Share

Bagian Lima

Penulis: Irisha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dengan rambut yang diikat asal dan tubuh berbalut kaos serta celana jeans, Bela datang ke kantor polisi. Napasnya tersengal dan pipinya memerah karena kelelahan berlari secepat yang dia bisa untuk datang ke sana.

Setelahnya semua prosedur berjalan begitu cepat dan Bela tidak begitu mengerti hingga akhirnya dia bisa membawa Yoga keluar dari kantor polisi. Kini keduanya berdiri di depan kantor polisi dan Bela masih mengatur napasnya. 

Selama di dalam karena ini pertama kalinya bagi Bela, dia gugup dan jantungnya berdegup dengan kencang. Sekarang setelah semuanya berlalu, Bela bisa bernapas dengan lega dan tubuhnya lebih santai.

"Sebenarnya kenapa kau berkelahi dengan orang itu?" tanya Bela sambil merapikan rambutnya yang berantakan karena berlari tadi. 

Polisi tidak menjelaskan ini kepada Bela secara detail. Dia hanya tahu Yoga berkelahi dan memiliki beberapa luka di wajahnya yang membuat Bela merasakan nyerinya juga.

"Karena dia menyebalkan." jawab Yoga asal yang membuat Bela kesal.

"Memangnya kau anak SD?" 

Yoga menggidikan bahunya acuh tak acuh dan enggan menjawab. Melihat itu, Bela merasa tidak akan bisa memaksa lelaki itu untuk berbicara.

"Karena kau tidak membawa mobil, aku akan pesan mobil untuk mengantar kita ke rumahmu."

Akhirnya dia memutuskan untuk menyudahi interogasinya dan memilih mengantar Yoga pulang. "Ah, apa kita ke rumah sakit dulu?" 

Melihat bagaimana wajah Yoga, Bela rasa mereka perlu ke rumah sakit. Sebenarnya dia tidak tahu apakah luka seperti itu perlu diobati di rumah sakit atau bisa diobati di rumah.

"Tidak perlu, ke rumah saja. Aku perlu mandi dan pergi lagi ke suatu tempat." 

Mendengar itu Bela segera memesan mobil untuk mengantar mereka ke rumah Yoga.

Sesampainya mereka di sana, Bela tidak turun karena pikirnya dia tidak perlu berkunjung ke rumah Yoga dan hanya mengantar saja lagi pula mereka sedang dalam masa bertengkar tapi Yoga tidak berpikir seperti itu. "Kau tidak turun?"

Bela menggeleng. Sebelum dia sempat memberikan alasan, Yoga sudah mendahuluinya. "Kau masih marah?"

Yoga menundukan kepalanya dan memberikan pandangan memelas kepada Bela yang membuatnya merasa canggung dan memalingkan wajahnya dari Yoga.

"Aku minta maaf." ujar Yoga yang membuat Bela terkejut dan menatap Yoga. 

Matanya penuh tanya tak percaya dengan ucapan Yoga. Melihat bagaimana reaksi Bela, Yoga perlahan menggenggam tangan Bela.

"Aku tidak seharusnya bicara seperti itu. Maaf karena sudah berlaku kasar kepadamu." 

"Kau tahu ucapanmu itu menyakitkan, 'kan?" 

"Hm, aku tahu. Maaf." 

"Dan ini bukan pertama kalinya kau begini?"

"Iya, aku tahu karena itu aku minta maaf, hm?" 

Yoga mengusap lembut pungung tangan Bela. Melihat bagaimana lelaki yang biasanya penuh keangkuhan itu mengakui kesalahannya dan meminta maaf, Bela menganggukan kepalanya.

"Oke. Aku terima permintaan maafmu." jawab Bela. "Tapi jangan diulangi!" tambahnya dengan cepat dan Yoga mengangguk setuju. 

"Jadi, mau masuk?" tanyanya sambil menunjuk rumahnya. Bela menatap kediaman Yoga dengan ragu.

"Bukannya kau mau pergi lagi?" 

"Ya, tapi tidak harus secepat itu juga lagian, apa kau tidak mau membantuku mengobati ini?" Memiringkan kepalanya, Yoga menunjukan luka lebam di wajahnya.

Pada akhirnya Bela setuju dan masuk ke dalam rumah Yoga. 

Rumahnya berbentuk seperti rumah panggung dengan bagian bawah di khususkan untuk parkiran jadi mereka harus menaiki tangga untuk masuk ke dalam rumah Yoga.

