“Apakah cerita ini yang kau sebut mengharukan itu?” bisik Julian kepada gadis di sampingnya setelah Katniss pergi ke toilet.
Tanpa menoleh, Mia mengangguk.
“Kalau begitu, waktu itu kau pasti berbohong,” gumam Julian sebelum menarik napas panjang dan menegakkan punggungnya. “Kisah perjuangan hidup Katniss Johnson sama sekali tidak menyentuh hatiku.”
“Tapi, bukankah dia hebat? Dia berhasil menjadi sukses meski keluarganya biasa-biasa saja,” sanggah gadis yang akhirnya melirik dengan tatapan lesu.
“Lalu, apa bedanya denganmu? Bukankah kau juga sudah sukses? Kau berhasil menjadi sekretaris perusahaan terbesar di negara ini, Mia,” ujar Julian mengingatkan.
Namun, bukannya mengangkat dagu, sang gadis malah semakin menyembunyikan wajah. “Tapi, aku selalu merasa kalau itu tidak kudapat dari jerih payahku. Aku hanya beruntung karena Tuan Herbert mau menyekolahkanku dan memberiku kepercayaan.&
Setelah menelan ludah, Mia pun menjawab panggilan. Dengan kepala yang agak tertunduk, ia menyapa, “Selamat malam, Tuan.”“Halo, Mia. Apakah aku mengganggumu?”Mendengar nada dingin itu, leher sang gadis otomatis berubah lebih kaku. “Tidak, Tuan.”“Kudengar, kau ikut makan malam bersama Julian dan Katniss. Apakah itu benar?”Tiba-tiba saja, suasana mendadak sunyi. Mia kini dapat mendengar deru napasnya sendiri. “Benar, Tuan.”“Kebetulan sekali. Aku jadi memiliki mata-mata tambahan,” celetuk Herbert, mengundang ketegangan yang lebih besar untuk melahap sang sekretaris.“M-mata tambahan?”“Ya, kau tahu bahwa aku sering menyewa orang untuk mengintai siapa saja, bukan?”Dalam sekejap, udara di sekitar Mia bertambah berat. Gadis itu semakin kesulitan untuk menarik napas. Tangannya yang dingin telah terkepal di depan dada, sementara kakinya
“Max, jangan bilang kalau kalian sedang bersenang-senang. Kalian tidak mungkin tega mengabaikanku, bukan?” tanya sang CEO dengan alis terangkat maksimal.“Ya ...” desah sang adik sukses mengundang kekesalan Julian.“Kalian ini sungguh keterlaluan! Aku sedang membicarakan masalah serius, tapi kalian malah asyik bermain,” protes Julian sembari mengernyitkan dahi.“Hubungi kami lagi nanti,” ujar Max dengan suara patah-patah. Sedetik kemudian, sambungan telepon terputus.“Max? Gaby?” panggil Julian tak percaya.Setelah menyadari bahwa permintaannya memang diabaikan, pria itu sontak membanting kepala ke sandaran jok. “Teganya mereka melakukan ini kepadaku.”Sembari mengetuk-ngetuk jari pada kemudi, otak sang pria berpikir keras. “Bagaimana caraku mendapatkan Cayden? Apakah aku harus menculiknya?”Selang perenungan sejenak, ia pun memasukkan gigi dan menanca
Dengan ringisan kecil, sang sekretaris mengangguk. “Apakah kami boleh mengajak Cayden ke kebun binatang? Kami berjanji akan mengurus Pangeran Kecil dengan baik.”Mendengar kata kebun binatang, sang bayi sontak menegakkan badan. Matanya yang bulat kini berbinar-binar menatap orang tuanya. “Ju ...?”“Benar! Zoo. Kita bisa melihat banyak hewan di sana,” jelas Julian dengan gerak tangan meyakinkan. “Kau pasti akan sangat senang jika pergi ke sana.”Tiba-tiba, Cayden mengangkat tangan setinggi-tingginya dan tertawa. “Ju ...!”Melihat antusiasme sang putra, Max dan Gabriella kompak bertatapan. Mereka sama-sama tahu bahwa tidak ada yang tega menghancurkan kebahagiaan Pangeran Kecil.Selang satu helaan napas cepat, sang wanita akhirnya berkata, “Jangan membiarkan Cayden lepas dari pengawasan kalian. Mengerti?”Mendapat persetujuan dari Gabriella, senyum lebar otomatis mencerahka
Merasa tak nyaman berada di dekat Katniss seorang diri, Julian akhirnya mengayunkan kaki mengikuti jejak sang kekasih. Namun, bukannya tersinggung, sang model malah turut melangkah, mengimbangi kecepatan pria yang diam-diam mendesah.“Saya dengar, Anda sedang menghindar dari Tuan Herbert. Apakah itu benar?” tanya Katniss dengan nada santai.Merasa diinterogasi, Julian pun melirik dari bawah kerut alis. “Apakah ayah saya meminta Anda untuk menanyakannya?”“Oh, tidak. Saya hanya penasaran saja. Jika memang kehadiran saya penyebabnya, saya ingin meminta maaf,” sahut sang wanita sembari menunjukkan lengkung bibir yang tulus.Sadar bahwa Katniss Johnson mengetahui keberatannya selama ini, Julian sontak menghentikan langkah. Dengan tatapan yang menyempit, ia meneliti kejujuran dari sorot mata di hadapannya.“Jadi, Anda sadar bahwa saya terpaksa menemui Anda?” selidik sang pria dengan kepala yang condong men
