Aquila baru tersadar ia sudah lama sekali berdiam diri termenung menatap ke arah jendela. Susu putihnya pun sudah menjadi dingin.
Wanita itu memejamkan matanya lalu menarik napas dalam-dalam. Berusaha mendinginkan otak.
Tak perlu mengirim seorang mata-mata untuk mengetahui apa langkah yang diambil Zero untuk menyikapi kejadian ini. Ia sudah mendengarnya dari angin yang berembus, Zero sedang mengais informasi dari ketiga bangsawan itu, kan?
Aquila bertopang dagu, senyuman tipis terulas pada wajah pucatnya. Rasanya ia ingin memberi semangat pada Zero yang susah-susah mencari pelakunya, padahal, Aquila sendiri-lah yang menyebabkan semua kekacauan ini.
"Tapi ini masih permulaan," wanita itu bergumam pelan, menatap ke arah langit,ia berandai-andai. Ke depannya ... akan jauh lebih kompleks lagi.
Bukan tanpa sebab Aquila memilih Viscount Teuvo dan Count Raire sebagai targetnya. Kedua bangsawan itu memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Aquila
Zeline menggenggam erat kain pada gaunnya, berupaya menurunkan rasa cemas, "sedikit lagi... sedikit lagi..." Wanita itu terus saja bergumam, "bertahanlah sedikit lagi..."Zeline tahu, sebesar apapun upaya yang ia lakukan untuk menutupi suatu kejahatan, ujung-ujungnya akan terendus juga. Dan Zeline pun tahu, kalau ia tak bisa selamanya menggunakan kekuatannya untuk memanipulasi ingatan Zero. Pasti akan datang saat di mana Zero mengetahui kebenarannya.Kalau itu sampai terjadi.....Tidak. Zeline menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia datang dari tempat yang kecil, ia sudah bersusah payah untuk merangkak ke tempat teratas. Ia tak mau. Ia tak mau kehilangan semua hal yang sudah ia raih.Dunia memang tak adil. Dunia memperlakukannya bagai lelucon. Ia mengerahkan semua yang ia bisa untuk bisa sampai di titik ini, untuk bisa menjadi bangsawan yang terpandang. Di satu sisi, ada Aquila yang tanpa perlu berusaha sedikitpun sudah terlahir pada keluarga yang berpangka
"Dia adalah pelakunya!!!" Count Raire langsung beranjak dari posisi duduknya, ia berseru sembari menunjuk ke wajah Alaster. Semua petunjuk itu, semuanya mengarah kepada Alaster. Zero terdiam, kecurigaannya benar. Tapi, kenapa Alaster melakukan ini? Motifnya tidak mungkin uang sebab Alaster sudah memiliki banyak sekali harta. "Kak.... Aku sungguh terkejut kau adalah pelakunya, tapi kenapa? aku sungguh tak mengerti, kenapa kau melakukannya?" "Aku tidak melakukannya." Alaster masih bersikeras, walaupun kalimatnya tidak mengubah fakta bahwa ia telah tertangkap. Zero menghela napas, ia memerintahkan para prajurit untuk memegangi kedua tangan Alaster, hendak membawanya ke dalam kereta kuda. "Kita buktikan itu di pengadilan." Alaster pasrah. Sebenarnya sangat mudah baginya untuk memberontak dan melumpuhkan semua yang ada di sini, tapi jika ia melakukannya, itu sama saja ia mempersilakan dirinya agar dijadikan buronan. Sialan. Otaknya membeku.
Hari pemilihan putri mahkota akan tiba lebih dekat dibanding yang Aquila kira. Persiapan sudah matang, Aquila sudah menyiapkan segala yang diperlukan nanti, ia bahkan sudah menyiapkan materi dari pidato terbaiknya. Begitu pula dengan Zeline, Aquila dengar, ia sudah mulai kembali aktif bersosialisasi dengan mengunjungi acara pertemuan dan juga pesta-pesta yang diselenggarakan para bangsawan. Tujuannya jelas, untuk meningkatkan citra dirinya, serta untuk menepis rumor-rumor tak berdasar. Benar kata Ahn, Aquila tidak perlu terlalu mencemaskan masa lalu, lebih baik ia fokus dengan apa yang ia hadapi. Masa depannya, masih panjang. "Nona Aquila." Terdengar sebuah suara memanggilnya, saat Aquila menoleh, rupanya ia adalah Rubia, Nona yang menyelenggarakan pesta yang saat ini Aquila hadiri. "Nona Rubia." Aquila tersenyum, "Dekorasi yang kau pilih indah sekali, ini pesta yang menyenangkan." "Ah, terima kasih, Nona Aquila." Balas Rubia yang sangat menyuka
Halooo para pembaca! Kenalin, aku Scarlet Crown, author dari 'Miss Villain and The Protagonist', kalian bisa panggil aku 'Alet'. Salam kenal semua. Sebelumnya, aku mau ngucapin banyak-banyak terima kasih untuk kalian yang udah setia baca ceritaku! (Yaa, walau aku sering lambat update, huhu.) Nggak nyangka, MVATP akhirnya bisa tembus 100.000 kata! Sorry aku norak, tapi ini suatu kemajuan banget buat aku yang sering banget banget banget kena writers block. *terharu. Oke. Aku nggak begitu jago basa-basi, jadi langsung aja, di eps spesial kali ini aku akan ngenalin profil para tokoh beserta MBTI-nya. Yeayy! *** Sedikit info, untuk yang baru tahu, MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) adalah suatu tes kepribadian yang dirancang untuk mengetahui tentang gambaran umum mengenai kepribadian, kekuatan, dan preferensi seseorang. Dalam hal ini, aku udah menge-tes para tokohku menggunakan website 16 personalities. Kalau kalian pengen tahu MBTI k
