aku tak bisa menjamin apa-apa untuk kedepannya."
"Kita hanya bisa berharap pada keajaiban."
Aquila memejamkan matanya yang terlihat lelah, ia menghela napas sembari memegangi pelipisnya. Separah... itukah?
Seseorang menyentuh pundak Aquila dengan lembut, itu Ahn. Ahn tersenyum sembari memberi tatapan menguatkan pada Aquila.
"Nona, anda terlihat sangat kelelahan." Ahn menatap khawatir, "ada baiknya anda istirahat sejenak."
Aquila merasa ragu, ia bahkan tak terpikirkan sedikitpun untuk meninggalkan rua
Ingin menangis saja rasanya, Aquila sungguh merindukan tempat ini, rumahnya.Ia ingat betul setiap kejadian di sini, saat pertama kali menginjakkan kakinya di sini, saat ia akhirnya bisa merasakan kehangatan keluarga. Yah, sayangnya ia tak bisa berlama-lama di sini.Ducchess Aretha, sang ibu memeluknya erat sembari mengusap pucuk rambutnya. "Putriku, kenapa tidak mengabari kalau ingin pulang? Ibu kan jadi punya waktu untuk meminta pelayan memasakkan makanan kesukaanmu.""Eh, aku tidak ingin merepotkan," Aquila nyengir, "lagi pula aku hanya sebentar saja, kok,""Hmm? Putriku sangat sibuk, ya, rupanya," Ducchess Aretha melepas pelukan, ia menatap sang putri dengan tatapan lembut."Oh ya, aku ingin bertemu dengan kakakku tercinta, dia ada di mana, ya?" Tanya Aquila yang sama sekali belum melihat batang hidung kakaknya itu. Biasanya, setiap kali pulang ke rumah, sang kakak adalah orang pertama yang menyambutnya."Alaster sedang bersama Duk
"Aku tidak bisa selalu melindungimu, ada kalanya kau harus membereskan semuanya dengan tanganmu sendiri." Aquila menggelengkan kepalanya, kalimat Alaster barusan masih terngiang-ngiang dalam kepalanya. Tapi, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk memikirkan perkataan sang kakak. Sebab, saat ini ia sedang berada dalam posisi terjepit. "Ayo, fokus, Aquila!" gumamnya pelan. "Rupanya kau sudah mengerti dasar-dasarnya, ya." Kata Alaster di sela-sela latihan. "Kalau begitu ini akan mudah, aku hanya perlu memoles kemampuanmu." Alaster menyerang Aquila dengan begitu mudahnya. Aquila menghindar, ia nyaris terpojok. Aquila menunggu kesempatan untuk memberikan serangan balasan. Tapi, tidak ada kesempatan! Alaster seperti tanpa cela! Pertahanannya sangat kuat, serangannya juga efektif. Alaster juga sangat gesit, lincah, dan penuh perhitungan. Seandainya ini adalah pertarungan sungguhan dan bukan sekadar latihan, Aquila pasti sudah dibuat sekarat.
Viscount Teuvo menarik selimutnya hingga menutupi kepala. Malam ini, entah mengapa terasa lebih dingin dibanding malam-malam sebelumnya. Ia tadi sebenarnya sudah tertidur lelap, tapi, sang istri tiba-tiba saja mengguncang punggungnya. "Suamiku, kenapa kau tidak menutup jendelanya?" "Hhmm?" Viscount Teuvo hanya bergumam, masih dengan mata yang tertutup. "Hawanya sangat dingin, tolong tutup jendelanya." Pinta sang istri. "Ck, kau ini berisik sekali," Viscount Teuvo berdecak kesal. "Jangan ganggu aku, aku sangat mengantuk!" serunya. "Kau tutup saja sendiri." "Dasar tak bisa diandalkan!" Viscountess Teuvo (Sang Istri) mencebik. Mau tidak mau, akhirnya ia yang bangkit untuk menutup jendela. "Aneh, aku ingat betul tadi jendela ini tertutup," gumamnya sembari menutup jendela, "apa terbuka karena angin, ya?" Viscount Teuvo kembali dapat memejamkan matanya dengan tenang, hawa dingin akibat jendela yang terbuka sudah tidak terasa lagi. "
Penyerangan terhadap bangsawan terjadi lagi.Kali ini korbannya adalah Count Raire yang berkediaman di region selatan kapital.Meskipun terjadi dengan pola yang sama, seperti pada malam hari, masuk melalui jendela, dan merampas harta benda tuan rumah secara paksa. Kejadian ini tak dapat diprediksi siapa yang akan menjadi target berikutnya.Di tambah lagi, Count Raire adalah salah satu bangsawan yang ramah dan selalu bermurah hati. Banyak yang menyukainya, dan ia dikenal tidak punya banyak musuh. Jadi, sudah jelas bahwa target penyerangan ini benar-benar dipilih secara acak dan tanpa alasan tertentu. Siapa saja bisa menjadi korban.Alaster sedang berada di balkon, bersandar sembari memegangi pipinya yang nampak lebam. Raut wajahnya nampak tengah memikirkan sesuatu."Wanita sialan itu..." Alaster bergumam dengan wajah kesalnya, "beraninya ia memukul wajahku.""Kakakku~" Aquila berseru dari jauh, ia bergerak menghampiri, matanya bergerak