"Rumahmu...., kenapa ada pintu di setiap lantainya?" Bela tidak bisa untuk mempertanyakan ini begitu melihat bagaimana bentuk rumah Yoga. 

"Sebenarnya ini kontrakan walau hanya dua lantai. Ibuku memakai rumah ini untuk mendapatkan uang sebagai sampingan sampai lima tahun lalu dan tempat ini kosong. Setelah aku menjadi pengacara, aku memilih tinggal disini dan berniat untuk menyewakan lantai atas tapi karena aku sibuk, aku belum mengurusnya jadi hanya aku yang tinggal disini." jelas Yoga yang memimpin keduanya masuk ke dalam rumah Yoga di lantai satu. 

"Selamat datang, silakan masuk." ucap Yoga dengan nada yang dibuat mirip pelayan supermarket yang sedang menerima pelanggannya.

Begitu masuk Bela disambut oleh warna putih hitam dan abu-abu. Rumah ini minimalis dan memberi kesan maskulin seperti pemiliknya. Barang-barang yang ada pun menunjukan bagaimana karakter Yoga. 

"Diluar dugaan rumahmu rapi." cibir Bela yang sudah mengganti sepatunya dengan sandal lantai dan sekarang melihat-lihat isi rumah Yoga.

"Apa yang di atas juga seperti ini bentuknya?" Dari yang dia lihat hanya ada dua pintu di rumah ini. Salah satunya pasti kamar mandi dan yang satunya kamar tidur. 

"Tidak. Untuk sekarang, di atas hanya ruangan kosong tanpa sekat selain kamar mandi. Sekat ruangan bisa di buat sesuai kebutuhan yang akan menyewa rumah ini." Penjelasan Yoga itu tidak disangka Bela.

"Uang sewanya pasti mahal." celetuk Bela tanpa sadar.

Yoga tertawa dan menggeleng. "Harganya sama dengan harga kontrakan pada umumnya di daerah ini." 

Bela mengangguk walau tidak sepenuhnya percaya. "Aku tidak punya minuman lain selain bir, jadi aku hanya bisa memberimu air putih." Yoga yang membuka kulkasnya kembali menutup pintu kulkas dan beralih mengambil gelas.

"Dimana kotak P3K-nya?" tanya Bela yang melihat sekeliling.

"Di meja bawah televisi." Dengan segera Bela membuka laci meja dan menemukan kotak P3K yang dia cari. 

Yoga pun sudah duduk di sofa dan menaruh gelas minum untuknya. Bela duduk di samping Yoga dan mengeluarkan obat merah, kapas dan juga perban.

"Oh, dimana aku bisa mengambil....kenapa kau membuka bajumu?!" Bela menggeser posisinya menjauh dari Yoga.

Senyum jahil muncul di wajah Yoga. Perlahan dia mengurung Bela dalam kungkungannya. 

Yoga juga mempersempit jarak di antara mereka. "Kenapa, Kau bilang mau mengobatiku?" tanya Yoga dengan suara yang sengaja dia buat rendah.

Bela meneguk ludah dan bergerak mundur perlahan tapi tidak lama dia sampai di ujung sofa.

"Ja..Ber....Stop godain aku!" ujar Bela dengan pipi memerah dan menatap Yoga garang yang membuat lelaki itu tertawa. 

"Hahahaha, aku mau minta tolong obati ini." Yoga membalikan tubuhnya dan menunjukan luka di punggungnya.

"Sepertinya aku membentur sesuatu saat berkelahi. Aku tidak ingat tapi ini yang paling sakit." jelas Yoga sambil menengok ke belakang.

"Apa kau berpikiran mesum tadi?" cibir Yoga dengan nada meledek kepada Bela. 

Bela menarik napas cepat dan singkat, dia siap untuk menyemburkan segala celotehan amarah kepada Yoga sebelum ingat lelaki itu terluka dan mengelus dadanya.

"Sabar, sabar, Bela. Jangan ladenin orang gila." ujarnya dengan sengaja sambil menekankan kata gila dengan melirik ke arah Yoga. 

Yoga terkekeh geli melihat bagaimana reaksi Bela. "Air panas, dimana aku bisa mengambilnya sama mangkuk." Bela berdiri dan menghentakan kakinya, kesal dengan tawa Yoga.

