Begitu membuka pintu apartemen, alis Mia terangkat maksimal. Ia tidak mengira jika sang CEO akan menyambutnya dengan hangat.
“Selamat malam, Nona Sanders. Gaun itu terlihat sempurna di tubuhmu,” puji Julian seraya menaikkan sudut bibirnya.
Alih-alih merasa tersanjung, sang gadis malah mendesah tak percaya. “Kenapa Anda kemari, Tuan? Bukankah Anda seharusnya pergi menjemput Nona Johnson?”
“Untuk apa? Dia bilang bisa datang sendiri ke restoran,” sahut Julian dengan tampang tak berdosa.
“Apakah dia berkata begitu saat Anda menawarkan jemputan?” selidik Mia diiringi gelengan samar.
“Tidak. Aku berkata akan lebih efektif jika kami langsung bertemu di sana. Dia pun setuju dan menyatakan kemandiriannya. Nona Johnson tidak keberatan, Mia.”
Mendengar jawaban yang terkesan tak acuh itu, sang sekretaris otomatis tertunduk dan mencoba mengurangi udara berat dari paru-parunya. Namun ternyata, sa
“Apakah Anda keberatan dengan perjodohan ini, Tuan?” tanya Katniss dengan mata yang agak menyipit. Mendengar nada tersinggung sang gadis, Mia sontak melambaikan tangan dan menggeleng. “Tentu saja tidak.” Akan tetapi, di saat yang hampir bersamaan, Julian memberikan jawaban yang bertolak belakang. “Ya. Sejak awal, saya tidak pernah menyetujui perjodohan ini.” Helaan napas cepat seketika berembus dari celah senyum yang telah retak. “Apakah saya boleh mengetahui alasannya?” tanya Katniss sambil menaikkan sebelah alis. Tiba-tiba saja, kekakuan merambat di sekujur saraf sang sekretaris. Pundak yang sebelumnya kehilangan semangat kini telah tegak ditopang kekhawatiran. Di sela detak jantung yang menyerupai tabuhan genderang, ia menyelipkan harapan. “Jangan biarkan Julian mengungkapkan hubungan kami, ya, Tuhan. Jangan sampai Tuan Herbert murka dan hubungan mereka retak. Aku tidak ingin Julian tersiksa karena mempertahankan hubungan kami.” Namun, alih
“Apakah kalian memang sedekat ini? Baru kali ini saya melihat interaksi antara CEO dan sekretaris yang begitu akrab.”Kata-kata Katniss menggema dalam benak Mia. Ia sungguh tidak mengira jika sang model dapat menerka seakurat itu. Namun, dengan kekhawatiran yang terlampau besar, otaknya kesulitan mengolah ide. Belum sempat sang sekretaris membuka suara, Julian sudah lebih dulu memperparah keadaan.“Apakah Anda tidak tahu? Saya telah mengenal Mia sejak dia lahir. Kami bahkan tinggal di rumah yang sama selama belasan tahun.”Dengan kehangatan yang memudar, Katniss mengalihkan pandangan kepada sang sekretaris. “Kenapa Anda tidak menceritakan tentang hal itu, Nona Sanders? Saya tidak tahu bahwa hubungan kalian ternyata seakrab ini.”“T-tolong jangan salah paham, Nona. Saya dan Tuan Julian sudah seperti saudara,” terang Mia, mencoba mematikan benih-benih “kesalahpahaman”.“Tapi aku merasa
“Apakah cerita ini yang kau sebut mengharukan itu?” bisik Julian kepada gadis di sampingnya setelah Katniss pergi ke toilet.Tanpa menoleh, Mia mengangguk.“Kalau begitu, waktu itu kau pasti berbohong,” gumam Julian sebelum menarik napas panjang dan menegakkan punggungnya. “Kisah perjuangan hidup Katniss Johnson sama sekali tidak menyentuh hatiku.”“Tapi, bukankah dia hebat? Dia berhasil menjadi sukses meski keluarganya biasa-biasa saja,” sanggah gadis yang akhirnya melirik dengan tatapan lesu.“Lalu, apa bedanya denganmu? Bukankah kau juga sudah sukses? Kau berhasil menjadi sekretaris perusahaan terbesar di negara ini, Mia,” ujar Julian mengingatkan.Namun, bukannya mengangkat dagu, sang gadis malah semakin menyembunyikan wajah. “Tapi, aku selalu merasa kalau itu tidak kudapat dari jerih payahku. Aku hanya beruntung karena Tuan Herbert mau menyekolahkanku dan memberiku kepercayaan.&
