Home / Romansa / Dengan Lembut / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Dengan Lembut: Chapter 1 - Chapter 10

12 Chapters

Bagian Satu

Pintu kaca yang tertutup itu terbuka kasar dan menampakan sosok lelaki yang berjalan masuk dengan cepat. Bela menatap lelaki itu penuh rasa penasaran dan heran tapi tidak untuk kedua rekan kerjanya yang menegang.Dina, salah satu rekan kerjanya, yang duduk di sebelahnya bahkan terlihat meneguk ludah dan tangannya gemetar."Siapa yang membuat nota pembelaan Paladin Palace?" Suara bariton khas milik lelaki itu membuat Bela sedikit terkejut. Suaranya itu lugas, berat dan memberi kesan seksi.Semua pujian itu sayangnya tidak menutup amarah yang bergejolak disana. Keadaan semakin menegang ketika lelaki itu melempar berkasnya ke lantai. Saat itulah Bela menyadari betapa seriusnya keadaan ini."S-saya, pak." ujar Dina, sambil menyembunyikan tangannya yang gemetar ke bawah meja.Kepalanya tertundung dan bahunya turun. Dina menarik napas lalu menghembuskannya lembut berusaha menenangkan diri. Bela bisa melihat di bawah meja, Dina mencengkram roknya kuat.
Read more

Bagian Dua

"Aku bisa pulang sendiri."  "Rumahmu berjarak satu setengah jam perlajanan dari sini." Bela memutar bola matanya. "Bukan berarti aku tidak bisa pulang sendiri, 'kan?" Yoga menoleh ke arah Bela dan mendengus. "Tidak salah juga jika kau bisa pulang lebih cepat dari biasanya, 'kan?" nada bicaranya mengikuti bagaimana Bela tadi berbicara. Jelas sekali kalau dia sedang mengolok Bela. Matanya menatap Yoga geram. "Setidaknya lepaskan tanganku dulu. Aku kesulitan berjalan." keluh Bela yang tersandung beberapa kali karena harus mengikuti tempo langkah kaki Yoga. "Kau ingin kabur dariku." Mulut mungil Bela terbuka tidak percaya. Dia kehabisan kata-kata. Perkataan Yoga itu memang Benar. Kesan pertamanya yang tidak baik dimata Bela membuatnya ingin menjauhi lelaki yang sebenarnya sudah dikenal Bela selama dua tahun belakangan ini. "Wajahmu menunjukan semuanya." tambah Yoga seolah tahu apa yang ada dipikiran Bela dan itu membuanya meri
Read more

Bagian Tiga

Tidak tahu apa yang ada dipikirannya ketika Yoga menyetujui ajakan Sean untuk membebaskan diri di akhir pekan membuatnya duduk di salah satu deretan meja yang ada di kelab malam.Suara musik yang kencang dan cahaya lampu redup bermandikan lampu disko, lantai dansa yang penuh dengan orang bergeliat dan menempelkan diri kepada satu sama lain seolah tidak ada hari esok membuat Yoga merasa pusing.Tempat ramai seperti ini bukan tempat yang Yoga sukai. Selain bising, dia tidak suka bagaimana wanita-wanita itu memandangnya seolah dia santapan lezat bagi mereka. Seperti wanita dengan terusan ketat sepanjang paha berwarna silver itu. Dia sudah mondar mandir di depan meja Yoga berkali-kali tapi Yoga tidak peduli padanya.Sekarang wanita itu tengah berliuk seksi di lantai dansa tepat di depan meja Yoga berusaha menarik perhatian lelaki itu.Yoga melirik perempuan itu dengan jijik. Dia pikir Yoga akan tertarik kepadanya dengan memamerkan tubuhnya sepert
Read more