"Mangkuk di dapur, air panas di kamar mandi." ujar Yoga sambil menunjuk tempat yang dia maksud. Tidak butuh waktu lama untuk Bela mengambil dua hal itu dan segera mengobati luka Yoga dengan hati-hati.

"Ini akan sakit kalau kau mandi, mengobatinya juga akan sulit, apa yang kau lakukan dengan ini?" 

"Kau bisa bantu aku untuk mandi dan mengobatinya lagi." 

"Sudah kubilang berhenti menggodaku!" 

"Hahahaha...," 

Kesal karena terus diledek oleh Yoga dengan sengaja Bela menekan kapas sedikit keras. "Kau pikir itu akan membuatku kesakitan?"

Yoga menggelengkan kepalanya. Memang terasa perih tapi tidak sampai membuatnya akan meringis kesakitan. Dia bahkan tidak merasakan sakit hingga tadi dengan luka ini dipunggungnya, apalagi hanya karena ditekan sedikit. 

Bela mencibirkan bibirnya tidak suka rencana balas dendamnya gagal. "Kau jelek!" ucap Bela untuk meluapkan kekesalannya dan segera menyelesaikan pengobatannya pada luka Yoga.

"Selesai." ucapnya begitu luka terakhir di tubuh Yoga dia perban.

"Terima kasih." balas Yoga sambil mengenakan pakaiannya lagi. 

"Apa kau akan ke kantor dengan wajah penuh luka seperti ini?" 

"Ya. Aku tidak mungkin bolos kerja hanya karena ini kan?" 

"Sungguh, sebenarnya kau berkelahi segala?" 

Rasa herannya terhadap Yoga tidak bisa Bela tutupi sampai dia bertanya untuk kedua kalinya. "Dia anak haram ayahku." 

Bab terkait

  • Dengan Lembut   Bagian Enam

    "M-maaf." Ingin rasanya Bela memukul mulutnya sendiri. Bela pernah dengar mengenai ayah Yoga yang berselingkuh. Waktu itu mereka membahas nama tokoh dalam cerita mereka dan Yoga menolak nama tokoh yang Bela sarankan dengan alasan nama itu sama dengan nama selingkuhan ayahnya. Saat itu Bela tidak terlalu memikirkan ucapan Yoga dan langsung mencari nama lain walau dia merasa nama itu sangat cocok dengan tokoh mereka. "Bukan masalah. Ini sudah jadi rahasia umum Semua temanku tahu hal ini." jawab Yoga sambil menggidikan bahunya. Yoga terlihat tidak peduli dan kembali memakai kemejanya lagi. Bela melirik ke arah Yoga dari sudut matanya sebelum merapikan kotak P3K dan barang-barang yang dia gunakan untuk mengobati Yoga. Suasana tiba-tiba menjadi hening dan ini membuat Bela merasa tidak nyaman. Dia mengambil kotak P3K dan mengembalikannya pada laci di bawah TV. "Tadi...kau bilang akan pergi, mun

  • Dengan Lembut   Bagian Tujuh

    Yoga mengesap rokok yang ada di antara jari telunjuk dan jari tengahnya itu. Pikirannya kalut mengingat percakapan dengan ibunya. Ya, setelah mengantar Bela pulang, dia segera pergi ke rumah sakit dan tinggal disana hingga hari ini. Wanita yang sejak dua malam tidak membuka mata itu akhirnya memutuskan untuk membuka mata dan memberikan senyuman kepada Yoga yang langsung berubah menjadi raut khawatir dan cemas karena melihat luka lebam segar pada wajah Yoga. Ibunya terlalu tahu Yoga dan tentu tahu darimana asal luka lebab pada wajah Yoga. Wanita yang selalu dijaga oleh Yoga itu segera mencermahinya mengenai sikapnya yang terlalu impulsif dan terbawa emosi. Dia khawatir ayah bangsat Yoga akan datang dan menggunakan ini untuk semakin meraup keuntungan dan menekan Yoga. Ibunya juga tidak ingin kejadian ini dijadikan alasan untuk menceraikan dirinya. Yoga menghela napas frustasi mengingat bagaimana ibunya bersikeras mempertahankan rumah t

