Beranda / Romansa / Queen of School / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Queen of School: Bab 1 - Bab 10

16 Bab

1. Nol Lagi

"Apa?!" Tara membelalakkan matanya, tak percaya."Kamu kaget? Aku pikir kamu sudah biasa mendapat nilai nol. Jadi reaksimu tolong jangan berlebihan," sarkas Eva. Mereka adalah musuh bebuyutan.Maria segera mendekati Tara mencoba menenangkan sahabatnya agak tidak meledak saat pelajaran masih berlangsung. "Sudahlah, lagian kita bisa remidi, kan?" kata siswi berambut ikal itu sambil menepuk-nepuk pundak Tara. "Kenapa sih ulangannya harus isian semua, kenapa bukan pilihan ganda aja?" Kertas ulangan bertanda nol dilingkari merah masih dipandanginya dengan tatapan nanar. Meski ini bukan pertama kalinya, tetap saja hatinya hancur. Nol. Benar-benar nol bahkan tidak ada koma di belakangnya. Antoni dan Nathan bersamaan memutar punggung mereka untuk melihat ribut-ribut di belakang mereka. "Maaf, Ta, aku tidak bisa bantu apa-apa. Pak  Rudi ketat banget, aku noleh aja tidak bisa," ucap Nathan prihatin. "Berapa nilai kalian?""Dua p
Baca selengkapnya

2. Bolos

Meski berotak udang, Tara tidak pernah sekali pun memikirkan hal seperti itu. Dia adalah Queen of  School. Ikonnya sekolah. Fotonya terpampang di halaman depan sampul brosur. Tara sangat lihai memainkan baton. Drumband sekolahnya beberapa kali menyabet gelar juara berkat dirinya. Setidaknya Tara memberi kontribusi positif untuk sekolah ini walaupun tidak berbentuk prestasi akademik. Ayo kita bolos.Kalimat barusan masih berputar-putar di otak. Deva mengajaknya membolos di jam pelajaran Bahasa Indonesia. "Bagaimana? Mau?""Kenapa tiba-tiba mengajak membolos?" tanya Tara menyelidik.Mereka memang satu kelas, tapi tidak begitu akrab. Deva hanya bicara padanya saat menagih iuran kas karena dia adalah bendahara. Sedangkan Tara membayar kas setahun sekali sampai akhir tahun."Lagi pula kamu bakalan tidur, Bahasa Indonesia pelajaran yang membosankan bukan?""Maksudku, kamu yang jarang ngobrol sama aku, kena
Baca selengkapnya

3. Bohong

Hal pertama yang dilakukan oleh Tara saat sampai rumah adalah mengecek handphone. Benar saja, pesan dari Maria dan kakaknya berderet paling atas. Hidupnya kini serasa di ujung tanduk. Brian pasti akan mengirimnya ke pulau Sentinel kalau tahu dia membolos sekolah.“Tara, kamu dari mana?” Brian, kakak tertuanya sudah menyambut di ambang pintu sambil melipat tangan ke dada. Sebisa mungkin Tara bersikap tenang. Berakting adalah salah satu bakatnya, itu tidak akan sulit. “Ada acara peninjauan tempat untuk acara di sekolah, jadi aku izin untuk tidak ikut pelajaran terakhir.”“Sungguh?” Brian tentu tidak akan mudah percaya. Menjadi kakak tertua dari dua orang adik yang bandel membuatnya selalu waspada.“Iya. Kalau tidak percaya silakan hubungi temanku.”“Siapa? Maria? Nathan? Antoni? Jelas kalian pasti sudah bersekongkol.”“Bukan. Dia Deva, bendahara di kelasku. Ka
Baca selengkapnya

