Home / Romansa / Nikah Kontrak Ketika Hamil / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Nikah Kontrak Ketika Hamil: Chapter 51 - Chapter 60

81 Chapters

Sangat Tidak Rela

Eric menyelimuti Mlathi setelah memberikannya makan dan obat penenang dengan efek tidur. Kini, wanita itu telah tertidur pulas dengan tenang. Wajah yang sempat menyirat kemarahan dan kebencian, kini terlihat kembali polos.  Eric duduk di sampingnya dengan terus menggenggam tangan wanita itu. Bayangan Mlathi yang hampir jatuh dari gedung itu membuat Eric meringis beberapa kali, jika saja ia tidak menarik tubuh Mlathi dengan cepat. Mungkin sekarang ....  Eric mendesis, berusaha menghempaskan jauh-jauh akan bayangan itu. Cukup dengan melihat Mlathi baik-baik saja sudah lebih melegakan perasaannya. Ia bangkit dan mencium pelipis Mlathi agak lama, ia bersyukur karena wanita itu kembali kepadanya dalam keadaan tanpa luka.  "Tidurlah, hari ini kau begitu lelah. Maaf karena telah membuatmu terus menangis," lirih Eric sembari mengusap punggung tangan Mlathi lembut. Matanya menatap satu ke arah wajah itu. 
last updateLast Updated : 2021-09-05
Read more

Apakah itu Anakku?

"Kau tidak pergi kerja?" tanya Mlathi ketika melihat Eric tidak memakai seragam kantornya malah memakai baju kasual. Eric berbalik, senyum tersungging langsung tertangkap oleh netra hitam Mlathi. Tampak sedikit berbinar katika melihat Eric tampak lebih tampan dan keren dari biasanya. Rambut yang biasa tersisir rapi ke kanan, kini dibiarkan tergurai hingga menutupi dahi. Baju kaos putih polos dengan luaran jaket berwarna kuning, dan jeans putih lengkap dengan sepatu senada. Ia terlihat tampak seperti anak remaja atau seorang mahasiswa yang baru masuk. Mlathi tidak berkedip melihat pemandangan di depannya itu. "Ada apa? Apa aku begitu tampan hingga kau tidak bisa berkedip?" Suara bass yang menggema membuat Mlathi langsung berkedip-kedip dan mengalihkan tatapannya. "Eum, tidak. Hanya saja ... kau tampak tidak biasa," ucap Mlathi sembari menyembunyikan wajah merahnya. Eric menarik sudut bibirnya dan melangkah maju mendekati Mlathi dengan s
last updateLast Updated : 2021-09-06
Read more

Mlathi Hilang

Eric berdiri di balkon kamar ditemani dengan kopi kesukaannya. Saat menyeruputnya, Eric mengamati cangkir yang berisi kopi kecoklatan itu dengan lekat. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas menyunggingkan sebuah senyuman. Bukan karena bentuk ataupun warnanya, namun kopi itu mengingatkannya saat pertama kali ia bertemu dengan Mlathi.  Bagaimana emosi dan jengkelnya ia saat pertama kali melihat wanita itu. Wanita dekil dan kurus, tetapi tak disangka wanita itulah malah membuatnya menjadi seseorang yang berbeda. Ia terkekeh saat ingatannya tepat pada wajah Mlathi yang merengut kesal. Sungguh, pertemuan yang dulu ia sesalkan kini menjadi kenangan yang indah untuk dikenang.  Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, namun Eric enggan berbalik, ia lebih memilih menikmati angin malam dan kopinya termasuk kenangan itu.  Tiba-tiba tidak lama setelah itu, terdengar ringisan yang menusuk tajam ke indra pendengaranny
last updateLast Updated : 2021-09-07
Read more

