"Menikah denganku, atau masuk penjara!"
Alex menatap tajam gadis yang sedang duduk di hadapannya. Ruang kerja yang didominasi warna hitam dan putih itu semakin terasa pengap bagi sang gadis, refleksi dari tatapan mata Alex yang keras. Ipeh menggigit bibirnya, cemas. "Tapi, Om, aku masih semester empat, masa harus menikah!" serunya dengan nada memohon, berharap Alex akan berubah pikiran. Bibirnya mengerucut, ekspresi wajahnya menggambarkan perasaan tidak rela dan bimbang. "Kuulangi sekali lagi, pilihanmu hanya ada dua, menikah denganku atau masuk penjara. Waktumu hanya sepulah detik," ucap Alex sambil menatap jam di tangannya, mulai menghitung, "Sepuluh!" "Eh, tunggu, Om, jangan dihitung dulu!" Ipeh terpekik, panik. "Sembilan!" terus Alex tanpa menghiraukan protes Ipeh. "Aku harus bilang apa pada pamanku jika tiba-tiba menikah?" desak Ipeh, mencari alasan untuk mengelak. "Terserah! Delapan!" balas Alex, tidak memberikan celah sama sekali. "Ah, memang benar kata orang, Leon Alex Parker itu Gila!" Ipeh melontarkan kata-kata itu dengan rasa frustasi yang mendalam. "Watch your mouth!" Alex dengan cepat menyentil bibir Ipeh. "Aw, sakit!" Rasa tidak nyaman tergambar jelas di wajah dengan bibir mengerucut itu. "Dasar bujang lapuk!" rajuknya dengan nada kesal dan lirih. "Hiss, dasar Gadis Setan! Apa orang tuamu tidak mengajarkan sopan santun hah! Aku juga tidak sudi menikah dengan gadis tengil sepertimu kalau tidak terpaksa! Empat!" Alex merasa sangat kesal lalu menjewer telinga kanan gadis berusia sembilan belas tahun itu dengan kencang. "Aw, aw ... sakit, Om! Masa dari tujuh langsung empat! Matematikanya lulus tidak, sih!" ketus Gadis itu yang masih mencoba mengulur waktu. "Terserah and I'm not your uncle! Jaga mulutmu atau aku hukum lebih berat lagi! Tiga!" Alex menatap tajam pada mahasiswi manajemen bisnis itu, tetapi yang ditatap terlihat santai dan sibuk menggerakkan bibirnya yang mengerucut ke kanan dan kiri. 'Bagaimana kakek bisa menjodohkanku dengan gadis menjijikkan dan tidak punya sopan santun seperti ini!' Alex menggerutu di dalam hatinya. Berhadapan dengan orang dengan tatapan penuh kebencian sudah menjadi santapan Ipeh sehari-hari jadi dia tidak gentar melihat tatapan pria tampan di hadapannya. Hanya saja saat ini dia sedang terjepit karena sesuatu hal. "Lepaskan dulu tangannya, sakit! Kita bicarakan lagi, ya?" Ipeh mencoba membujuk Alex untuk mengulur waktu. "Dua!" suara Alex memecah keheningan ruangan, tetapi Ipeh yang duduk di sampingnya tidak bergerak. Tenggelam dalam pikirannya sendiri. Di sisi lain, Alex terpaksa harus mengubah status singlenya malam ini atau dia akan kehilangan warisan Parker Corp dari kakeknya. Jadi kendati dia harus melukai harga dirinya dengan mengaitkan diri pada gadis urakan seperti Ipeh, dia akan melakukannya. "Tunggu sebentar, aku sama sekali belum berpikir! Tenang... tenang, tarik napas dulu!" Ipeh berusaha meredakan detak jantungnya yang semakin kencang dan juga mencoba menenangkan Alex yang semakin gelisah. Taruhannya adalah masa depannya, keputusan gegabah adalah hal yang harus dia dihindari. "Satu! Marco, cari aku gadis lain dan bawa gadis ini ke kantor polisi." Alex menatap Marco dengan pandangan yang tajam dan penuh perintah. "Terapkan aturan nomor dua dan pastikan dia mendekam di penjara minimal tiga bulan, SEKARANG!" Suara Alex meninggi, nada kemarahannya tidak bisa ditahan lagi, intoleransinya terhadap ketidakpatuhan membara dalam dirinya. "Siap, Tuan Muda!" Marco menjawab cepat sambil mendekati Ipeh. "Ayo, Nona Ipeh waktumu sudah habis!" Dengan cepat sang sekretaris memanggul Ipeh yang berusaha melepaskan diri dengan sekuat tenaga. "Aaarrgh, lepaskan! Dasar orang kaya gila! Aku bukan karung beras! Kenapa kalian jahat sekali! Aaargh tolong!" Teriakan Ipeh memenuhi ruangan, mencari simpati dan pertolongan, namun Alex hanya