4. Bertengkar

Ranjang berseprei putih bersih itu berderit saat Tara menjatuhkan tubuhnya. Dia membenamkan wajahnya ke guling agar isaknya tidak terdengar. Rasa menyesal dan tidak berguna saling beradu. Andai saja otaknya tidak sebodoh ini, pasti keadaan akan lebih baik. Dia benar-benar tidak mau pindah ke rumah mama. Tiba-tiba pintu terbuka dan Alex masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Di suasana seperti ini masih saja Alex membuat Tara semakin murka."Ketuk pintu dulu! Kebiasaan!""Iya, iya." Alex kembali menghampiri pintu dan mengetukkan jarinya. "Tok tok permisi, tukang rusuh mau lewat."Tara tersenyum sedikit. Meski menyebalkan, Alex selalu bisa membuatnya terhibur dengan tingkah konyolnya."Jadi kenapa masih rebahan? Kemasi barang-barangmu!" tegas Alex dengan mimik muka serius.Hati Tara serasa meluncur jatuh ke lantai mendengar itu. Sakit sekali, dia mengira Alex akan menahannya pergi tapi ternyata dia tidak melakukannya. Tangisnya pecah tak
Baca selengkapnya

5. Sebuah Rencana

Sudah hampir jam tujuh pagi. Tara duduk manis di meja makan sambil asyik memainkan handphone. Nasi goreng beserta kerupuk dan lalapan terhidang di depannnya. Mbak Ina, asisten rumah tangga masih mondar-mandir menyiapkan air minum dan buah."Mbak, Kak Brian mana?" tanya Tara yang sudah jengah menunggu terlalu lama. Biasanya mereka sarapan bersama sebelum memulai aktivitas masing-masing."Loh, Den Brian kan sudah berangkat dari tadi, Non.""Apa?! Kenapa tidak bilang?""Saya kira Non Tara sudah tahu."Astaga! Bagaimana caranya dia bisa berkonsentrasi belajar kalau paginya sudah di awali dengan kejadian tidak mengenakkan seperti ini. Buru-buru Tara menyambar tas ransel kemudian berlari ke garasi untuk mengendarai Civic Hatchback merahnya.Sepanjang perjalanan Tara terus mengoceh. Bisa-bisanya Brian tidak memberitahu berangkat duluan. Apa gara-gara pertengkarannya semalam dengan Alex?***"Kamu terlambat?"Ingin sekali rasany
Baca selengkapnya

6. Diskusi

Bel tanda pelajaran berakhir berdering nyaring. Siswa berhamburan keluar kelas seperti tawanan yang baru saja bebas. Tara keluar ruang laboratorium Kimia dengan muka kusut, begitu juga dengan ketiga temannya. Praktikum titrasi oksireduksimetri membuat mereka pusing tujuh keliling. Beruntung mereka berempat tidak jadi satu kelompok. Kalau itu terjadi kelompok mereka akan menjadi kelompok dengan nilai terburuk."Praktikumnya sih menyenangkan, cuma ngikutin langkah-langkah yang disuruh Pak Abu. Tapi soalnya itu loh, susah sekali seperti mengalahkan Benteng Takeshi." Antoni bersungut-sungut."Memangnya kamu mikir? Bukannya kamu hanya titip nama saja?" sindir Nathan. Dia jarang bicara, tapi sekalinya bicara kata-katanya setajam pisau. "Sebagai siswa yang baik, aku tetap berusaha berkontribusi ke kelompokku.""Kontribusimu cukup dengan diam dan tidak membuat rusuh," sahut Tara. Dia hafal benar kelakuan Antoni yang tidak pernah serius."Jadi bagaima
Baca selengkapnya

7. Harapan

Rumah megah bergaya Eropa klasik itu terlihat lengang. Mobil Tara memasuki halaman luas dengan bunga everglow menyambut sepanjang pagar. Di tengah halaman ada sebuah kolam dikelilingi beraneka ragam bunga anggrek dan mawar. Dulu Rosa suka sekali menghabiskan waktu merawat bunga-bunga. Sekarang kegiatan itu diambil alih asisten rumah tangga sepenuhnya. Di samping pohon palem yang berjajar ada bonsai kesayangan Frans, ayah Tara. Bonsai-bonsai itu ditata rapi dan selalu dipangkas secara teratur oleh Mang Kus sang tukang kebun.Tara keluar dari mobil disambut oleh angin yang bertiup memainkan rambutnya yang diikat ekor kuda. Dia segera masuk ke dalam rumah. Sepi. Hanya ada Mbak Ina yang membersihkan meja ruang tamu."Belum pada pulang, Mbak?" Tara meletakkan ranselnya sembarang."Den Brian belum, Non, tapi kalau Den Alex sudah. Sekarang lagi di kamar.""Ya sudah, Mbak. Oh, iya, untuk makan malam aku mau tumis kangkung dan telur setengah matang seperti biasa."
Baca selengkapnya