Tebusan Untuk Nyawa

"Ke mana kau membawa istriku, hah? Katakan!" berang Eric yang langsung menyerbu wajah Alian dengan tinjuannya. Tanpa tahu apapun dan bahkan Alian begitu terkejut ketika mendapatkan serangan yang tiba-tiba. Ia bahkan belum siap hingga tidak bisa membalas pukulan. Alian hanya bisa menghindar dari setiap pukulan yang terkadang berhasil mengenai rahangnya. "Cepat katakan di mana istriku!" Eric terus memukul tanpa peduli dengan jeritan para pengunjung yang mulai ketakutan. Setelah ia menemukan gelang bermanik tengkorak tadi di taman, ia langsung mencari Alian, tidak peduli ia sedang bekerja atau tidak. Emosinya sudah sampai begitu puncak, persetan dengan keributan yang kini dibuatnya. Manager restoran bahkan tidak berani ikut campur atau sekedar memanggil kepala keamanan untuk memisahkan keduanya saat ia tahu bahwa itu adalah Eric, sang pemilik Diamond Group. Alasan utamanya ialah karena restoran itu sebagian sahamnya adalah milik Eric.
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

Masuk Jebakan

Seringaian licik terbit di bibir merahnya setelah menutup telpon, ia sangat puas dengan apa yang ia lakukan hari ini. Ia menoleh, melihat seorang wanita yang pingsan dalam keadaan diikat. Kondisinya begitu miris, memang itu yang diinginkannya.  Tidak lama setelah itu, kepala yang terkulai menunduk itu perlahan bergerak seiring dengan suara ringisan yang mulai terdengar. Kelopaknya mulai membuka, berusaha beradaptasi dengan cahaya yang langsung menyerbu netranya. Saat ia merasa ada yang janggal pada tubuhnya yang tidak bisa bergerak. Ia mulai menjelajahi seluruh tubuhnya yang terlilit oleh tali. Sorot terkejut langsung mengukir di wajah wanita itu.  "Sudah bangun? Bagaimana apa tidurmu nyenyak?" Suara berat yang menyapu gendang telinganya membuat ia sontak mengangkat kepala.  Kedua matanya membulat penuh ketika melihat siapa pemilik dari suara itu.  "Ibu?" ucapnya dengan nada bingu
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more

Gagal Menjaganya

Mlathi merasakan firasat buruk saat mendengar kalimat datar dari Alian. Sorot mata itu tidak lagi menyirat kelembutan melainkan kebencian yang teramat. Mlathi semakin panik saat melihat Alian langsung berdiri dan berbalik berjalan ke arah Eric yang kini kedua tangannya telah dikunci ke belakang oleh dua pria lain.  "Alian, apa yang ingin kau lakukan? Jangan sakiti dia," Mlathi sudah tidak bisa berteriak lagi hingga suara itu terdengar begitu pelan.  Konah yang melihat kejadian di depannya itu langsung menyeringai senang. Satu tembakan mengenai dua sasaran. Itu sangat menyenangkan. Hanya berdiri mematung saja bisa membuat hatinya sangat puas.  "Bagaimana? Apa kau tidak tenang di sana? Itulah yang aku inginkan, Raisa," gumam Konah dengan diri sendiri.  Rasa dendam dan bencinya kepada Raisa--ibu Mlathi tertanam di dalam hatinya hingga kini berakar. Tidak akan puas sebelum semua orang
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more

Perasaan Bersalah

Memasuki sebuah ruangan gelap di mana ada dua pria berseragam polisi, kedua mata merahnya langsung teralih pada satu pria lagi yang duduk lemah tak berdaya. Kepalannya semakin kuat di bawah sana saat ingatannya kembali pada saat pria itu menodongkan pisau kecil ke arah dadanya. Tanpa bisa lagi membendung amarah, rasanya ia ingin membunuh pria itu dengan kedua tangannya agar ia bisa puas. Tetapi, apa itu bisa menyembuhkan rasa bersalahnya? Dengan rahang yang mengeras, ia berjalan cepat lalu menarik kerah pria itu kemudian meninjunya berkali-kali hingga semakin memperparah wajah yang sudah banyak dihiasi luka. "Puas sekarang, hah! Kau puas. Inikah yang kau sebut bahagia? Membuatnya terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit?" Eric menatap nyalang ke arah dua netra yang basah. "Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?" Cih! Eric langsung meludah tepat di depan mulutnya, ia benar-benar sangat jijik dengan pria
last updateLast Updated : 2021-09-11
Read more