Bagian Empat

Bela menatap frustasi tumpukan hadiah yang kembali datang tadi sore. Dia tidak mengerti bagaimana cara kerja otak Yoga. Bela rasa sikapnya sudah sangat jelas ketika mengembalikan hadiah yang Yoga berikan sebelumnya tapi kenapa lelaki itu malah mengiriminya hadiah lagi dan kali ini lebih besar, bentuk dan harganya. Dengan ujung jarinya, Bela menyentuh tutup kotak itu  untuk mengintipnya dengan enggan. "Aku tidak tahu kalau kau punya phobia terhadap barang malah." ejek Jiah yang meihat kelakuan aneh Bela. Merasa malu dengan kelakuannya, Bela berdeham dan menetralkan ekspresi wajahnya.  "Aku tidak phobia kepada barang-barang itu!" belanya sambil menunjuk kotak hadiah itu dengan dagu. "Orang akan mengataimu gila jika kau phobia pada barang bagus seperti itu." sindir Jiah yang membuat Bela kembali diam. Oke, dia memang tidak mungkin menang beradu mulut dengan Jiah. Tidak mau membalas Jiah lagi, Bela memilih membuka kotak h
Read more

Bagian Lima

Dengan rambut yang diikat asal dan tubuh berbalut kaos serta celana jeans, Bela datang ke kantor polisi. Napasnya tersengal dan pipinya memerah karena kelelahan berlari secepat yang dia bisa untuk datang ke sana.Setelahnya semua prosedur berjalan begitu cepat dan Bela tidak begitu mengerti hingga akhirnya dia bisa membawa Yoga keluar dari kantor polisi. Kini keduanya berdiri di depan kantor polisi dan Bela masih mengatur napasnya. Selama di dalam karena ini pertama kalinya bagi Bela, dia gugup dan jantungnya berdegup dengan kencang. Sekarang setelah semuanya berlalu, Bela bisa bernapas dengan lega dan tubuhnya lebih santai."Sebenarnya kenapa kau berkelahi dengan orang itu?" tanya Bela sambil merapikan rambutnya yang berantakan karena berlari tadi. Polisi tidak menjelaskan ini kepada Bela secara detail. Dia hanya tahu Yoga berkelahi dan memiliki beberapa luka di wajahnya yang membuat Bela merasakan nyerinya juga."Karena dia menyebalka
Read more

Bagian Enam

"M-maaf." Ingin rasanya Bela memukul mulutnya sendiri. Bela pernah dengar mengenai ayah Yoga yang berselingkuh.  Waktu itu mereka membahas nama tokoh dalam cerita mereka dan Yoga menolak nama tokoh yang Bela sarankan dengan alasan nama itu sama dengan nama selingkuhan ayahnya.  Saat itu Bela tidak terlalu memikirkan ucapan Yoga dan langsung mencari nama lain walau dia merasa nama itu sangat cocok dengan tokoh mereka.   "Bukan masalah. Ini sudah jadi rahasia umum Semua temanku tahu hal ini." jawab Yoga sambil menggidikan bahunya.  Yoga terlihat tidak peduli dan kembali memakai kemejanya lagi. Bela melirik ke arah Yoga dari sudut matanya sebelum merapikan kotak P3K dan barang-barang yang dia gunakan untuk mengobati Yoga.  Suasana tiba-tiba menjadi hening dan ini membuat Bela merasa tidak nyaman. Dia mengambil kotak P3K dan mengembalikannya pada laci di bawah TV.   "Tadi...kau bilang akan pergi, mun
Read more

Bagian Tujuh

Yoga mengesap rokok yang ada di antara jari telunjuk dan jari tengahnya itu. Pikirannya kalut mengingat percakapan dengan ibunya. Ya, setelah mengantar Bela pulang, dia segera pergi ke rumah sakit dan tinggal disana hingga hari ini. Wanita yang sejak dua malam tidak membuka mata itu akhirnya memutuskan untuk membuka mata dan memberikan senyuman kepada Yoga yang langsung berubah menjadi raut khawatir dan cemas karena melihat luka lebam segar pada wajah Yoga.  Ibunya terlalu tahu Yoga dan tentu tahu darimana asal luka lebab pada wajah Yoga. Wanita yang selalu dijaga oleh Yoga itu segera mencermahinya mengenai sikapnya yang terlalu impulsif dan terbawa emosi.  Dia khawatir ayah bangsat Yoga akan datang dan menggunakan ini untuk semakin meraup keuntungan dan menekan Yoga. Ibunya juga tidak ingin kejadian ini dijadikan alasan untuk menceraikan dirinya.  Yoga menghela napas frustasi mengingat bagaimana ibunya bersikeras mempertahankan rumah t
Read more

