Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / CP 3. Perkelahian Diatas Gerobak

Share

CP 3. Perkelahian Diatas Gerobak

Wanita hamil itu terus saja ditendangi tanpa ampun oleh sang lelaki berpakaian kelabu. Makian terus saja terucap, berbarengan dengan suara teriakan kesakitan si wanita.

Sang pengemudi gerobak agak menoleh ke belakang, keningnya mengernyit.

Melihat kondisi sang wanita hamil, wajah lelaki itu memerah. Kemarahannya memuncak melihat sang wanita terus ditendangi tanpa ampun.

Beberapa saat dia menghela nafas, matanya sedikit terpejam. Dia berusaha mengontrol amarahnya.

Saat matanya terbuka, dengan cepat dia langsung mengikat tali kemudi kuda pada pegangan gerobak. Lalu tanpa suara dia berdiri dan melompat ke belakang.

'Wooosh....'

Sambil melompat sang lelaki itu melancarkan tendangannya kearah sang lelaki kelabu.

Melihat serangan itu, sang lelaki kelabu melompat kecil ke belakang, berusaha menghindari tendangan sang pengemudi gerobak. Seakan sudah diduganya bahwa akan ada serangan itu, dia sangat lihai menangkis kaki sang penyerang.

Sang lelaki kelabu mengambil kuda kuda sebentar, lalu berbalik dia melancarkan serangan pukulan ke arah sang pengemudi gerobak.

Agak kesusahan sang pengemudi gerobak menahan pukulan sang lelaki kelabu. Dari satu serangan saja tangannya sudah kesakitan dan gemetar menahan pukulan itu. Tenaga dalam dari sang lelaki kelabu tampaknya cukup tinggi.

Beberapa saat pukulan itu diterima, sang pengemudi gerobak tidak tinggal diam. Walau tubuhnya kesakitan, dia masih sangat fokus melancarkan serangan kedua. Kaki sang pengemudi gerobak memecut ke depan.

Agak kaget sang lelaki kelabu melihat serangan kedua itu. Dia tidak menyangka serangan bertenaga dalamnya mampu ditahan, apalagi melakukan serangan balik seperti itu.

Sepersekian detik pikiran lelaki kelabu melayang kemana mana, kaki sang pengemudi gerobak sudah sampai di perutnya.

Rasa sakit yang cukup kuat memaksanya untuk kembali fokus ke pertarungan. Tampak kelimpungan sang lelaki kelabu terdorong ke belakang. Dia hampir jatuh dari gerobak kalau saja tidak segera berpegangan pada pinggir gerobak.

Walaupun dia berhasil melayangkan serangan telak ke tubuh sang lelaki kelabu, namun sang pengemudi gerobak yang sudah terluka sebelumnya juga tampak kesakitan. Karena gerakan gerakannya tadi, luka di perutnya tampak semakin parah. Bercak merah semakin meluas tercetak di kain penutup lukanya.

Dengan raut wajah kesakitan, lelaki itu agak membungkuk menahan rasa perih di perutnya. Tangan kirinya bertopang pada lutut kiri, sementara tangan kanannya meraih sebuah keris kecil yang tertancap di samping tempat kemudi gerobak.

Sementara itu sang wanita yang hampir kehilangan kesadarannya karena rasa sakit yang amat parah, berusaha merangkak mencari posisi aman dibalik peti kayu di ujung belakang gerobak.

"Hahaha... Pak tua, menyerah sajalah! Kalian pasti akan mati disini. Berikan saja gulungan itu dan matilah dengan cepat!" Sambil tertawa nyaring, sang lelaki kelabu melepaskan golok dari sangkur di pinggangnya.

Berdiri diatas gerobak, sang pengemudi gerobak mencoba kembali mengatur nafas. "Kau pikir kami takut kepada manusia berhati kotor macam kalian?" Tegasnya.

"Walaupun aku mati, tapi aku akan ikut menyeretmu ke dalam kematian!"

"Percuma saja kau melawan, kami gerombolan perampok Tanduk Api sudah pasti akan mendapatkan gulungan itu." Ujar sang lelaki kelabu yakin. Di belakangnya, rombongan berkuda masih saja terus mengejar.

"Kalian tidak akan pernah bisa mendapatkan gulungan ini. Sebentar lagi gerobak ini akan tiba di wilayah Kademangan Janti!".

Sambil berteriak, sang lelaki pengemudi gerobak mencoba menyerang kembali sang lelaki kelabu. Dihunuskan kerisnya ke dada sang lelaki kelabu, namun dengan mudah sang lelaki kelabu menghindar.

Sambil menghindar, sang lelaki kelabu dengan beringas mengayunkan goloknya berusaha menebas dada sang lelaki pengemudi gerobak.

Cepat saja sang pengemudi gerobak menunduk menghindari tajamnya ayunan golok. Sambil sedikit condong ke depan dia menusuk kearah perut sang lelaki kelabu.

Naas, ternyata lelaki kelabu sudah menunggu serangan itu. Sedikit saja sang lelaki kelabu melompat. Keris itu menembus celah paha sang lelaki kelabu.

Dengan sedikit usaha, dia cepat saja menjepit pergerakan lengan sang pengemudi gerobak dengan pahanya. Lalu dengan gerakan agak memelintir, keris yang berada di tangan sang pengemudi gerobak pun terjatuh, berbarengan dengan teriakan kesakitan.

Melihat lawan yang sudah tak bersenjata, lelaki kelabu semakin buas. Golok yang dipegangnya terangkat ke atas, bersiap menebas kepala sang pengemudi gerobak.

Sekali ayun dengan kecepatan tinggi golok itu berusaha membelah kepala sang pengemudi gerobak.

Menyadari sudah tak ada jalan keluar lagi, lelaki pengemudi gerobak tahu ajalnya hampir tiba. Wajahnya tampak mulai tenang, tiba tiba reflek dia memiringkan kepalanya sambil sedikit condong ke samping. Tampak bahwa daya hidupnya masih sangat tinggi.

Golok maut itu tidak berhasil menebas tepat di kepala sang pengemudi gerobak. Senjata itu hanya berhasil dihindari dan melukai pundak hingga terhenti saat tertahan oleh tulang. Namun begitu, dengan luka separah itu sudah dipastikan bahwa sang pengemudi gerobak tidak akan bertahan hidup lebih lama lagi.

Darah yang mengucur deras membasahi pakaian serta ujung golok yang masih menempel di pundak. Dengan sedikit kesadaran tersisa, sang pengemudi gerobak tiba tiba saja memeluk dan mendorong lelaki kelabu ke samping.

Tidak menyangka akan mendapat perlawanan seperti itu, lelaki kelabu terdorong ke samping. Lalu sambil masih dipeluk oleh sang pengemudi gerobak, keduanya terjatuh dari gerobak.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status