Beranda / Pendekar / Janu: Tahap Awal / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Janu: Tahap Awal: Bab 1 - Bab 10

121 Bab

CP 1. Jawa Kuno

Pulau Jawa, pulau purba yang terpisah dari daratan Asia. Pulau yang berisi puncak puncak megah yang hingga saat ini masih sangat misterius. Pulau yang sejak jaman dahulu kala menyimpan berbagai macam cerita dan legenda.Tanah yang masih perawan, hutan hutan alami yang menyesatkan, pegunungan tinggi yang masih keramat, hingga sungai dan danau yang belum terjamah, masih menyisakan tanda tanya bagi manusia.Begitu pula dengan binatang dan tanaman eksotis yang masih bisa terlihat. Mereka seakan memiliki kekuatan dan daya tarik tersendiri.Tempat hantu dan siluman bersemayam masih sangat diwingitkan oleh sebagian besar makhluk hidup. Ada yang menjadi tabu, ada pula yang dipuja puja.Bertahun tahun dahulu pulau ini dihuni oleh berbagai macam ras. Ras manusia yang beragam, binatang, tumbuhan, hingga makhluk tak kasat mata seolah tak mau kalah menempati berbagai sudut pulau.Mereka membangun pusat kekuatan masing masing. Pertikaian dan pertumpahan darah terjadi
Baca selengkapnya

CP 2. Pengejaran

Sebuah gerobak kuda melaju kencang melintasi rimbunan hutan dan semak belukar. Terus menerjang dengan lincah melewati pepohonan.Seorang lelaki paruh baya dengan cekatan memegang kendali tiga ekor kuda, mengatur agar gerobak bisa seimbang dan tidak menabrak pohon.Wajah dari sang lelaki itu biru lebam, dan tampak bercak darah yang sudah agak mengering menghiasi pinggir bibirnya. Terdapat sebuah luka sobek yang bisa dikenali dari perban kain bernoda darah menempel di perut lelaki tersebut. Darah tidak berhenti mengucur perlahan dari balik perban.Namun dengan kondisi tersebut, matanya masih menampakkan ketegaran dan tekad kuat untuk bisa sampai di tujuan.Di belakang kemudi, seorang wanita muda tengah hamil tua bersembunyi disela tumpukan peti kayu. Perutnya membuncit, dan kain jarik yang menempel di tubuhnya tak mampu menutupi perut besarnya itu.Kondisi wanita itu hampir sama dengan sang lelaki di depan kemudi. Pakaian kotor dan berdarah darah, seakan
Baca selengkapnya

CP 3. Perkelahian Diatas Gerobak

Wanita hamil itu terus saja ditendangi tanpa ampun oleh sang lelaki berpakaian kelabu. Makian terus saja terucap, berbarengan dengan suara teriakan kesakitan si wanita.Sang pengemudi gerobak agak menoleh ke belakang, keningnya mengernyit.Melihat kondisi sang wanita hamil, wajah lelaki itu memerah. Kemarahannya memuncak melihat sang wanita terus ditendangi tanpa ampun.Beberapa saat dia menghela nafas, matanya sedikit terpejam. Dia berusaha mengontrol amarahnya.Saat matanya terbuka, dengan cepat dia langsung mengikat tali kemudi kuda pada pegangan gerobak. Lalu tanpa suara dia berdiri dan melompat ke belakang.'Wooosh....'Sambil melompat sang lelaki itu melancarkan tendangannya kearah sang lelaki kelabu.Melihat serangan itu, sang lelaki kelabu melompat kecil ke belakang, berusaha menghindari tendangan sang pengemudi gerobak. Seakan sudah diduganya bahwa akan ada serangan itu, dia sangat lihai menangkis kaki sang penyerang.Sang lel
Baca selengkapnya