“Waaa ...” desah Cayden saat berdiri memegang pagar kayu. Matanya yang berbinar-binar tak lepas dari kelinci “raksasa” yang baru pertama kali dijumpainya.Menyaksikan kelucuan sang bayi, Mia pun tersenyum kecil. “Apakah kamu suka melihatnya?” tanya gadis yang tak pernah melepas tangannya dari Cayden.Tiba-tiba, telunjuk mungil sang bayi tertuju pada kelinci hitam yang berada di tengah kandang. Setelah memastikan Mia melihat arah yang ditunjuknya, ia membuka dan mengepalkan tangan secara bergantian.“Apakah kamu mau meraihnya?” tanya Mia seraya menaikkan alis.“Yayaya!” seru Cayden memanggil hewan itu untuk datang.“Maaf, Pangeran Kecil. Kita tidak boleh masuk ke dalam sana. Jadi, kita tunggu saja dia mendekat, hm?”Sembari membelai bayi yang terus berteriak, Mia melirik ke arah kekasihnya yang masih berbincang dengan sang model. Julian tampak sangat gembira. Sesekali, pr
“Omong-omong, setelah ini kau mau mengajak Cayden ke mana?” tanya Julian memecah keheningan yang mencekam hati sang sekretaris.“Entahlah,” sahut Mia tanpa menoleh. Ia tidak mau sang kekasih mendeteksi perasaannya yang sedang kacau.Alih-alih mempertanyakan gelagat aneh sang sekretaris, Julian malah meruncingkan telunjuk ke suatu arah. “Di situ ada tempat untuk memberi makan hewan. Pangeran Kecil pasti akan senang. Bagaimana menurutmu?”Hanya lewat lirikan mata, Mia memeriksa apa yang diusulkan oleh sang CEO. Setelah melihat kandang berisi kambing, gadis itu mengangguk tipis. “Ide bagus,” sahutnya datar, sembari menutup botol yang diserahkan oleh Cayden.“Apakah kau sudah kembali bersemangat?” selidik Julian sembari mendekatkan wajah pada keponakannya yang duduk di pangkuan sang sekretaris.“Jajajaja ...” oceh Cayden selagi Mia menyeka keringat di lehernya. Dengan mata yang ber
“Terima kasih banyak, Julian. Hari ini sangat menyenangkan,” ucap Katniss dengan senyum semringah.“Sama sekali bukan masalah. Nanti, jika kau sudah memiliki waktu luang lagi, kabari saja di mana pertemuan ketiga kita,” timpal Julian, sukses membelalakkan mata gadis yang berdiri di sampingnya.“Pertemuan ketiga?” batin Mia sembari menelan ludah.Dadanya yang sesak kini terasa semakin tertekan. Jika saja ia tidak sedang menggendong bayi yang sedang tertidur, dirinya pasti sudah mengeratkan cengkeraman, menggenggam kekesalan yang tak mungkin diucapkan.“Baiklah. Nanti kukabari. Mungkin, setelah summer fashion week putaran ini,” sahut Katniss dengan anggukan meyakinkan. “Atau ..., mungkin kau mau menemuiku di sana?”“Dan melihatmu mengenakan bikini?” celetuk Julian sama sekali tanpa beban. “Tidak, terima kasih.”Mia tidak sanggup lagi bergabung dalam pe
Gabriella mengerutkan alis saat melihat putranya menangis sembari merentangkan tangan ke arahnya. Dengan bibir mengerucut, wanita itu mengambil sang bayi dari tangan sang sekretaris.“Cup, cup, cup. Jangan menangis, Cayden. Mama di sini,” ucap Gabriella seraya menimang-nimang putranya.Namun, tiga detik berlalu, sang bayi masih terus menitikkan air mata. Sembari memutar pandangan, ia meraung, “Da ... da ....”Mendengar panggilan putranya, Max mempercepat langkah menuruni tangga. Begitu tiba di hadapan Gabriella, ia langsung menggendong putranya.“Kenapa kau menangis, Pangeran Kecil? Bukankah tadi pagi kau sangat bersemangat mengikuti Paman dan Bibi? Kau bahkan melambai dengan riang saat mobil membawamu pergi,” tutur Max dengan nada khas orang dewasa saat berbicara dengan anak kecil.Perlahan-lahan, air mata Cayden mulai surut. Selang beberapa saat, yang tersisa hanyalah mata merah dan bibir yang cemberut. Sambil