Bagian Delapan

Tepat pukul delapan pagi begitu perkantoran mulai bekerja, Seorang perempuan dengan pakaian mewah dan kacamata besar menutpi wajahnya muncul di firma hukum Andreas.  Di sebelah kanannya berdiri seorang lelaki dengan jas rapi dan sepatu hitam mengkilap membawa tas jinjing kotak.  Sementara sebelah kirinya berdiri seorang permpuan yang memakai pakaian lebih sederhana namun dengan merk mahal juga. Bela tidak tahu apa dia harus memuji perempuan itu karena tepat waktu atau mengatakan dia tidak punya pekerjaan sehingga bisa datang secepat pegawai kantor ini bahkan mendahlui beberapa yang belum datang.  "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" petugas resepsionis di depan menyapa tamu tidak diundang itu dengan senyuman ramah.  Perempuan yang disapa menurnkan kacamatanya sebelum melepas seluruhnya, menampilkan paras rupawan tanpa cacat. Bela yang melihatnya dari ruang sekrearis hampir membuka mulutnya lebar secara tidak
Read more

Bagian Sembilan

Celine segera menundukan kepalanya menghindari tatapan dingin Yoga. "M-maaf, aku...," "Diam." Suara dingin Yoga membuat Celine merinding dan dia segera membungkam mulutnya rapat. Yoga tidak punya waktu untuk memperpanjang masalah ini. Perhatiannya beralih pada layar ponselnya dan melihat nama Bela disana. "Halo...halo..um....mbak?""Ini aku, ada apa?" "Yoga? Itu, Reika ada disini.""Oke, aku segera kesana. Bilang padanya suruh menunggu setengah jam lagi, jika tidak mau datang saja ke DS. Bilang aku yang menyampaikannya."Tanpa perlu mendengar penjelasan lebih panjang Yoga sudah tahu apa yang terjadi disana. Jadi dia memutus telepon sepihak dan segera mengganti pakaiannya. "Aku harus segera ke kantor. Kau bisa menunggu disini dan aku antar kau pulang nanti setelah aku selesai bekerja atau ikut keluar bersamaku sekarang tapi kau pulang sendiri." Tanpa menunggu jawaban dari Celine, Yoga m
Read more

Bagian Sepuluh

Yoga membuka pintu kantornya dan melihat Kasih berdiri di meja resepsionis seperti biasanya. "Dimana mereka?"  'Mereka' yang Yoga maksud langsung dimengerti oleh Kasih dan dia menunjuk ke arah pintu ruang rapat. Yoga mengangguk kepada Kasih. Baru dia akan melangkah, suara teriakan terdengar dari ruang rapat.  "AHH!!"  Teriakan itu mengejutkan Yoga dan Kasih. Keduanya bertukar pandang sebelum sama-sama berlari menuju ruang rapat.  "Ada apa?!" Yoga membuka pintu ruang rapat dengan kasar. Pemandangan yang menyambutnya adalah Bela yang sedang mengerang kesakitan sambil memegangi kakinya.  Disebelah kaki Bela, Yoga melihat ada cangkir yang isinya sudah tumpah di atas kaki Bela dan terlihat ada uap mengepul di sekitar cairan itu.  "Aduh, maaf. Tanganku licin jadi...maaf." ujar Reika berpura-pura terkejut dan panik. Dia mengeluarkan sapu tangan dan mencoba mengelap kaki Bela yang ketumpahan air panas. 
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status