Sebenarnya, tujuan utama Zeline adalah untuk menghadiri acara penggalangan dana ini. Ia menyumbangkan sejumlah uangnya kepada organisasi yang melakukan kegiatan kemanusiaan.
Ya, tidak apa-apa ia merogoh dana pribadinya untuk ini, sebab, timbal balik yang ia dapatkan juga tidak kalah besarnya. Hal ini akan menaikkan namanya di mata rakyat.
"Acara ini tidak akan berlangsung lancar kalau bukan karena sejumlah dana yang disumbangkan oleh Nona Aideos. Oleh karenanya, aku sangat berterima kasih atas kemurahan hatinya." Ujar sang pembawa acara yang kalimatnya menggema lantang di dalam ruangan tertutup ini. "Oleh karena itu, kami mempersilakan Nona Aideos untuk ke mari dan berbicara beberapa kata."
Zeline bangkit saat namanya disebut. Suara tepukan tangan terdengar meriah mengiringi langkahnya ke atas panggung. Zeline berkata dengan rasa percaya diri, "Sebelumnya, terima kasih sebab sudah mempersilakanku untuk berbicara."
"Seperti yang telah kita sama
"Jadi begini, ya, konsep Master A itu?" Zeline bergumam, memperhatikan penampilannya di depan kaca. "Mengenakan jubah dan penutup wajah, memastikan identitasnya tidak diketahui oleh siapapun. Hmm, menarik."Saat ini Zeline sedang mengenakan penampilan yang sama seperti Master A, Zeline berputar, masih betah memandangi penampilannya lewat pantulan kaca. "Kalau hanya seperti ini sih apa susahnya?""Kalau begitu, hari ini aku yang akan menjadi Master A." gumamnya seraya berbalik, melangkahkan kakinya menuju Kapital.***Zeline melangkahkan kakinya dengan ringan, tatapannya memantau kegiatan jual beli yang sedang berlaku di Kapital ini."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Menyapa mereka terlebih dahulu? Bertanya apakah di antara mereka ada yang butuh bantuan?" Zeline bergumam nyaris tanpa suara, ekspresinya terlihat berpikir. "Apa Master A biasanya juga bertingkah seperti itu?""Aku kan masih tidak tahu bagaimana cara bicara Master A, ti
Aquila meminum air jeruk yang baru saja ia pesan. Saat ini, seperti yang diduga, tempat yang sering Aquila kunjungi, saat ini Aquila sedang berada di dalam bar. Tidak, bukannya Aquila ingin minum bir, kok— buktinya kali ini ia hanya memesan air jeruk, alasan sebenarnya ia mengunjungi bar ini adalah karena bar merupakan salah satu tempat dimana ia dapat dengan mudahnya mendapat informasi. Pertukaran informasi kerap terjadi di sini, dan untuk hal-hal umum seperti berita yang beredar, Aquila hanya perlu duduk manis dan mendengarkan, informasi akan tersampaikan dengan sendirinya. Seperti kali ini, Aquila berusaha mati-matian untuk menjaga ekspresi wajahnya agar tetap tenang meskipun sedari tadi perasaannya tak karuan saat mendengar fakta bahwa ada orang lain yang menggunakan identitas 'Master A'. "Kau dengar? Katanya Master A secara tidak langsung sudah mengumumkan jati dirinya di depan publik." "Apa? Benarkah? Aku tidak mendengar berita tentang i
"Kenapa kau memakai identitasku?" Aquila bertanya seraya mencengkram kerah Zeline. Keributan kecil itu menarik para rakyat untuk mengerubungi, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, sebagian dari mereka pun saling berbisik, membuat asumsi tentang permasalahan ini. "Master A palsu? Apa maksudnya?" "Jadi, Nona Aideos sebenarnya bukanlah Master A? Dia hanya mengaku-ngaku?" "Lihatlah, Master A yang asli sudah datang, sudah aku duga ia tak akan diam saja membiarkan namanya dipakai seenaknya oleh orang lain." "Tapi, untuk apa alasan Nona Aideos membohongi kita?" Aquila menghela napas, para rakyat ini, mereka cepat sekali berkerumun saat terjadi sebuah kejadian yang bisa dijadikan gosip. Aquila kembali fokus dengan tujuannya, ia menatap Zeline dengan puas, seperti mangsa yang terkena jebakan, Zeline hanya diam tak mampu berbuat apa-apa. "Nona Zeline? Kenapa kau diam saja? Aku tanya, kenapa kau memakai identitasku?
