Home / Romansa / Jodoh untuk Aira / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Jodoh untuk Aira: Chapter 1 - Chapter 10

22 Chapters

Chapter. 1

Aku berharap bisa menikah di penghujung tahun ini. Sayangnya, Ayah sudah merencanakan perjodahanku sekarang juga. Bahkan rencana ini sudah diatur jauh sebelum-sebelumnya entah kapan aku tak tahu persis. Alasannya sederhana, orangtuaku bilang, menikah itu lebih baik disegerakan, tidak baik jika ditunda-tunda. Sialnya, aku sama sekali tidak kenal dengan laki-laki pilihan Ayah, katakanlah menantu idamannya yang selama ini ia inginkan. Seandainya yang dijodohkan itu pacarku sendiri, jangankan besok atau lusa, hari ini pun aku bersedia dikawinkan dengannya. Pacarku, Hyun Joon, seorang seniman jalanan yang kukenal tiga tahun lalu. Perkenalan yang cukup singkat memang, tapi karena merasa banyak kesamaan dan sudah saling nyaman satu sama lain, akhirnya kami menjalin hubungan lebih serius. Aku berharap, Ayah mau menerima kekasihku itu bila ia datang melamar sebelum acara perjodohan sialan itu terjadi. Pagi ini aku nekat menemui Hyun Joon, di lokasi tempat biasa ia melukis bersama para senim
Read more

Chapter. 2

Sial! Dewa? De-wa? Siapa dia? Ah, masa bodoh dengan laki-laki itu, aku sudah membayangkan penampilannya tak jauh dari Ayah, seragam formal khas laki-laki kantoran. Pikirannya hanya ada berkas dan dokumen, atau hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan bisnis, itu semua membuat kepalaku pening. Aku berjalan lemas kembali mendekati Hyun Joon. Kekasihku itu menatap penasaran. "Ada apa?" "Aku disuruh pulang. Ada sesuatu yang perlu dibahas. Aku pulang dulu, ya," jawab serta pamitku membuat dahinya mengerut. Hyun Joon segera berdiri dan menggenggam tanganku erat, kami berjalan keluar dari tempat itu menuju lokasi parkir setelah pamit pada Om Johan dan teman-temannya. "Apapun yang terjadi, kabari aku, ya," pesan Hyun Joon, kedua tangannya menyusup di antara pipi dan leherku. Matanya terpejam, perlahan bibir tipisnya mengecup keningku lembut. Oh, Tuhan. Aku mencintai laki-laki ini. Sungguh! Hyun Joon membuka mata lalu menyunggingkan senyumnya, senyum yang nyaris membuatk
Read more

Chapter. 3

"Aira?" Terdengar suara Ibu memanggil, sejurus aku menghentikan mimik konyolku dan menoleh pada Ibu. Malu.Oh, Tuhan, tidak hanya ibu, tapi ayah dan kedua orang tua Dewa ternyata sejak tadi memperhatikanku. Ujung mataku mencuri pandang ke arah Dewa. Sialan! Ia bersikap layaknya pemuda sopan dan ... sok cool!"Dewa, jangan buat Nak Aira kesal, dong. Kamu itu kan calon suaminya," celetuk Bu Nugroho pada Dewa. Wanita itu terdengar sangat anggun, seanggun penampilannya yang masih terlihat cantik di usianya saat ini. Aku menyukai warna bibirnya. Merah muda keunguan sangat serasi dengan warna kebaya yang ia pakai. Sama cantiknya dengan kebaya dan sanggul kecil ibu, aku pikir mereka tidak hanya satu selera soal masakan, tapi juga soal penampilan.Dewa hanya melengos saat mendengar teguran dari ibunya, muka jutek terus ia pamerkan padaku tak ada bedanya dengan anak perempuan sedang PMS. Namun bukan sikap laki-laki itu yang membua
Read more

