Semua Bab Cinta CEO dalam Jebakan: Bab 191 - Bab 200

356 Bab

S2| 40. Mencurahkan Hati

“Astaga,” desah Gabriella sembari menggeleng pelan. “Aku tidak pernah menyangka jika Paman dan Bibi melarang hubungan kalian,” gumam wanita itu, mengubah lengkung bibir sang sekretaris menjadi jauh lebih miris. Selang keheningan sejenak, Gabriella kembali menoleh dengan sorot mata prihatin. “Kenapa orang tuamu tidak setuju? Mereka sudah sangat mengenal keluarga Evans. Bukankah seharusnya, mereka tidak memiliki alasan untuk menolak pria sebaik Julian?” Dengan semangat yang hampir padam, Mia mendongak menatap langit malam. “Justru karena itulah, orang tua saya menentang. Kami sudah terlalu dekat dengan keluarga Evans. Hal itu merupakan suatu keberuntungan yang sangat besar.” “Lalu, apa masalahnya?” desah Gabriella yang tak lepas memandangi raut wajah berselimut kesedihan. “Jika saya menjadi seorang Nyonya Evans, banyak orang akan beranggapan bahwa keluarga saya serakah dan tidak tahu cara berterima kasih. Orang tua saya tidak mau jika putri tunggal mere
Baca selengkapnya

S2| 41. Tanpa Izin

Mia melangkah gontai menuju pintu apartemennya. Ada perasaan enggan untuk masuk ke sana. Gadis itu takut jika pria yang tidak pernah meninggalkan benaknya, tiba-tiba menyambut dengan tangan terentang lebar. Ia khawatir tidak mampu menahan diri untuk menolak dekapan. “Ah, kenapa aku jadi pengecut seperti ini?” gumamnya dengan suara tipis yang menggetarkan. Sedetik kemudian, Mia tertunduk menatap ponsel dalam genggaman. Dua pesan masuk sedang menunggu untuk dibaca. Dengan susah payah, ia menelan ludah. Ibu jarinya gemetar di antara nama-nama yang berdampingan di layar. “Haruskah aku mengabaikan pesan Tuan?” pikir sang sekretaris sembari menarik napas panjang. Setelah mengembuskannya dengan cepat, jari gadis itu mendarat pada nama Katniss. “Terima kasih banyak, Nona Sanders. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Mohon doakan saya agar bisa meluluhkan hati Julian Evans dalam tiga pertemuan.” Mata Mia kembali panas menangkap huruf-hur
Baca selengkapnya

S2| 42. Gawat!

Setelah tangis putrinya mereda, Minnie akhirnya menyatukan pandangan. Sembari menyeka pipi yang sembap di hadapannya, wanita tua itu mendesah, “Kenapa tidak kau katakan sejak dulu kalau kau menyukai Tuan Julian? Jika Ayah dan Ibu tahu, kami tidak akan mati-matian melarang.”Dengan senyum getir, Mia meremas tangan sang ibu dan mengecupnya. “Ini sama sekali bukan kesalahan kalian, melainkan kebodohanku, Bu. Aku seharusnya sadar diri dan berpegang teguh pada nasihat orang tua.”“Kau pasti sangat menderita setiap kali kami mengingatkan hal itu kepadamu,” gumam Minnie dengan mata yang telah kembali berkaca-kaca.   Setelah menarik napas yang sangat berat, sang gadis mengangkat pundaknya sekilas. “Aku tahu itu demi kebaikanku. Karena itulah, aku sangat menyesal karena telah mengesampingkan logika.”“Tidak, Mia. Itu adalah ego Ayah dan Ibu. Kami takut jika ketenteraman keluarga kita terusik. Kami lu
Baca selengkapnya

