"Menikah denganku, atau masuk penjara!" Alex menatap tajam gadis yang sedang duduk di hadapannya. Ruang kerja yang didominasi warna hitam dan putih itu semakin terasa pengap bagi sang gadis, refleksi dari tatapan mata Alex yang keras. Ipeh menggigit bibirnya, cemas. "Tapi, Om, aku masih semester empat, masa harus menikah!" serunya dengan nada memohon, berharap Alex akan berubah pikiran. Bibirnya mengerucut, ekspresi wajahnya menggambarkan perasaan tidak rela dan bimbang. "Kuulangi sekali lagi, pilihanmu hanya ada dua, menikah denganku atau masuk penjara. Waktumu hanya sepulah detik," ucap Alex sambil menatap jam di tangannya, mulai menghitung, "Sepuluh!" "Eh, tunggu, Om, jangan dihitung dulu!" Ipeh terpekik, panik. "Sembilan!" terus Alex tanpa menghiraukan protes Ipeh. "Aku harus bilang apa pada pamanku jika tiba-tiba menikah?" desak Ipeh, mencari alasan untuk mengelak. "Terserah! Delapan!" balas Alex, tidak memberikan celah sama sekali. "Ah, memang benar kata orang, L
Read more