  • Dengan Lembut   Bagian Delapan

    Tepat pukul delapan pagi begitu perkantoran mulai bekerja, Seorang perempuan dengan pakaian mewah dan kacamata besar menutpi wajahnya muncul di firma hukum Andreas. Di sebelah kanannya berdiri seorang lelaki dengan jas rapi dan sepatu hitam mengkilap membawa tas jinjing kotak. Sementara sebelah kirinya berdiri seorang permpuan yang memakai pakaian lebih sederhana namun dengan merk mahal juga. Bela tidak tahu apa dia harus memuji perempuan itu karena tepat waktu atau mengatakan dia tidak punya pekerjaan sehingga bisa datang secepat pegawai kantor ini bahkan mendahlui beberapa yang belum datang. "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" petugas resepsionis di depan menyapa tamu tidak diundang itu dengan senyuman ramah. Perempuan yang disapa menurnkan kacamatanya sebelum melepas seluruhnya, menampilkan paras rupawan tanpa cacat. Bela yang melihatnya dari ruang sekrearis hampir membuka mulutnya lebar secara tidak

  • Dengan Lembut   Bagian Sembilan

    Celine segera menundukan kepalanya menghindari tatapan dingin Yoga. "M-maaf, aku...,""Diam." Suara dingin Yoga membuat Celine merinding dan dia segera membungkam mulutnya rapat.Yoga tidak punya waktu untuk memperpanjang masalah ini. Perhatiannya beralih pada layar ponselnya dan melihat nama Bela disana."Halo...halo..um....mbak?""Ini aku, ada apa?""Yoga? Itu, Reika ada disini.""Oke, aku segera kesana. Bilang padanya suruh menunggu setengah jam lagi, jika tidak mau datang saja ke DS. Bilang aku yang menyampaikannya."Tanpa perlu mendengar penjelasan lebih panjang Yoga sudah tahu apa yang terjadi disana. Jadi dia memutus telepon sepihak dan segera mengganti pakaiannya."Aku harus segera ke kantor. Kau bisa menunggu disini dan aku antar kau pulang nanti setelah aku selesai bekerja atau ikut keluar bersamaku sekarang tapi kau pulang sendiri."Tanpa menunggu jawaban dari Celine, Yoga m

  • Dengan Lembut   Bagian Sepuluh

    Yoga membuka pintu kantornya dan melihat Kasih berdiri di meja resepsionis seperti biasanya. "Dimana mereka?" 'Mereka' yang Yoga maksud langsung dimengerti oleh Kasih dan dia menunjuk ke arah pintu ruang rapat. Yoga mengangguk kepada Kasih. Baru dia akan melangkah, suara teriakan terdengar dari ruang rapat. "AHH!!" Teriakan itu mengejutkan Yoga dan Kasih. Keduanya bertukar pandang sebelum sama-sama berlari menuju ruang rapat. "Ada apa?!" Yoga membuka pintu ruang rapat dengan kasar. Pemandangan yang menyambutnya adalah Bela yang sedang mengerang kesakitan sambil memegangi kakinya. Disebelah kaki Bela, Yoga melihat ada cangkir yang isinya sudah tumpah di atas kaki Bela dan terlihat ada uap mengepul di sekitar cairan itu. "Aduh, maaf. Tanganku licin jadi...maaf." ujar Reika berpura-pura terkejut dan panik. Dia mengeluarkan sapu tangan dan mencoba mengelap kaki Bela yang ketumpahan air panas.

  • Dengan Lembut   Bagian Sebelas

    Diana baru saja kembali setelah selama satu jam berada di ruang sidang yang membosankan hanya untuk melihat kantornya kosong. Dia bertanya kepada OB kemana Kasih yang seharusnya ada di meja resepsionis dan juga Bela dan segera tahu kalau keduanya sedang di ruang istirahat. Mendorong pintu yang tidak memiliki gagang itu, Diana melihat kedua perempuan yang dia cari sedang asik mengobrol dan sepertinya rahasia. "Siapa yang masuk lewat pintu belakang?" tanya Diana yang tidak sengaja mendengar percakapan Kasih dengan Bela. Dia yakin kalau keduanya sedang bergosip. Sudah jadi naluri seorang perempuan untuk menyukai hal-hal seperti ini jadi Diana segera menghampiri Kasih dan Bela. "Astaga Bela, kakimu kenapa?" Menutup kedua mulutnya dengan tangan, Diana menatap terkejut kaki Bela. Yang ditanya hanya memberikan senyuman masam dengan bahu terangkat. "Itu karena tamu kita, Mbak!" Berbeda dengan Bela, K