S2| 43. Kemesraan yang Tak Terelakkan

“Ada apa Anda kemari, Tuan?” tanya Mia seraya menghalangi Julian agar tidak masuk ke dapur. “Kenapa kau tidak membalas pesanku? Apa kau tidak tahu seberapa besar kekhawatiranku?” balas pria itu sambil membulatkan mata. “Ah, itu,” desah sang gadis sebelum menelan ludah. “Saya belum sempat membacanya.” Mendeteksi keraguan yang mengintip dari celah kata, mata sang CEO sontak menyipit. “Memangnya, apa yang kau lakukan sampai tidak memiliki lima detik untuk membuka pesanku?” “Tadi saya bermain dengan Cayden. Sesampainya di rumah, saya langsung memasak spaghetti,” sahut sang gadis dengan ekspresi datar. “Benarkah?” selidik Julian seraya memiringkan kepala. Sedetik kemudian, ia menerobos mengikuti aroma yang memanggil hidungnya. Menyaksikan gerakan tak terduga itu, sang gadis pun terbelalak. Secepat kilat, ia menahan lengan Julian sehingga pria itu berputar menghadapnya. “Berhentilah bersikap seolah ini rumah Anda, Tuan,” seru Mia, me
Baca selengkapnya

S2| 44. Hukuman yang Mendebarkan

Dengan mata melekat pada Julian, Mia berjinjit menuju kamar mandi. Pria yang berbaring di kasur itu masih terpejam. Meskipun sang gadis memutar tuas pintu dan menimbulkan bunyi “klik”, ia sama sekali tidak bergerak.“Apakah dia terbangun?” batin si pelayan muda sembari mendekap dua botol kecil di tangannya. Satu berisi putih telur dan satu lagi kosong.Selang beberapa saat, barulah gadis itu bisa bernapas lega. Julian malah memeluk guling lebih erat.“Aku harus cepat,” pikir Mia seraya masuk dan merapatkan pintu dengan sangat pelan.Begitu tiba di tempat tujuan, gadis itu segera beraksi. Ia meletakkan bawaannya di atas wastafel, lalu membuka wadah pembersih muka milik Julian. Tanpa membuang waktu, ia menuangkan gel ke botol kosong yang telah disediakan.“Untunglah isinya tersisa sedikit,” gumam Mia sembari mengamankan botol yang telah berisi. Kemudian, gadis itu mengambil putih telur dan memasukkannya
Baca selengkapnya

S2| 45. Rencana Terselubung

“Jadi, Tuan Julian adalah cinta pertamamu?” simpul Minnie dengan helaan napas tak percaya. Ia tidak pernah tahu bahwa putrinya memiliki cerita semacam itu.“Apakah aku tidak boleh menjadikannya cinta pertamaku?” celetuk Mia dengan ekspresi datar.“Bukannya tidak boleh. Hanya saja, itu sangat konyol, Mia. Kau jatuh cinta hanya karena putih telur.”Mendengar celetuk sang ibu, Mia pun mendesah pasrah. “Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa mengendalikan hatiku, Bu.”“Dan sekarang pun, kau masih bertekuk lutut pada pria itu, hm?” selidik si wanita tua sambil meringankan sudut bibirnya.Melihat jawaban sang putri lewat bahu yang terangkat singkat, senyum Minnie sontak berubah miris. Ia mengerti bahwa perasaan terkadang memang sulit dijinakkan.“Entah permintaan ini jahat atau tidak, tapi ... Ibu berharap pertemuan Tuan Julian dengan wanita itu tidak berlangsung lancar,” ucapnya
Baca selengkapnya

S2| 46. Menyerang dengan Berani

Begitu membuka pintu apartemen, alis Mia terangkat maksimal. Ia tidak mengira jika sang CEO akan menyambutnya dengan hangat.“Selamat malam, Nona Sanders. Gaun itu terlihat sempurna di tubuhmu,” puji Julian seraya menaikkan sudut bibirnya.Alih-alih merasa tersanjung, sang gadis malah mendesah tak percaya. “Kenapa Anda kemari, Tuan? Bukankah Anda seharusnya pergi menjemput Nona Johnson?”“Untuk apa? Dia bilang bisa datang sendiri ke restoran,” sahut Julian dengan tampang tak berdosa.“Apakah dia berkata begitu saat Anda menawarkan jemputan?” selidik Mia diiringi gelengan samar.“Tidak. Aku berkata akan lebih efektif jika kami langsung bertemu di sana. Dia pun setuju dan menyatakan kemandiriannya. Nona Johnson tidak keberatan, Mia.”Mendengar jawaban yang terkesan tak acuh itu, sang sekretaris otomatis tertunduk dan mencoba mengurangi udara berat dari paru-parunya. Namun ternyata, sa
Baca selengkapnya

