“Dwi belum pulang?” tanya Erika lemas, ditiupnya cairan di dalam cangkir itu. “Belum.” Aku menggeleng. “Dua hari ini anak itu kelayapan sampai malam,” komentarnya kemudian menyesap teh di dalam cangkir. “Sebenarnya kamu mengkhawatirkan Dwi, kan?” Erika nyaris tersedak, entah karena teh yang masih panas atau mendengar pertanyaanku. Sejurus kemudian, dia mengelap bibir yang belepotan dengan lengan baju. “Sebaiknya kamu tidur, biar aku yang nungguin Dwi.” Aku mengambil cangkir di tangan Erika, meletakkannya di atas meja rias. Membaringkan tubuh istriku kemudian menutupinya dengan selimut. “Selamat istirahat, Sa-, maksudku Kak.” Membiarkan Erika beristirahat dengan harapan besok dia kembali fit untuk rapat direksi, aku meninggalkannya ke ruang tamu dan berbaring di sofa. Kulirik jam dinding yang sudah menunjuk angka sembilan kurang lima belas menit. Dwi tak kunjung pulang.
Baca selengkapnya