CP 4. Janti

Lelaki kelabu jatuh terguling dari gerobak kuda, bersamaan dengan sang pengemudi gerobak.Sambil tersungkur di tanah, dia berusaha melepaskan diri dari tubuh sang pengemudi gerobak. Dia lantas mengibaskan tangannya membersihkan debu dari pakaian. Disampingnya, masih tergeletak, sang lelaki paruh baya pengemudi gerobak sudah bersimbah darah tak bernyawa."Kurang ajar! Berani sekali dia melukaiku, Kijan si golok maut." Tandasnya. Sambil bersumpah serapah dia menendang mayat disebelahnya.Tak berselang lama rombongan berkuda sampai disana, beberapa orang berhenti di depannya, sisanya terus mengejar gerobak kuda yang masih melaju kencang."Hahaha... Kijan,bagaimana rasanya dipeluk lelaki tua? Apa kau sudah bosan dengan para gadis desa jarahan kita?" Sambil tertawa terbahak bahak seorang lelaki gemuk turun dari kudanya. Seluruh tubuhnya bergetar saat dia tertawa, sementara janggutnya yang panjang ikut bergoyang seirama dengan getaran tubuhnya."Brengsek kau,
Baca selengkapnya

CP 5. Perdebatan

Gerobak kuda terus melaju kencang menuruni bukit hingga bertemu dengan sebuah jalan setapak. Jalan itu adalah salah satu jalur utama yang mengarah ke wilayah dalam Kademangan Janti. Disana terdapat pusat pemukiman warga dan pusat pemerintahan Kademangan Janti, sebuah kademangan yang dipimpin okeh seorang demang yang sangat adil bernama Demang Yasa.Didalam sebuah rumah yang tampak paling besar di Kademangan Janti, tiga orang lelaki tergeletak di atas sebuah tikar bambu. Tubuh mereka penuh luka, baik itu luka tusukan, sayatan, maupun lebam. Dua orang dari mereka sudah tak bernyawa lagi, sementara satunya sudah berada di ujung nafas.Di sekeliling tiga orang itu, beberapa orang lainnya menunjukkan ekspresi yang berbeda beda. Ada yang menerawang, serius, marah, sedih, cemberut, ada pula yang kelihatan bingung. Walau begitu, orang orang itu memiliki satu pertanyaan yang sama di benak mereka, mengapa gerombolan perampok Tanduk Api berani melakukan aksi penjarahan sampai ke Ka
Baca selengkapnya

CP 6. Wanita Misterius

Seorang warga desa masuk ke dalam ruangan tempat dimana para sesepuh berkumpul. Dengan wajah panik dan nafas tersengal dia menghadap sang demang."Tuan Demang, di gerbang desa! Gerbang desa!" Tangannya menunjuk nunjuk ke arah luar, nafasnya masih sedikit tersengal.Raut muka Demang Yasa mengkerut, ada apa gerangan di gerbang desa."Kenapa dengan gerbang desa?" Ujarnya."Di gerbang desa tuan. Ada sebuah gerobak kuda, isinya seorang wanita hamil lagi pingsan! Pakaiannya penuh bercak darah dan ada luka di tubuhnya."Demang Yasa sedikit mengernyit, "Sekarang dimana wanita itu?""Wanita itu sudah dibawa sama beberapa warga ke rumah Mbah Kunti." Jawabnya."Antarkan aku kesana sekarang! Ki Jogoboyo, tolong urus pemakaman ketiga mayat disini. Para sesepuh dan yang lainnya, ikut aku ke rumah Mbah Kunti. Pembicaraan ini aku tunda sampai kita disana!" Perintah Demang Yasa sambil beranjak keluar ruangan.Para sesepuh dan pejabat kademangan mengikuti
Baca selengkapnya

CP 7. Informasi

Mbok Yah keluar dari rumah dan membisikkan sesuatu ke telinga Demang Yasa. Dengan tenang lalu sang demang beranjak dari sana."Ki Nambi, Ki Tarso, Darwis, ikut aku masuk ke dalam. Sisanya tetap disini, kita bahas lagi setelah ini." Perintah sang demang kepada para pengikutnya.Keempat lelaki segera masuk ke dalam rumah, mengikuti sang wanita paruh baya.Di dalam bilik, wanita hamil itu tengah menangis tersedu sedu. Matanya sayu, dan tubuhnya sedikit menggigil. Tangannya tak henti menghapus air mata yang terus keluar.Kondisi wanita itu sudah mulai membaik dari sebelumnya. Tubuhnya penuh dengan balutan kain, sepertinya luka di tubuhnya sudah diobati, tercium dari bau ramuan tanaman obat yang sangat khas. Dia sudah diberi pakaian ganti yang lebih bersih.Mbok Yah melirik kearah sang demang, kemudian mengangguk. Seakan diberi kode, sang demang perlahan mendekati wanita muda itu. Di lantas duduk bersila dihadapan sang wanita."Nak, saya Demang Yasa, p
Baca selengkapnya