Zeline sangat serius dengan ucapannya, tentu ia tak akan diam saja membiarkan harga dirinya terluka, membuat citranya yang sudah sulit ia bangun tercoreng begitu saja."Hei, lihatlah ada Nona Cantik yang ke sini, hei, apa yang sedang kau cari, Nona?" tanya salah satu pria berbadan kekar yang melihat Zeline menghampirinya."Eh, aku rasa Nona ini tidak tahu apa yang sedang ia lakukan." bisik rekannya yang berwajah seram.Zeline berdeham, menatap gerombolan pria dewasa berwajah seram di depannya dengan serius, sebenarnya, ia sedikit gugup, tapi ia menyembunyikannya agar tak terlihat remeh.Zeline tak mau diremehkan. Ia melempar sekantung besar berisi kepingan emas ke meja tempat mereka berkumpul. "Aku memiliki satu penawaran yang menarik." ujarnya yang berniat mengajak para prajurit bayaran ini bekerja sama.Pagi ini, Saat matahari baru menyingsing, Zeline seorang diri sedang mengunjungi markas prajurit bayaran yang terkenal akan keganasannya. Zeline
"Aku akan menghadiahkannya kepada Nona Aquila." Ucap Zeline dengan lantang.Jantung Aquila seakan terhenti saat mendengar namanya disebut. Perasaannya mendadak tidak enak. Zeline pasti merencanakan sesuatu!"Lebih tepatnya, Nona Aquila yang saat ini sedang menyamar menjadi Master A." Lanjutnya yang langsung membuat suasana menjadi ricuh.Aquila ... ia hanya bisa terdiam, lidahnya terasa kelu, otaknya seakan membeku. Ia masih berusaha untuk mencerna ini semua. Mencerna apa yang baru saja Zeline ucapkan dengan lantang kepada semuanya.Tubuhnya mulai berkeringat, ia memainkan kukunya, ia merasa cemas dan gugup disaat yang bersamaan. Meskipun ia tahu Zeline tengah membongkar identitasnya saat ini, tak ada yang bisa ia lakukan untuk mencegah upaya Zeline.Aquila merasa takut.Ditambah, saat Zeline yang secara mendadak menunjuk ke arahnya, membuat semua yang hadir di sini langsung memberikan arah pandang mereka terhadap dirinya, yang tiba-tiba saj
Dua hari lagi. Hanya tersisa waktu dua hari lagi sebelum acara pemilihan putri mahkota dilaksanakan. Sudah banyak sekali hal yang terjadi selama ia menjadi calon putra mahkota, hal-hal yang nyaris merenggut akal sehatnya, yang memaksanya melakukan tindakan nekat. Zeline menghela napasnya, terasa berat. Ia menengadahkan kepalanya, matanya terpejam. Sebentar lagi. Sebentar lagi keadaan akan berubah drastis. Ia menyingkirkan tumpukan dokumen pada meja, menyusunnya sesuai urutan yang ia inginkan. Sembari meregangkan tubuhnya yang terasa pegal, ia beranjak keluar ruangan, hendak mencari angin segar untuk menyegarkan pikirannya. Zeline tersenyum saat mengingat kejadian tadi siang, saat Aquila dengan konyol-nya melarikan diri dari acara pelelangan. "Lucu sekali." Sepertinya Zeline akan terus mengingat kejadian itu, kejadian yang sangat menyenangkan dan membuatnya merasa telah menang. Lalu, yang paling penting, "Mental Aquila pasti sed
'Dibanding memikirkan mereka yang membencimu, lebih baik fokus terhadap orang-orang yang selalu mendukungmu.' Ucapan Rose itu terus saja terngiang di dalam kepalanya, Aquila tersenyum, ia menyadari ada banyak sekali orang yang tulus di sekelilingnya. Kalimat Rose tersebut seperti sebuah suntikkan penyemangat, setelah mendengarnya, Aquila merasa semua beban, kekhawatiran, dan hal-hal lainnya yang mengganggu pikirannya terasa sirna. Sebaliknya, ia justru merasa bersemangat untuk menghadapi hari esok. Tangan Aquila bergerak mengambil tumpukan surat yang tadi ia simpan, ada banyak dan ia merasa sangat antusias untuk membaca semuanya. Ia membaca nama pengirimnya, lantas mengambil sebuah surat dengan lambang keluarga Duke di atasnya. Itu dari kedua orang tuanya, Aquila tak sabar untuk membacanya! Ia membuka capnya lalu membacanya dalam hati, perasaannya semakin membaik, Aquila juga sangat merindukan mereka seperti mereka merindukan Aquila. Esok hari, Duke Charles d