  • Dengan Lembut   Bab Duabelas

    "Bukan." jawab Yoga santai. "Calon?" tanya Gilbert lagi. "Tidak, kami cuman teman." Gilbert mengerutkan dahinya, dia masih tidak percaya. Dia sudah kenal Yoga cukup lama untuk bisa tahu kalau sikap Yoga pada perempuan itu beda dari sikapnya ke para mantan kekasih Yoga dulu. "Kau terlihat sangat peduli kepadanya." aku Gilbert. Dia tidak ingin terlihat begitu ingin tahu jadi menutuskan untuk berhenti sampai disini saja. Yoga hanya bergumam kecil. "Kami kenal lumayan lama." jelas Yoga yang hanya diberi angukan oleh Gilbert. "Aku mau menjenguknya. Sampai jumpa lagi nanti." Setelah mendapat anggukan dari Gilbert, Yoga meninggalkan ruangan dokter itu. Dia menemui suster yang tadi membantu Bela dan menanyakan dimana kamar Bela di rawat. Di dalam kamar rawatnya, Bela sedang duduk di atas kasur. Dia sudah berganti pakaian menjadi baju pasien. Bela menatap kakinya yang melepuh. Suara pintu dibuka membuat Bela mengalihkan pandangannya ke pintu. "Sudah selesai bicaranya?" tanya Bel

  • Dengan Lembut   Bagian Satu

    Pintu kaca yang tertutup itu terbuka kasar dan menampakan sosok lelaki yang berjalan masuk dengan cepat. Bela menatap lelaki itu penuh rasa penasaran dan heran tapi tidak untuk kedua rekan kerjanya yang menegang.Dina, salah satu rekan kerjanya, yang duduk di sebelahnya bahkan terlihat meneguk ludah dan tangannya gemetar."Siapa yang membuat nota pembelaan Paladin Palace?" Suara bariton khas milik lelaki itu membuat Bela sedikit terkejut. Suaranya itu lugas, berat dan memberi kesan seksi.Semua pujian itu sayangnya tidak menutup amarah yang bergejolak disana. Keadaan semakin menegang ketika lelaki itu melempar berkasnya ke lantai. Saat itulah Bela menyadari betapa seriusnya keadaan ini."S-saya, pak." ujar Dina, sambil menyembunyikan tangannya yang gemetar ke bawah meja.Kepalanya tertundung dan bahunya turun. Dina menarik napas lalu menghembuskannya lembut berusaha menenangkan diri. Bela bisa melihat di bawah meja, Dina mencengkram roknya kuat.

Bab terbaru

  • Dengan Lembut   Bab Duabelas

    "Bukan." jawab Yoga santai. "Calon?" tanya Gilbert lagi. "Tidak, kami cuman teman." Gilbert mengerutkan dahinya, dia masih tidak percaya. Dia sudah kenal Yoga cukup lama untuk bisa tahu kalau sikap Yoga pada perempuan itu beda dari sikapnya ke para mantan kekasih Yoga dulu. "Kau terlihat sangat peduli kepadanya." aku Gilbert. Dia tidak ingin terlihat begitu ingin tahu jadi menutuskan untuk berhenti sampai disini saja. Yoga hanya bergumam kecil. "Kami kenal lumayan lama." jelas Yoga yang hanya diberi angukan oleh Gilbert. "Aku mau menjenguknya. Sampai jumpa lagi nanti." Setelah mendapat anggukan dari Gilbert, Yoga meninggalkan ruangan dokter itu. Dia menemui suster yang tadi membantu Bela dan menanyakan dimana kamar Bela di rawat. Di dalam kamar rawatnya, Bela sedang duduk di atas kasur. Dia sudah berganti pakaian menjadi baju pasien. Bela menatap kakinya yang melepuh. Suara pintu dibuka membuat Bela mengalihkan pandangannya ke pintu. "Sudah selesai bicaranya?" tanya Bel

  • Dengan Lembut   Bagian Sebelas

    Diana baru saja kembali setelah selama satu jam berada di ruang sidang yang membosankan hanya untuk melihat kantornya kosong. Dia bertanya kepada OB kemana Kasih yang seharusnya ada di meja resepsionis dan juga Bela dan segera tahu kalau keduanya sedang di ruang istirahat. Mendorong pintu yang tidak memiliki gagang itu, Diana melihat kedua perempuan yang dia cari sedang asik mengobrol dan sepertinya rahasia. "Siapa yang masuk lewat pintu belakang?" tanya Diana yang tidak sengaja mendengar percakapan Kasih dengan Bela. Dia yakin kalau keduanya sedang bergosip. Sudah jadi naluri seorang perempuan untuk menyukai hal-hal seperti ini jadi Diana segera menghampiri Kasih dan Bela. "Astaga Bela, kakimu kenapa?" Menutup kedua mulutnya dengan tangan, Diana menatap terkejut kaki Bela. Yang ditanya hanya memberikan senyuman masam dengan bahu terangkat. "Itu karena tamu kita, Mbak!" Berbeda dengan Bela, K