S2| 47. Hidangan Pembuka

“Apakah Anda keberatan dengan perjodohan ini, Tuan?” tanya Katniss dengan mata yang agak menyipit. Mendengar nada tersinggung sang gadis, Mia sontak melambaikan tangan dan menggeleng. “Tentu saja tidak.” Akan tetapi, di saat yang hampir bersamaan, Julian memberikan jawaban yang bertolak belakang. “Ya. Sejak awal, saya tidak pernah menyetujui perjodohan ini.” Helaan napas cepat seketika berembus dari celah senyum yang telah retak. “Apakah saya boleh mengetahui alasannya?” tanya Katniss sambil menaikkan sebelah alis. Tiba-tiba saja, kekakuan merambat di sekujur saraf sang sekretaris. Pundak yang sebelumnya kehilangan semangat kini telah tegak ditopang kekhawatiran. Di sela detak jantung yang menyerupai tabuhan genderang, ia menyelipkan harapan. “Jangan biarkan Julian mengungkapkan hubungan kami, ya, Tuhan. Jangan sampai Tuan Herbert murka dan hubungan mereka retak. Aku tidak ingin Julian tersiksa karena mempertahankan hubungan kami.” Namun, alih
Baca selengkapnya

S2| 48. Hidangan Utama

“Apakah kalian memang sedekat ini? Baru kali ini saya melihat interaksi antara CEO dan sekretaris yang begitu akrab.”Kata-kata Katniss menggema dalam benak Mia. Ia sungguh tidak mengira jika sang model dapat menerka seakurat itu. Namun, dengan kekhawatiran yang terlampau besar, otaknya kesulitan mengolah ide. Belum sempat sang sekretaris membuka suara, Julian sudah lebih dulu memperparah keadaan.“Apakah Anda tidak tahu? Saya telah mengenal Mia sejak dia lahir. Kami bahkan tinggal di rumah yang sama selama belasan tahun.”Dengan kehangatan yang memudar, Katniss mengalihkan pandangan kepada sang sekretaris. “Kenapa Anda tidak menceritakan tentang hal itu, Nona Sanders? Saya tidak tahu bahwa hubungan kalian ternyata seakrab ini.”“T-tolong jangan salah paham, Nona. Saya dan Tuan Julian sudah seperti saudara,” terang Mia, mencoba mematikan benih-benih “kesalahpahaman”.“Tapi aku merasa
Baca selengkapnya

S2| 49. Hidangan Penutup

“Apakah cerita ini yang kau sebut mengharukan itu?” bisik Julian kepada gadis di sampingnya setelah Katniss pergi ke toilet.Tanpa menoleh, Mia mengangguk.“Kalau begitu, waktu itu kau pasti berbohong,” gumam Julian sebelum menarik napas panjang dan menegakkan punggungnya. “Kisah perjuangan hidup Katniss Johnson sama sekali tidak menyentuh hatiku.”“Tapi, bukankah dia hebat? Dia berhasil menjadi sukses meski keluarganya biasa-biasa saja,” sanggah gadis yang akhirnya melirik dengan tatapan lesu.“Lalu, apa bedanya denganmu? Bukankah kau juga sudah sukses? Kau berhasil menjadi sekretaris perusahaan terbesar di negara ini, Mia,” ujar Julian mengingatkan.Namun, bukannya mengangkat dagu, sang gadis malah semakin menyembunyikan wajah. “Tapi, aku selalu merasa kalau itu tidak kudapat dari jerih payahku. Aku hanya beruntung karena Tuan Herbert mau menyekolahkanku dan memberiku kepercayaan.&
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1819202122
...
36
DMCA.com Protection Status