Hari yang dinanti akhirnya tiba, para rakyat memenuhi jalan di kapital, bercengkrama satu sama lain, membahas tentang siapa yang lebih pantas untuk menjadi putri mahkota, juga membahas tentang masa depan kekaisaran timur ke depannya. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa Nona Aideos akan menang mudah di atas Nona Charles, tapi ada beberapa juga yang mengatakan jika Nona Charles tak bisa dianggap remeh begitu saja. Baik Nona Charles maupun Nona Aideos, siapa yang nantinya akan terpilih, mereka berharap itu akan membawa arus perubahan yang baik bagi Kekaisaran. *** Aquila menatap kepadatan jalan melalui balkon ruangannya, ekspresinya datar, ia membiarkan Ahn dan Countess Eliza memasangkan riasan indah di kepalanya, mereka berusaha membuat Aquila tampil semenarik mungkin. "Apa kau sekarang sedang merasa gugup, Nona?" Tanya Ahn sembari merapikan anak rambut Aquila dan menyelipkannya ke belakang telinga. Ahn bertanya demikian sebab menilai dari raut wa
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya
Berkat monster yang dilepaskan Yelena, beserta bala bantuan dari keluarga Charles dan Varen, prajurit istana berhasil dipukul mundur. Pertumpahan darah terjadi, waktu berjalan begitu cepat, tak disangka kekuatan istana dapat disudutkan.Di detik-detik kelumpuhannya, Kaisar mengeluarkan kartu as terakhirnya, yakni dengan melepaskan ‘Subjek Venatici’ yaitu kumpulan manusia yang telah dicuci otaknya sehingga rela melakukan apa saja demi melindungi sang kaisar, termasuk menyerahkan nyawanya sendiri. Singkatnya, mereka adalah anjing kaisar.‘Subjek Venatici’ berkaitan erat dengan negara-negara jajahan. Kaisar memerintahkan untuk menginvasi desa-desa miskin, membunuh para orang tua maupun semua penduduk, menculik anak-anak mereka dan mengumpulkannya menjadi satu. Setelahnya, Kaisar mengurung mereka, melakukan pencucian otak agar selalu tunduk pada kehendaknya dan agar mereka dapat mempersembahkan nyawa untuknya.Mereka menjalani kehidupan yang keras, saling membunuh satu sama lain untuk mem
“Satu-satunya yang bisa menemukan akses masuk itu hanyalah Nona Yelena.” Ucapnya. “Sebagai seorang penyihir, Nona Yelena dapat merasakan aliran mana di sini. Gunakan kemampuan anda, rasakan mana yang ada, jika terasa semakin kuat, bisa saja itu tandanya kita semakin dekat dengan akses masuk itu.” Ini penjelasan yang paling memungkinkan, hanya Yelena yang dapat melakukannya. "T- tapi, bagaimana kalau ternyata aku gagal dan kita hanya semakin membuang waktu?” sorot keraguan terpampang jelas dari matanya. “Kami percaya padamu, aku tahu kau bisa melakukannya.” Aquila menggenggam tangan Yelena. “Apa kau ingat saat di mana para prajurit tadi berhasil mengepungku? Aku kira nasibku akan berakhir saat itu, tapi tiba-tiba kau menggunakan kekuatanmu untuk membuat mereka melayang. Itu kau yang melakukannya, kan? Aku yakin kau menyimpan potensi yang sangat besar hanya saja kau belum menyadarinya.” Alken mengangguk kecil. “Kau bisa melakukannya.” Ia menambahkan, meyakinkan. *** Yelena memejam
“Apa?”Kabar yang baru saja disampaikan oleh salah satu pelayannya ini membuat Duke Charles membulatkan matanya.“Terjadi penyerangan pada istana?” ia bertanya, memastikan.Kalau kabar ini sampai ke telinga bangsawan lain, mereka pasti berpikir kalau kelompok penyembah kekuatan itu lah yang menjadi dalang dalam kasus ini. Tapi tidak dengan Duke Charles, pria itu tau dengan jelas siapa saja yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.Termasuk putra dan putrinya.Sebenarnya Duke Charles tidak terkejut atas keterlibatan anak-anaknya, mudah baginya untuk mengendus rencana mereka semenjak kedatangan Grand Duke Alucio untuk makan malam bersama, ditambah lagi, kedekatan antara putrinya dengan pria itu. Tapi, yang membuatnya terkejut adalah ia tak menyangka kalau ini akan terjadi secepat ini.Timing-nya benar-benar pas dengan kabar pemberontak dari kelompok penyembah kekuatan. Hal ini sudah direncanakan dengan sangat matang.“Kumpulkan pasukan, kita akan mengirim bala bantuan untuk menyerang i