CP 8. Sebelum Penyerangan

Sambil menghela nafas, kini Demang Yasa mulai menemukan titik terang dari semua informasi yang dia dapat. Dia kini dapat menyimpulkan kenapa dan bagaimana para perampok Tanduk Api yang biasanya menyerang wilayah Gunung Rahastra bisa berada di wilayah Janti.Penyerangan yang selama ini dilakukan oleh para perampok itu tak lain tujuannya adalah untuk menemukan gulungan kitab itu. Karena mereka tidak tahu siapa yang mengambil gulungan tersebut, maka mereka mencurigai suami dari Rantini yang berpapasan di hutan. Disitulah awal mula mereka menyerang semua desa di dekat hutan."Nak Rantini, sekarang ananda sudah aman disini. Beristirahatlah dengan tenang, pulihkan tenaga dan pikiran. Istri demang, Nyi Aluh, sebentar lagi kemari untuk menemani ananda. Mbok Yah dan Mbah Kunti juga selalu disini untuk menemani ananda.""Terima kasih tuan demang." Rantini kini sudah mulai tenang.Setelah memberikan perintah dan pesan kepada Mbok Yah dan Mbah Kunti, Demang Yasa dan Darw
Baca selengkapnya

CP 9. Pertempuran Di Gerbang Desa

Demang Yasa mencoba untuk menahan amarah, dia tampak tenang."Ada apa dengan sikap kalian ini? Datang kemari dengan senjata penuh darah di tangan. Siapa yang tahu sudah berapa banyak yang kalian sakiti. Aku tidak tahu apa yang kalian maksud, dan aku harap kalian segera pergi dari sini! Kalian tidak diterima di sini!" Tegas sang demang."Hahaha... Tuan demang tidak usah mengalihkan pembicaraan. Saya harap tuan segera menjawab pertanyaan saya.""Kau berani mengancamku?""Cuih... Andaka, tak usah basa basi lagi. Langsung saja kita hajar mereka! Semakin cepat kita mendapat gulungan itu, semakin cepat pula kita pulang ke markas. Aku sudah tidak sabar ingin mencicipi para gadis yang sudah kita tangkap." Sela lelaki kelabu dibelakang sang lelaki gemuk.Mendengar hal itu wajah Demang Yasa kian memerah menahan amarah. Dalam hatinya semakin dingin, dia ingin segera menghajar para perampok itu. Namun disisi lain, kesadarannya terus mengingat para warga desa yang l
Baca selengkapnya

CP 10. Pertarungan Pemimpin

Sesaat Andaka dan anak buahnya mulai mundur, dari arah pepohonan muncul beberapa orang misterius yang segera datang mengepung pasukan Janti. Seorang lelaki kekar dengan bekas luka di pelipis mata berjalan ke arah Demang Yasa. Dia tertawa, dan tawanya sangat berat mengerikan."Kakak! Kau datang juga akhirnya. Sekarang si tua bangka ini bisa kita habisi bersama." Cicit Andaka."Hahaha... Memalukan sekali kau Andaka, hanya melawan satu orang tua saja sudah kewalahan. Sekarang menyingkirlah! Biar aku yang menghadapinya.""Baik kak." Andaka segera menyingkir, wajahnya memerah."Muncul juga sang kepala ular. Namamu Jalada kan? Sekarang rasakan seranganku ini!" Teriak Demang Yasa.Tanpa pikir panjang Demang Yasa langsung menyerang Jalada, sang pemimpin perampok Tanduk Api. Pedangnya mengarah tepat ke perut Jalada, siap menyobek kulit dan dagingnya.Dengan segenap tenaga Jalada berusaha menghindari serangan itu. Lantas dikeluarkannya sebuah golok dari sar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status