  • Dengan Lembut   Bagian Sepuluh

    Yoga membuka pintu kantornya dan melihat Kasih berdiri di meja resepsionis seperti biasanya. "Dimana mereka?" 'Mereka' yang Yoga maksud langsung dimengerti oleh Kasih dan dia menunjuk ke arah pintu ruang rapat. Yoga mengangguk kepada Kasih. Baru dia akan melangkah, suara teriakan terdengar dari ruang rapat. "AHH!!" Teriakan itu mengejutkan Yoga dan Kasih. Keduanya bertukar pandang sebelum sama-sama berlari menuju ruang rapat. "Ada apa?!" Yoga membuka pintu ruang rapat dengan kasar. Pemandangan yang menyambutnya adalah Bela yang sedang mengerang kesakitan sambil memegangi kakinya. Disebelah kaki Bela, Yoga melihat ada cangkir yang isinya sudah tumpah di atas kaki Bela dan terlihat ada uap mengepul di sekitar cairan itu. "Aduh, maaf. Tanganku licin jadi...maaf." ujar Reika berpura-pura terkejut dan panik. Dia mengeluarkan sapu tangan dan mencoba mengelap kaki Bela yang ketumpahan air panas.

  • Dengan Lembut   Bagian Sembilan

    Celine segera menundukan kepalanya menghindari tatapan dingin Yoga. "M-maaf, aku...,""Diam." Suara dingin Yoga membuat Celine merinding dan dia segera membungkam mulutnya rapat.Yoga tidak punya waktu untuk memperpanjang masalah ini. Perhatiannya beralih pada layar ponselnya dan melihat nama Bela disana."Halo...halo..um....mbak?""Ini aku, ada apa?""Yoga? Itu, Reika ada disini.""Oke, aku segera kesana. Bilang padanya suruh menunggu setengah jam lagi, jika tidak mau datang saja ke DS. Bilang aku yang menyampaikannya."Tanpa perlu mendengar penjelasan lebih panjang Yoga sudah tahu apa yang terjadi disana. Jadi dia memutus telepon sepihak dan segera mengganti pakaiannya."Aku harus segera ke kantor. Kau bisa menunggu disini dan aku antar kau pulang nanti setelah aku selesai bekerja atau ikut keluar bersamaku sekarang tapi kau pulang sendiri."Tanpa menunggu jawaban dari Celine, Yoga m

  • Dengan Lembut   Bagian Delapan

    Tepat pukul delapan pagi begitu perkantoran mulai bekerja, Seorang perempuan dengan pakaian mewah dan kacamata besar menutpi wajahnya muncul di firma hukum Andreas. Di sebelah kanannya berdiri seorang lelaki dengan jas rapi dan sepatu hitam mengkilap membawa tas jinjing kotak. Sementara sebelah kirinya berdiri seorang permpuan yang memakai pakaian lebih sederhana namun dengan merk mahal juga. Bela tidak tahu apa dia harus memuji perempuan itu karena tepat waktu atau mengatakan dia tidak punya pekerjaan sehingga bisa datang secepat pegawai kantor ini bahkan mendahlui beberapa yang belum datang. "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" petugas resepsionis di depan menyapa tamu tidak diundang itu dengan senyuman ramah. Perempuan yang disapa menurnkan kacamatanya sebelum melepas seluruhnya, menampilkan paras rupawan tanpa cacat. Bela yang melihatnya dari ruang sekrearis hampir membuka mulutnya lebar secara tidak

