Beranda / CEO / Terpaksa Menikahi CEO / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab Terpaksa Menikahi CEO: Bab 91 - Bab 100

159 Bab

S2 : 57. Kesalahpahaman Terpecahkan

Clara mengirimkan beberapa foto pada Rio, berusaha mempovokasi pria itu. Tampak gambar Monika yang hanya mengenakan bikini, berdiri di pantai sambil melambaikan tangan. "Itu bukan aku," bela Monika, menyangkal bahwa gambar itu bukan dirinya. "Apa buktinya?" Hati kecil Rio tidak percaya itu Monika, tapi logikanya tidak bisa meyakinkah jika foto itu hanya fiktif. Monika masih sibuk menggulirkan jemarinya ke atas dan ke bawah, mencari bukti bahwa gambar itu memang bukan dia. Meski sudah mengatakan bahwa dia tidak pernah pergi ke pantai sejak usia sepuluh tahun, tapi tidak ada buktinya. Rio belum juga percaya. "Sweety," panggil Rio, memperhatikan wajah wanitanya lekat-lekat. "Tidak masalah jika kamu jujur padaku. "Ah, ketemu!" seru Monika, mengabaikan kalimat terakhir yang suaminya ucapkan. Dia sudah mendapatkan titik terang yang bisa membuktikan bahwa bukan dia yang ada di gambar itu. "Aku yakin ini hanya editan saja." Rio tak langsung me
Baca selengkapnya

S2 : 58. Pertengkaran Kecil

"Sepertinya aku benar-benar jatuh cinta padamu. Apa kamu juga jatuh hati padaku?" Rio menatap Monika yang tengah sibuk mengeringkan rambutnya.Tak ingin membuka mulutnya, gadis bersurai kuning kecokelatan itu mengendikkan bahu."Hey, ayolah. Katakan kamu juga mencintaiku," pinta Rio sedikit memaksa. Dia meletakkan kedua tangannya di pinggang ramping Monika. "Katakan padaku tentang perasaanmu."Monika menunjukkan senyum simpulnya. Sifat pemaksa Rio ternyata bisa terlihat lucu juga, berbeda dengan paksaan yang dia tunjukkan dua minggu yang lalu saat mereka pertama kali bertemu."Sweety," panggil pria yang kini meraih tangan wanitanya, membiarkan alat pengering rambut itu teronggok di pangkuan."Hmm?""Lanjutkan omelanmu yang tadi," pintanya dengan senyum terkembang."Omelan apa?" Monika tidak tahu apa yang suaminya ini bicarakan. Apa dia sedang mengomel sebelumnya? Dia bahkan lupa."Ah, kenapa kamu mudah sekali melupakannya?" Kal
Baca selengkapnya

S2 : 59. Pasangan Romeo dan Juliet

Devan mendatangi kamar kost Monika, berharap mantan kekasihnya itu ada di sana. Dia sungguh merindukan Monika, ingin menebus semua kesalahannya selama ini. Dia menyesali perbuatannya selama ini, yang berani bermain api dengan Lisa. Dan sekarang, baik Monika maupun Lisa, dua orang itu tak ada yang terlihat sama sekali, seolah keduanya menghilang ditelan bumi. Dengan langkah cepat hampir berlari, pria berkacamata kotak itu menyusuri jalanan di depannya. Dia seperti tidak ingin membuang waktu satu detik pun untuk sampai ke studio tempat temannya berada. "Bagaimana? Kamu sudah memperbaikinya?" tanya Devan, menatap pria di depannya dengan pandangan penuh tanda tanya. "Bukan hal yang besar. Layarnya memang retak di banyak tempat, sepertinya Monika membanting ponselnya dengan keras. Tapi semua data aman. Tidak ada yang rusak sama sekali. Hanya kehabisan daya saja." Pria dengan kaus hitam itu menyerahkan ponsel milik Monika yang Devan temukan di lantai pagi i
Baca selengkapnya