NONA ZELINE MENGGUNAKAN SIHIR HITAM! SEBENARNYA, PADA MALAM ITU NONA ZELINE MENYERANG CHARELLE DI KEDIAMANNYA. KAU MEMERINTAHKAN PRAJURIT UNTUK MEMASTIKAN SUPAYA MARQUIS VAREN TIDAK MENYEBARKAN KABAR PEMAKAIAN SIHIR HITAM INI KEPADA BANGSAWAN YANG LAIN SEBAB KAU TAKUT NAMAMU AKAN TERCORENG. DAN SEBENARNYA, SAAT INI PIKIRANMU JUGA TELAH DIMANIPULASI. INILAH SEBABNYA KAU MELUPAKAN KEJADIAN ITU. "Tuan Theo?!" Zero berseru, "kenapa kau melamun?!" Tuan Theo tersentak, ia tersadar sejak tadi ia tengah melamun. "Ah, maafkan saya Yang Mulia." Rupanya, sampai kapanpun dirinya terlalu pengecut untuk mengatakan kebenarannya. Kalimat yang tadi, ia tak mampu mengungkapkannya. "Sebenarnya, saat itu terjadi sebuah perampokan di rumah Nona Charelle, perampok itu melukai Nona Charelle begitu parah. Itulah mengapa Yang Mulia menempatkan penjagaan di sana. Sebab Yang Mulia takut hal yang sama akan terulang." In
Aquila baru tersadar ia sudah lama sekali berdiam diri termenung menatap ke arah jendela. Susu putihnya pun sudah menjadi dingin.Wanita itu memejamkan matanya lalu menarik napas dalam-dalam. Berusaha mendinginkan otak.Tak perlu mengirim seorang mata-mata untuk mengetahui apa langkah yang diambil Zero untuk menyikapi kejadian ini. Ia sudah mendengarnya dari angin yang berembus, Zero sedang mengais informasi dari ketiga bangsawan itu, kan?Aquila bertopang dagu, senyuman tipis terulas pada wajah pucatnya. Rasanya ia ingin memberi semangat pada Zero yang susah-susah mencari pelakunya, padahal, Aquila sendiri-lah yang menyebabkan semua kekacauan ini."Tapi ini masih permulaan," wanita itu bergumam pelan, menatap ke arah langit,ia berandai-andai. Ke depannya ... akan jauh lebih kompleks lagi.Bukan tanpa sebab Aquila memilih Viscount Teuvo dan Count Raire sebagai targetnya. Kedua bangsawan itu memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Aquila
Zeline menggenggam erat kain pada gaunnya, berupaya menurunkan rasa cemas, "sedikit lagi... sedikit lagi..." Wanita itu terus saja bergumam, "bertahanlah sedikit lagi..."Zeline tahu, sebesar apapun upaya yang ia lakukan untuk menutupi suatu kejahatan, ujung-ujungnya akan terendus juga. Dan Zeline pun tahu, kalau ia tak bisa selamanya menggunakan kekuatannya untuk memanipulasi ingatan Zero. Pasti akan datang saat di mana Zero mengetahui kebenarannya.Kalau itu sampai terjadi.....Tidak. Zeline menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia datang dari tempat yang kecil, ia sudah bersusah payah untuk merangkak ke tempat teratas. Ia tak mau. Ia tak mau kehilangan semua hal yang sudah ia raih.Dunia memang tak adil. Dunia memperlakukannya bagai lelucon. Ia mengerahkan semua yang ia bisa untuk bisa sampai di titik ini, untuk bisa menjadi bangsawan yang terpandang. Di satu sisi, ada Aquila yang tanpa perlu berusaha sedikitpun sudah terlahir pada keluarga yang berpangka
"Dia adalah pelakunya!!!" Count Raire langsung beranjak dari posisi duduknya, ia berseru sembari menunjuk ke wajah Alaster. Semua petunjuk itu, semuanya mengarah kepada Alaster. Zero terdiam, kecurigaannya benar. Tapi, kenapa Alaster melakukan ini? Motifnya tidak mungkin uang sebab Alaster sudah memiliki banyak sekali harta. "Kak.... Aku sungguh terkejut kau adalah pelakunya, tapi kenapa? aku sungguh tak mengerti, kenapa kau melakukannya?" "Aku tidak melakukannya." Alaster masih bersikeras, walaupun kalimatnya tidak mengubah fakta bahwa ia telah tertangkap. Zero menghela napas, ia memerintahkan para prajurit untuk memegangi kedua tangan Alaster, hendak membawanya ke dalam kereta kuda. "Kita buktikan itu di pengadilan." Alaster pasrah. Sebenarnya sangat mudah baginya untuk memberontak dan melumpuhkan semua yang ada di sini, tapi jika ia melakukannya, itu sama saja ia mempersilakan dirinya agar dijadikan buronan. Sialan. Otaknya membeku.
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i