Chapter. 4

[Aku sudah ada janji dengan kekasihku. Maaf] Aku mengirim pesan penolakan. Berharap ia bisa mengerti.Bukankah Dewa tidak suka dengan perjodohan ini? Lalu, kenapa mengajakku bertemu? Aneh.[Kalo gak mau, gua samperin ke rumah lo, dan bilang ke bokap lo ... kalau gue ditolak]What??Gila, kenapa Dewa senekat itu? Benar-benar kekanakan![Dengar, Dewa yang terhormat. Kekasihku akan datang kerumah untuk bertemu ayah. Ia akan melamarku!"] Mati dia! Biar tahu bahwa aku tak sudi dijodohkan dengannya. Lihat saja, Dewa akan tersadar saat melihat ayah menerima Hyun Joon.Rupanya Dewa masih keras kepala. [Ayah lo udah janji ke gua, kalo dia gak bakal nerima cowok lain selain gua. Lagian, belum tentu lamaran cowok lo itu bisa langsung disetujui, kan?]Jari-jari tanganku mengcengkram ponsel di tangan dengan geram. Bibir ikut komat kamit mengutuknya. Kau lihat? Sikapny
Read more

Chapter. 5

     Pucuk dicinta ulam tiba, penantianku berujung bahagia. Aku mendengar sebuah mobil memasuki halaman rumah, tepat pukul 7 malam. Segera aku menghambur keluar, melihat siapa yang datang.   Hyun Joon!    Aku menarik napas panjang dan terus mengucap syukur. Perdebatan kecil dengan ayah beberapa menit lalu masih sedikit menyisakan sesak. Namun kini terasa sudah lebih baik saat melihat senyum Hyun Joon setelah keluar dari mobil. Ia mendekat ke arahku.    "Apa kabarmu, Aira?" sapa laki-laki yang kulihat berpenampilan rapi di hadapanku, ia terlihat berbeda dari biasanya. Hyun Joon nampak lebih keren.    "Lebih baik. Bagaimana denganmu, Hyun?" tanyaku pelan, manik mataku terus menatap wajah putih bersih Hyun, mata cokelat kebiruan, hidung mancung dan bibir sensual sungguh terlihat sempurna.    "Sangat
Read more

Chapter. 6

   Air mataku sudah mengering, aku tersadar saat mendengar dering ponselku berbunyi. Mataku mengerjap-ngerjap, kulihat jam dinding menunjukkan pukul 02:20 dini hari.      Rupanya aku tertidur setelah menumpahkan semua sesak dan sesal dalam rongga dada.     Aku meraih ponsel di atas meja rias, dan kembali membaringkan tubuh di atas kasur. Penasaran, siapa yang menelepon sepagi ini.    "Salsa?" Aku membekap mulut.     "Ra, dari mana aja, atuh?? Baru angkat telepon Salsa." Suara manja Salsa terdengar merajuk.     Oh, ya Tuhan! Aku baru ingat kalau Salsa kusuruh menemui Dewa jam 7 malam di Avec Moi. Bagaimana dengan kencan kejutan mereka?    "So-sorry, Sa," ucapku serak.     "Kamu kenapa, Ra? Sakit, yah?" tanya Salsa khawatir. Ah, paling dia cuma basa-basi.
Read more

Chapter. 7

     Kulaju mobil dengan kecepatan tinggi, melesat menembus angin dan panasnya terik matahari. Setelah pamit pulang pada Om Johan. Aku ingin cepat sampai ke tempat di mana aku bisa seluasa membaca surat dari Hyun Joon. Pantai adalah satu-satunya tujuan. Lama kaki ini tidak menyentuh pasir dan bui ombak.Kepergian Hyun sudah menyempurnakan rasa sakitku. Mungkin, bisa saja aku mati secara perlahan karena jeratan rindu.Perjalanan berjam-jam dari kontrakan pinggir kota di mana Hyun pernah tinggal bersama teman-temannya, kini aku sudah sampai di tempat tujuan.Pantai yang indah.Tetapi keindahan itu terlihat biasa saat ini. Tak seindah dulu saat aku dan Hyun berlari menerjang ombak, saling melempar pasir di antara embusan angin dan gelak tawa.Aku bertelanjang kaki menyusuri pantai, meninggalkan jejak kaki di atas pasir yang tersapu omba, bui-buinya mencium kaki, menggelitik geli.
Read more