Semuanya Sudah Berakhir

Mlathi sudah kembali lebih tenang setelah mendapatkan suntikan penenang. Namun, pikirannya masih berkecamuk tentang bayinya, masih belum menerima bahwa bayinya telah tiada. Di ruangan bercat putih itu, Mlathi duduk sendiri di atas brankar dengan tatapan kosong. Wajahnya masih menyirat kesedihan, sesekali air matanya jatuh dari pelupuk melewati pipi hingga ke leher.  Kenangan saat ia melihat bayinya di layar monitor tiba-tiba melintas, masih sangat jelas teringat bagaimana bahagianya pria itu ketika melihat wujud anaknya. Tetapi, sekarang bahkan bayi itu belum lahir telah lebih dulu tiada.  Mlathi mencengkram selimut putih di bawah sana, rasa sakit di dada dan kehilangan menjadi satu bak racun yang mematikan namun perlahan. Suara isakan itu kembali terdengar saat tangannya memegang perutnya yang datar. Tidak disangka bahwa ini bukanlah mimpi buruk.  "Nak, maafkan Mama yang tidak bisa menjagamu," lirih Mlath
last updateLast Updated : 2021-09-11
Read more

Kesempatan Terakhir

Grace berlari panik menuju balkon rumah sakit di lantai teratas. Tempat biasa yang sering Eric kunjungi satu minggu terakhir. Memantau keselamatan Mlathi dari jauh, meski tidak pernah menemuinya sama sekali. Tetapi, Iman tidak pernah lengah perihal perawatan Mlathi. Setelah berada di lantai atas, Grace mengatur napasnya terlebih dahulu karena lelah terus berlari panik dari lantai bawah ke lantai atas. "Tuan ... Tuan, gawat, gawat Tuan. Anu ... Nyonya," teriak Grace tidak tahu menyusun kalimat dengan benar. Rasa paniknya telah menguasai dirinya hingga ia tidak bisa mengontrol emosi. Eric langsung berbalik ketika Grace menyebut nama Mlathi. Takut, jika terjadi sesuatu yang beruk terhadap wanita itu. "Ada apa, Grace? Tenangkan dirimu, setelah itu baru bicara," ucap Eric. Meski tenang, tetapi hatinya begitu gelisah melihat kepanikan Grace. Grace mengatur napasnya dengan terus menarik lalu menghembus napasnya perlahan. Setelah m
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more

Membuka Lembaran Baru

Waktu sudah berganti malam, sudah saatnya bulan dan bintang bertugas menemani langit. Sungguh, beruntung menjadi langit yang tidak akan pernah sendiri. Wanita di balkon kamar yang kini mengenakan piyama sebatas lutut menghela napas entah untuk yang ke berapa kali. Merenungi kejadian beberapa bulan terakhir membuat ia malam ini bisa bernapas dengan tenang. Wanita itu menyilang tangannya di depan dada, sesekali mengusap lembut kedua lengannya untuk sekedar menghilangkan rasa dingin. Tubuhnya terdorong ke depan saat seseorang memberikan jaket di tubuhnya, ia menoleh. Sepasang bibir tegas sedang tersenyum ke arahnya, ia pun ikut membalas. Ia sedikit merinding geli saat kedua tangan kekar merayap di perutnya, namun tidak mencegah. Ia tetap membiarkan pria itu memeluknya dari belakang. Deruh napas hangat langsung menyerang di sekitar telinganya membuat ia semakin merinding geli. Pria itu sedang mencari posisi nyaman di atas bahunya. "Bagaimana, apa suda
last updateLast Updated : 2021-09-13
Read more
PREV
1
...
456789
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status