S2 : 60. Menangis Tanpa Suara

Monika yang tak ingin menanggung malu karena menjadi pusat perhatian orang-orang di taman bermain, memilih pergi tanpa berpikir kemana arah langkah kakinya. Akibatnya, ia tidak tahu dimana keberadaan mereka saat ini.Wanita bersurai panjang itu menatap sekeliling, namun tak mendapati satu petugas pun di sekitar mereka. Sepertinya ini bagian belakang taman bermain yang tak terpakai lagi, bahkan mungkin tak pernah terjamah oleh pengunjung manapun."Apa yang harus kita lakukan?" tanya Rio, menggoda wanita yang kini berdiri tiga langkah di depannya.Monika bungkam. Dia tidak bisa berkomentar apapun. Ini murni kesalahannya. Dia terlalu buru-buru, tidak ingin menjadi pusat perhatian lagi. Tapi, dia juga tidak yakin harus bagaimana."Sweety," panggil Rio, mencoba membuat wanita itu semakin panik."Diamlah!" tukas Monika dengan nada jengkel.Wanita ini buta arah, sama sekali tidak tahu jalan mana yang tadinya mereka lalui. Lurus, ke kanan, atau ke k
Baca selengkapnya

S2 : 61. Sakit Tapi Tak Berdarah

Tangis Monika mereda, beberapa menit setelah Rio mendekapnya dengan erat. "Sweety," panggil Rio, menyodorkan satu cup es krim rasa vanilla untuk Monika. Wanita itu duduk diam di atas bangku kayu sambil memainkan jemarinya. "Untukmu." Dengan senyum yang dipaksakan, Monika menerima pemberian suaminya. "Terima kasih," lirihnya hampir tak terdengar. Rio tak mempermasalahkan hal itu. Dia segera duduk di samping Monika, menggenggam tangan kiri wanita itu yang terbebas di atas pahanya. "Aku tidak tahu apa rasa kesukaanmu. Jadi aku memilih vanila. Atau kamu mau yang coklat?" Rio menawarkan es krim di tangannya. "Tapi aku sudah mencicipinya," canda pria itu, coba berkelakar. Monika mengangkat satu sudut bibirnya, merasa sedikit tergelitik dengan candaan Rio yang sama sekali tidak lucu. Pria ini memiliki sense humor yang rendah, sama dengannya. "Aku tidak bisa menghibur wanita, tidak bisa melucu, tidak bisa bersikap lembut. Hanya bisa me
Baca selengkapnya

S2 : 62. Kencan Pertama dan Terakhir

"Ayo naik," ajak Rio, mengulurkan tangannya, meminta Monika segera masuk ke atas salah satu wahana permainan yang berbentuk seperti kapal bajak laut.Sesaat wanita berdarah Indonesia - Inggris itu tampak ragu. Tidak ada satu pun pengunjung yang ada di sana. Hanya mereka berdua. Keduanya datang terlalu awal, tidak ada orang yang datang sepagi ini untuk kencan di taman bermain."Ayo." Rio menarik tangan Monika dengan sedikit paksa, membuat wantia itu hampir terjerembap jika Rio tidak segera meraih pinggang rampingnya.Wajah tak suka segera terlukis di paras ayu itu. Dia tidak suka jika Rio memaksakan kehendaknya seperti barusan."Hey, ada apa dengan wajahmu? Kenapa murung?" Rio meraih dagu istrinya, meminta wanita itu untuk menatapnya.Monika segera menepis tangan Rio, menggeser duduknya satu jengkal lebih jauh dari Sang Suami."Hey, ada ap--""Diamlah. Dasar cerewet!" maki Monika, semakin sebal karena Rio begitu banyak bicara. Lama-lam
Baca selengkapnya

S2 : 63. Kencan yang Sempurna

Gondola warna merah tempat Rio dan Monika berada semakin naik ke atas, menampilkan pemandangan kota Tokyo dari ketinggian."Sweety, itu Tokyo tower." Rio menunjuk menara setinggi 333 meter yang berdiri kokoh di tempatnya. Bangunan tinggi itu salah satu tujuan utama wisata di Tokyo yang banyak dikunjungi turis asing saat melancong kemari.Monika menoleh, mengarahkan pandang pada tempat yang Rio tunjukkan. Menara itu terlalu jauh dari mereka, tidak terlalu jelas seperti apa penampakannya."Kamu mau ke sana?" tanya Rio, menatap kedua manik mata istrinya. Dia menggenggam punggung tangan istrinya dengan penuh cinta."Terserah," jawabnya pasrah sambil mengangkat bahu.Monika sama sekali tidak memiliki ide apapun tentang kencan mereka hari ini. Pikirannya penuh, berisi pernyataan Rio sebelumnya. Dia mengatakan kalimat-kalimat yang terdengar aneh, bahkan menyinggung tentang perceraian. Apa maksudnya?"Baik. Aku akan pesan tiket masuk ke sana nanti m
Baca selengkapnya

S2 : 64. Haruskah Kita Berpisah?