8. Menginap

Gerimis ringan mengguyur jalanan. Deru mesin mobil memecah keheningan malam. Tara akhirnya sampai di kompleks kos Nathan yang terletak di pinggiran kota. Suasananya cukup sunyi waktu malam hari. Hanya suara jangrik dan kodok bersahutan sana sini."Nathan!!" Suara Tara menggema, membuat Nathan yang duduk di kursi teras terkejut."Ssttt ... Tara pelankan suaramu! Ini bukan rumahmu yang sebesar kastil!" Sesosok laki-laki berperawakan tinggi muncul dari sebuah gang remang-remang.Gadis yang masih memakai seragam sekolah itu celingukan. Dia berlari kecil menuju teras, bajunya agak basah terkena gerimis. Saat Tara sudah berhadapan dengan Nathan, dia sedikit tertegun melihat teman laki-lakinya yang sudah akrab dua tahunan ini.Bagaimana tidak? Nathan yang biasanya berpakaian rapi kini hanya memakai celana jeans sedengkul dengan kaos polos berwarna abu-abu. Rambutnya agak berantakan tapi itu malah membuatnya semakin cool."Apa yang terjadi?""Aku be
Baca selengkapnya

9. Kakak yang Gagal

"Kabur?!" teriak Brian tidak percaya. Matanya melotot hampir melompat dari kelopak. Dia baru saja pulang dari luar kota ketika mendengar kabar Tara pergi dan tidak pulang dari semalam. Jelas itu membuat amarahnya memuncak.Laki-laki berahang tegas itu langsung berlari menaiki anak tangga menuju kamar Alexandra. Tanpa permisi dia langsung membuka pintu serampangan."Di mana Tara?!" tanya Brian, mencekeram kedua bahu Alex dengan kuat."Dia belum pulang.""Cari! Cari sampai ketemu! Kamu baru boleh menginjakkan kakimu di rumah ini lagi!" Brian tidak habis pikir. Bagaimana bisa Alex mengawasi satu adik perempuan saja sampai gagal? Fasilitas semua sudah ada. Mobil, motor sport keluaran terbaru, uang jajan, makanan, sampai kolam renang lengkap di rumah. Bisa-bisanya Tara malah keluyuran sampai tidak pulang. "Kenapa aku? Bukannya Tara adalah tanggung jawab kita bersama?" elak Alex tidak terima. "Kau yang ada di rumah! Kau ya
Baca selengkapnya

10. Penyesalan

Sebuah mobil Lexus putih melaju mulus membelah jalanan kota. Matahari bersinar menyengat membuat catnya semakin terlihat mentereng. Kontras dengan keadaan di dalamnya yang sedingin es. Sudah seperempat jam Brian dan Alexandra berada dalam satu mobil namun belum ada tanda-tanda saling mau membuka obrolan. Tidak mau terus-terusan tersiksa oleh keheningan, Alex berinisiatif menyalakan tape agar suasana mencair. Belum sampai tangannya menjulur, Brian langsung menatapnya dengan jenis tatapan intimidasi. Seolah sorot mata kakaknya mengatakan 'Diam!'. Alex mengurungkan niatnya daripada memperkeruh suasana. Beberapa kali Brian harus berputar-putar kerena kesulitan menemukan alamat Nathan. Sepertinya bocah itu sengaja memberti titik lokasi yang salah agar dirinya bisa mengulur waktu. Sepuluh menit berlalu, mereka akhirnya sampai. Brian sempat was-was mobilnya tidak bisa masuk gang mengingat gang-gang yang dia lewati tidak terlalu lebar. "Tara benar ada
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status