Matahari telah menyingsing, tapi, tidak seperti hari-hari sebelumnya di mana mayoritas dari mereka memilih untuk bekerja dan beraktivitas, kali ini mereka justru berkumpul di suatu tempat, menyaksikan tiga orang pria dengan wajah tertutup berdiri di atas papan kayu besar dengan masing-masing tali simpul seukuran leher.Seakan-akan ini tontonan yang menarik, mereka memerhatikan tiga orang itu dengan saksama dan sesekali berbisik dengan sesamanya.Aquila juga hadir di sana, dengan menggunakan penampilan khas Master A, akan lebih aman baginya untuk tidak menunjukkan identitasnya. Jantungnya berdegup cepat, hanya memerhatikan dari jauh saja sudah membuat perasaannya menjadi buruk. Zero benar-benar sudah gila.Hingga tibalah ia, pemilik panggung yang tengah dipertontonkan, berdiri dengan tegap menatap mereka yang menyaksikan, mengeluarkan sepatah kata yang diucapkan dengan begitu lantangnya. "Inilah akibat mengganggu ketentraman Kekaisaran!"Rakyat berso
"Apa? kau akan bertemu dengan seorang pria?" Wajah Alaster terlihat menyembul dari depan pintu, mengintip sang adik yang sedang memakai jubahnya."Hei, kau hampir mengejutkanku!" Aquila mengomel, tak menyangka akan kehadiran sang kakak yang secara tiba-tiba."Jawab pertanyaanku, adikku, kau akan bertemu dengan seorang pria? Apa ini semacam kencan?" Alaster memberi pertanyaan bertubi-tubi. "Kau tahu, kan, sebelum berkencan dengan pria, kau harus memberitahuku dulu! Aku harus memastikan siapa dia, apa dia tampan?"Aquila menggertakkan giginya. "Kau berisik sekali!" kesalnya. "Kau, jangan banyak tanya!"Alaster hanya mengangkat kedua bahunya, tanpa rasa bersalah, "Aku kan hanya ingin tahu.""Ini untuk kepentingan rencana, tahu." Balas Aquila. "Lagi pula siapa yang mau berkencan? Waktuku terlalu penting untuk itu.""Huh, aku lega mendengarnya." Alaster menghela napas lega. "Tapi benarkan apa yang aku bilang, kau ingin bertemu seorang pria?"
Alaster menyiptkan mata, memerhatikan sang adik dari kejauhan. Adiknya terlihat sedang bercengkrama dengan dengan sosok yang tak lain dan tak bukan adalah Grand Duke Alucio. Mereka terlihat akrab. Alaster memasang wajah cemberut, memicingkan matanya tak senang, Grand Duke Alucio adalah sosok manipulatif yang tak mudah ditebak apa yang ia inginkan, Alaster tak bisa diam saja membiarkan adiknya yang polos berduaan dengan sosok seperti itu! Adiknya payah dalam hal percintaan, bagaimana jika lagi-lagi ia disakiti oleh sembarang pria? Itu dia! Alaster kembali fokus pada tujuannya saat melihat kedua orang yang sedang ia perhatikan telah menaiki kudanya, hendak pergi dari tempat ini. Alaster akan mengikuti mereka secara diam-diam. Setidaknya, Alaster harus memastikan apakah sosok Grand Duke Alucio itu layak mengencani adiknya atau justru tidak. *** Sebenarnya, tempat seperti apa yang akan mereka tuju? Ke mana pria sialan itu akan membawa adiknya?
Sebenarnya, tujuan utama Zeline adalah untuk menghadiri acara penggalangan dana ini. Ia menyumbangkan sejumlah uangnya kepada organisasi yang melakukan kegiatan kemanusiaan.Ya, tidak apa-apa ia merogoh dana pribadinya untuk ini, sebab, timbal balik yang ia dapatkan juga tidak kalah besarnya. Hal ini akan menaikkan namanya di mata rakyat."Acara ini tidak akan berlangsung lancar kalau bukan karena sejumlah dana yang disumbangkan oleh Nona Aideos. Oleh karenanya, aku sangat berterima kasih atas kemurahan hatinya." Ujar sang pembawa acara yang kalimatnya menggema lantang di dalam ruangan tertutup ini. "Oleh karena itu, kami mempersilakan Nona Aideos untuk ke mari dan berbicara beberapa kata."Zeline bangkit saat namanya disebut. Suara tepukan tangan terdengar meriah mengiringi langkahnya ke atas panggung. Zeline berkata dengan rasa percaya diri, "Sebelumnya, terima kasih sebab sudah mempersilakanku untuk berbicara.""Seperti yang telah kita sama
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i