Setelah menelan ludah, Mia pun menjawab panggilan. Dengan kepala yang agak tertunduk, ia menyapa, “Selamat malam, Tuan.”“Halo, Mia. Apakah aku mengganggumu?”Mendengar nada dingin itu, leher sang gadis otomatis berubah lebih kaku. “Tidak, Tuan.”“Kudengar, kau ikut makan malam bersama Julian dan Katniss. Apakah itu benar?”Tiba-tiba saja, suasana mendadak sunyi. Mia kini dapat mendengar deru napasnya sendiri. “Benar, Tuan.”“Kebetulan sekali. Aku jadi memiliki mata-mata tambahan,” celetuk Herbert, mengundang ketegangan yang lebih besar untuk melahap sang sekretaris.“M-mata tambahan?”“Ya, kau tahu bahwa aku sering menyewa orang untuk mengintai siapa saja, bukan?”Dalam sekejap, udara di sekitar Mia bertambah berat. Gadis itu semakin kesulitan untuk menarik napas. Tangannya yang dingin telah terkepal di depan dada, sementara kakinya
“Max, jangan bilang kalau kalian sedang bersenang-senang. Kalian tidak mungkin tega mengabaikanku, bukan?” tanya sang CEO dengan alis terangkat maksimal.“Ya ...” desah sang adik sukses mengundang kekesalan Julian.“Kalian ini sungguh keterlaluan! Aku sedang membicarakan masalah serius, tapi kalian malah asyik bermain,” protes Julian sembari mengernyitkan dahi.“Hubungi kami lagi nanti,” ujar Max dengan suara patah-patah. Sedetik kemudian, sambungan telepon terputus.“Max? Gaby?” panggil Julian tak percaya.Setelah menyadari bahwa permintaannya memang diabaikan, pria itu sontak membanting kepala ke sandaran jok. “Teganya mereka melakukan ini kepadaku.”Sembari mengetuk-ngetuk jari pada kemudi, otak sang pria berpikir keras. “Bagaimana caraku mendapatkan Cayden? Apakah aku harus menculiknya?”Selang perenungan sejenak, ia pun memasukkan gigi dan menanca
Dengan ringisan kecil, sang sekretaris mengangguk. “Apakah kami boleh mengajak Cayden ke kebun binatang? Kami berjanji akan mengurus Pangeran Kecil dengan baik.”Mendengar kata kebun binatang, sang bayi sontak menegakkan badan. Matanya yang bulat kini berbinar-binar menatap orang tuanya. “Ju ...?”“Benar! Zoo. Kita bisa melihat banyak hewan di sana,” jelas Julian dengan gerak tangan meyakinkan. “Kau pasti akan sangat senang jika pergi ke sana.”Tiba-tiba, Cayden mengangkat tangan setinggi-tingginya dan tertawa. “Ju ...!”Melihat antusiasme sang putra, Max dan Gabriella kompak bertatapan. Mereka sama-sama tahu bahwa tidak ada yang tega menghancurkan kebahagiaan Pangeran Kecil.Selang satu helaan napas cepat, sang wanita akhirnya berkata, “Jangan membiarkan Cayden lepas dari pengawasan kalian. Mengerti?”Mendapat persetujuan dari Gabriella, senyum lebar otomatis mencerahka
Merasa tak nyaman berada di dekat Katniss seorang diri, Julian akhirnya mengayunkan kaki mengikuti jejak sang kekasih. Namun, bukannya tersinggung, sang model malah turut melangkah, mengimbangi kecepatan pria yang diam-diam mendesah.“Saya dengar, Anda sedang menghindar dari Tuan Herbert. Apakah itu benar?” tanya Katniss dengan nada santai.Merasa diinterogasi, Julian pun melirik dari bawah kerut alis. “Apakah ayah saya meminta Anda untuk menanyakannya?”“Oh, tidak. Saya hanya penasaran saja. Jika memang kehadiran saya penyebabnya, saya ingin meminta maaf,” sahut sang wanita sembari menunjukkan lengkung bibir yang tulus.Sadar bahwa Katniss Johnson mengetahui keberatannya selama ini, Julian sontak menghentikan langkah. Dengan tatapan yang menyempit, ia meneliti kejujuran dari sorot mata di hadapannya.“Jadi, Anda sadar bahwa saya terpaksa menemui Anda?” selidik sang pria dengan kepala yang condong men
“Waaa ...” desah Cayden saat berdiri memegang pagar kayu. Matanya yang berbinar-binar tak lepas dari kelinci “raksasa” yang baru pertama kali dijumpainya.Menyaksikan kelucuan sang bayi, Mia pun tersenyum kecil. “Apakah kamu suka melihatnya?” tanya gadis yang tak pernah melepas tangannya dari Cayden.Tiba-tiba, telunjuk mungil sang bayi tertuju pada kelinci hitam yang berada di tengah kandang. Setelah memastikan Mia melihat arah yang ditunjuknya, ia membuka dan mengepalkan tangan secara bergantian.“Apakah kamu mau meraihnya?” tanya Mia seraya menaikkan alis.“Yayaya!” seru Cayden memanggil hewan itu untuk datang.“Maaf, Pangeran Kecil. Kita tidak boleh masuk ke dalam sana. Jadi, kita tunggu saja dia mendekat, hm?”Sembari membelai bayi yang terus berteriak, Mia melirik ke arah kekasihnya yang masih berbincang dengan sang model. Julian tampak sangat gembira. Sesekali, pr