Langit gelap seluruhnya. Bintang gemintang menghiasi angkasa saat Rio dan Monika memasuki kamar sebuah hotel mewah. Aroma citrus yang menyegarkan seketika tertangkap indera penciuman keduanya. "Huahh... Akhirnya bisa istirahat juga," tukas Monika, merebahkan diri di atas ranjang empuk yang dijumpainya. Dia memejamkan mata, mengambil napas dalam-dalam untuk memenuhi rongga dadanya dengan oksigen. Rio menutup pintu di belakangnya, menatap Monika dari kejauhan. Raut wajah pria itu terlihat tidak senang, seolah memikul beban berat di pundaknya. Tapi, Monika tidak menyadari hal itu. Dia terlalu lelah setelah berkencan seharian dengan Rio. "Mau mandi dulu?" tanya Rio, menawarkan Monika untuk memakai ruangan untuk bersih-bersih di sebelah kanan mereka. Monika menggeleng. "Aku lelah. Nanti saja." Rio mengangguk sekali. Dia tidak berkomentar apa-apa lagi. Punggungnya menghilang di balik pintu, meninggalkan Monika seorang diri. "Ada apa denganny
Baca selengkapnya

S2 : 65. Situasi Tak Terkendali

-Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta Seorang wanita bersurai pirang berjalan dengan menarik koper hitam di tangannya. Wajah cantiknya terlihat muram, langkah kakinya tak bersemangat sama sekali. Beberapa orang yang datang dengan pesawat yang sama dengannya tampak berjalan mendahului, melalui pintu kedatangan penerbangan internasional. "Nona?!" panggil Maria, melambaikan tangannya di udara. Senyum yang semula terukir di wajah tirusnya, kini menghilang seketika. 'Nona pulang seorang diri?' batin wanita berpakaian serba hitam yang kini menghadang langkah kaki wanita yang sedari tadi ia tunggu-tunggu. Dengan sigap, dia segera mengambil alih barang bawaan Monika. "Izinkan saya membawakannya untuk Anda." Tanpa kata, Monika tak tahu harus apa. Dia menutup mulutnya rapat-rapat dengan raut wajah penuh luka. "Anda baik-baik saja?" tanya Maria, mendapati nonanya tak segera masuk ke dalam mobil begitu ia membukakan pintunya. "Aku bukan
Baca selengkapnya

S2 : 66. Rencana Besar Terungkap

Leo duduk dengan gelisah di depan Hans Dirgantara, pendiri sekaligus pemegang saham tertinggi perusahaan ini. Dia adalah ayah kandung Rio, CEO sebelumnya.Hans membaca stopmap di depannya. Pria yang selama lima tahun terakhir menjalani pengobatan di Singapura itu, kini tampak sehat dengan tubuh segar bugar. Tidak ada satu mili pun racun di dalam tubuhnya. Pihak rumah sakit berhasil mendetoksifikasi tubuhnya."Jadi, dia tahu aku akan kembali? Itu sebabnya dia kabur mencari ibunya?" Suara dingin dan tajam Hans menggema. Dia bertanya pada Leo, tangan kanan putra semata wayangnya."Be-benar, Tuan." Leo tidak bisa menyembunyikan rahasia yang selama ini tersimpan dengan baik di kepalanya. Kali ini, rencana besar Rio harus terungkap."Ceritakan padaku semuanya. Dari awal hingga akhir." Hans menyilangkan kakinya, membuat satu paha ada di atas paha lainnya. Dia menyandarkan punggung ke belakang, siap mendengarkan seluruh penuturan asisten pribadi yang tergolong ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
16
DMCA.com Protection Status