  • Dengan Lembut   Bagian Tujuh

    Yoga mengesap rokok yang ada di antara jari telunjuk dan jari tengahnya itu. Pikirannya kalut mengingat percakapan dengan ibunya. Ya, setelah mengantar Bela pulang, dia segera pergi ke rumah sakit dan tinggal disana hingga hari ini. Wanita yang sejak dua malam tidak membuka mata itu akhirnya memutuskan untuk membuka mata dan memberikan senyuman kepada Yoga yang langsung berubah menjadi raut khawatir dan cemas karena melihat luka lebam segar pada wajah Yoga. Ibunya terlalu tahu Yoga dan tentu tahu darimana asal luka lebab pada wajah Yoga. Wanita yang selalu dijaga oleh Yoga itu segera mencermahinya mengenai sikapnya yang terlalu impulsif dan terbawa emosi. Dia khawatir ayah bangsat Yoga akan datang dan menggunakan ini untuk semakin meraup keuntungan dan menekan Yoga. Ibunya juga tidak ingin kejadian ini dijadikan alasan untuk menceraikan dirinya. Yoga menghela napas frustasi mengingat bagaimana ibunya bersikeras mempertahankan rumah t

  • Dengan Lembut   Bagian Enam

    "M-maaf." Ingin rasanya Bela memukul mulutnya sendiri. Bela pernah dengar mengenai ayah Yoga yang berselingkuh. Waktu itu mereka membahas nama tokoh dalam cerita mereka dan Yoga menolak nama tokoh yang Bela sarankan dengan alasan nama itu sama dengan nama selingkuhan ayahnya. Saat itu Bela tidak terlalu memikirkan ucapan Yoga dan langsung mencari nama lain walau dia merasa nama itu sangat cocok dengan tokoh mereka. "Bukan masalah. Ini sudah jadi rahasia umum Semua temanku tahu hal ini." jawab Yoga sambil menggidikan bahunya. Yoga terlihat tidak peduli dan kembali memakai kemejanya lagi. Bela melirik ke arah Yoga dari sudut matanya sebelum merapikan kotak P3K dan barang-barang yang dia gunakan untuk mengobati Yoga. Suasana tiba-tiba menjadi hening dan ini membuat Bela merasa tidak nyaman. Dia mengambil kotak P3K dan mengembalikannya pada laci di bawah TV. "Tadi...kau bilang akan pergi, mun

  • Dengan Lembut   Bagian Lima

    Dengan rambut yang diikat asal dan tubuh berbalut kaos serta celana jeans, Bela datang ke kantor polisi. Napasnya tersengal dan pipinya memerah karena kelelahan berlari secepat yang dia bisa untuk datang ke sana.Setelahnya semua prosedur berjalan begitu cepat dan Bela tidak begitu mengerti hingga akhirnya dia bisa membawa Yoga keluar dari kantor polisi. Kini keduanya berdiri di depan kantor polisi dan Bela masih mengatur napasnya.Selama di dalam karena ini pertama kalinya bagi Bela, dia gugup dan jantungnya berdegup dengan kencang. Sekarang setelah semuanya berlalu, Bela bisa bernapas dengan lega dan tubuhnya lebih santai."Sebenarnya kenapa kau berkelahi dengan orang itu?" tanya Bela sambil merapikan rambutnya yang berantakan karena berlari tadi.Polisi tidak menjelaskan ini kepada Bela secara detail. Dia hanya tahu Yoga berkelahi dan memiliki beberapa luka di wajahnya yang membuat Bela merasakan nyerinya juga."Karena dia menyebalka

  • Dengan Lembut   Bagian Empat

    Bela menatap frustasi tumpukan hadiah yang kembali datang tadi sore. Dia tidak mengerti bagaimana cara kerja otak Yoga. Bela rasa sikapnya sudah sangat jelas ketika mengembalikan hadiah yang Yoga berikan sebelumnya tapi kenapa lelaki itu malah mengiriminya hadiah lagi dan kali ini lebih besar, bentuk dan harganya. Dengan ujung jarinya, Bela menyentuh tutup kotak itu untuk mengintipnya dengan enggan. "Aku tidak tahu kalau kau punya phobia terhadap barang malah." ejek Jiah yang meihat kelakuan aneh Bela. Merasa malu dengan kelakuannya, Bela berdeham dan menetralkan ekspresi wajahnya. "Aku tidak phobia kepada barang-barang itu!" belanya sambil menunjuk kotak hadiah itu dengan dagu. "Orang akan mengataimu gila jika kau phobia pada barang bagus seperti itu." sindir Jiah yang membuat Bela kembali diam. Oke, dia memang tidak mungkin menang beradu mulut dengan Jiah. Tidak mau membalas Jiah lagi, Bela memilih membuka kotak h

DMCA.com Protection Status