Chapter. 8

   Beberapa hari setelah perbincangan di meja makan itu, sesuai janji Ayah, tanggal pernikahanku dengan Dewa sudah ia diskusikan dengan keluarga calon besan. Aku hanya pasrah, kukatakan berulangkali pada Ayah jangan lagi bertanya soal tanggal dan sebagainya, aku tak ingin direpotkan hal semacam itu. Hari ini, besok, lusa, atau kapanpun aku siap. Asal Ayah bahagia aku menikah dengan Dewa.   Tidak hanya Ayah, Dewa pun terdengar ceria saat ia meneleponku.  "Gua nggak nyangka lo akhirnya mau nikah sama gua." Suara Dewa penuh percaya diri yang tinggi.  Orang stress!  "Gua masih inget waktu lo ngancam gua soal perjodohan kita. Gampang banget lo nyerahnya. Hahaa." Lagi lagi dia membangkitkan emosiku.   Aku sudah tak tahan untuk terus diam mendengar ocehannya. "Ter-se-rah!"   Tanpa menunggu respon, sambungan sudah kumat
Read more

Chapter. 9

     Aku nyaris kehilangan fokus saat menyetir mobil saat perjalanan pulang, hubungan Dewa dan Salsa sangat menggangguku. Entah, sampai di mana keakraban mereka, yang jelas aku bisa melihat dari sorot mata gadis yang berprofesi model itu ada rasa kagum pada Dewa. Aku paham betul, bagaimana rona wajahnya ketika jatuh cinta."Salsa ngak bakal peduli sama cowok kalau Salsa gak suka." Salsa pernah mengatakannya padaku setahun lalu, saat ia mengacuhkan Mas Doni, seorang fotografer yang berpenampilan necis.Malam ini, aku melihat kepedulian Salsa terhadap Dewa, ia nampak cemas dan khawatir. Hanya saja rasa itu sedikit tertutup.Sialan! Kenapa aku terus memikirkan Dewa dan Salsa. Apa aku mulai menuntut kesetiaan Dewa karena akan jadi suamiku nanti? Benarkah begitu? Hahaa. Ini gila!Aku tergelak, sudah lama aku kehilangan sensasi rasa cemburu. Selama berpacara dengan Hyun Joon, seniman k
Read more

Chapter. 10

"Aira." Suara Ibu terdengar cemas dalam telepon, "Kamu di mana, Nak?""Ibu ... aku sedang bersama Dewa sekarang. Kami perlu bicara mengenai pernikahan nanti," jelasku pada Ibu, benar saja kudengar ibu menghela napas lega."Yah, Aira lagi sama Dewa," adu Ibu berbisik pada Ayah. Biasanya Ibu dan Ayah memang sering berbincang sebelum tidur di teras rumah."Baguslah, Bu. Mereka pelan-pelan harus saling mengenal." Suara Ayah membuatku sedikit menahan napas."Bu, sudah dulu, ya. Kecup sayang buat Ibu." Aku mematikan sambungan telepon setelah mendengar Ibu membalas kecup sayang dariku. Sejak kecil hingga saat ini, kebiasaanku sering mengabari Ibu setiap terlambat pulang tak pernah berubah.Tak lama aku melihat Dewa keluar dari pintu caffe dengan membawa napan makanan, bibirnya tersenyum ke arahku.Dasar bucin!Aku melempar pandangan ke lain arah, berpura-pura ti
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status