menatap dingin, mantap dengan keputusannya. Ipeh terus berteriak dan meronta-ronta agar bisa lolos dari Marco serta jerat hukum, tetapi usahanya sia-sia, tenaga sekertaris Alex itu terlalu besar untuknya. Brug! Marco melemparkan gadis dengan tinggi 158 cm itu ke dalam mobil. Dia merasa tidak tega tetapi bosnya menyuruhnya melakukan aturan nomor dua yang berarti gunakan ancaman dan sedikit kekerasan. "Aw, punggungku!" Ipeh meringis saat punggungnya menimpa jok kulit mobil Marco dengan kencang. Duk! "Aw kepalaku!" Karena berusaha mengurangi rasa sakit di punggungnya, Ipeh meluruskan tubuhnya tetapi kepalanya malah terantuk pintu mobil. Dia merasa pusing untuk sesaat dan spontan mengusap kepalanya serta punggungnya bergantian. "Hey, aku ini manusia bukan benda mati! Apa kamu tidak pernah diajarkan sopan-santun oleh ibumu!" Ipeh mengomeli Marco. Cklek! "Berhentilah bicara atau aku ledakkan kepalamu sekarang juga!" Marco menempelkan ujung pistolnya ke pelipis gadis berparas cantik itu berusaha tampil segarang mungkin. Ipeh langsung terkesiap dan otomatis membungkam mulutnya. Tiba-tiba air mata mengalir deras dari mata indahnya dan tubuh gadis itu bergetar hebat. Tidak berapa lama pupil matanya memutih dan mahasiswi itu kejang-kejang. "Ya ampun kenapa gadis ini tiba-tiba jadi kejang-kejang begini ... TUAN MUDA!" Marco langsung panik dan berteriak memanggil Boss-nya sambil berlari menghampiri Alex. "Hiss! Mana manner-mu, aku ini majikanmu, sopanlah sedikit!" Alex mendelik dan merasa risih melihat tingkah laku sekretarisnya. "Maaf, Tuan Muda tapi ini darurat. Ada setan kejang di mobilku, eh, gadis itu jadi setan kejang! Aaarrgh ... gadis setan itu ... Ish ... Nona Ipeh kejang-kejang!" Marco sangat panik sehingga berbicara gagap dan melantur. Dia shock karena ini pertama kalinya dia melihat orang dewasa kejang. Gadis setan atau Miss devil adalah sebutan yang disematkan oleh Alex dan Marco pada Ipeh. Panggilan ledekan dari nama lengkap gadis itu yaitu Devi Ria Cahyani "Apa! Bawakan tasku, sekalian tabung oksigen dan maskernya!" Alex langsung berlari ke arah mobil sekretarisnya. Dari kejauhan dia melihat Ipeh sudah terjatuh di bawah jok dan masih kejang-kejang. "Ya ampun, kenapa kamu selalu menyusahkan aku sih, gadis setan!" Alex merasa jengkel tetapi tetap melaksanakan tugas kemanusiaannya sebagai seorang dokter. Kondisi Ipeh sangat berantakan, selain masih kejang, darah pun mengalir di kening gadis bermanik hitam itu. "God! Sepertinya kepala gadis itu terbentur sesuatu!" Alex berusaha mengangkat Ipeh ke atas jok mobil. Membaringkannya dengan posisi menyamping dan menahannya agar tidak terjatuh. "Syukurlah lidahnya tidak tergigit!" Alex mengambil beberapa buah tisu di dashboard mobilnya dan memasukkan ke dalam mulut gadis itu. "Diamlah, aku akan menyelamatkanmu!" omel Alex pada gadis yang masih kejang-kejang itu. Terdengar derap langkah kaki mendekati mobil itu. "Ini tasnya, Tuan Muda!" Marco merasa ngilu melihat pemandangan di depannya. "Ambilkan tisu basah, stesolid 10 mg dan minyak zaitun lalu buka segelnya!" seru Alex yang masih berusaha menahan gadis yang masih kejang itu. "Ini Tuan Muda!" "Berbaliklah, dan pastikan tidak ada orang yang berada di sekitar sini. Aku tidak mau kamu melihat calon istriku!" "Baik Tuan Muda!" Marco membelakangi mereka. 'Katanya tadi suruh membawa Nona Ipeh ke penjara dengan aturan nomor dua, eh, tiba-tiba jadi calon istrinya lagi? Dasar plin-plan!' Marco menggerutu di dalam hatinya. "Hei, Miss Devil, ingat ini kondisi darurat!" Alex memasangkan oksigen lalu membuka rok Ipeh, mengoleskan minyak zaitun dan memasukkan obat penenang melalui bagian belakang tubuh mahasiswi itu. Setelah selesai, dia merapikan pakaian calon istrinya itu lalu mengambil tisu basah untuk membersihkan tangannya. "Done!" Alex memasang wajah datar saat melihat gadis di hadapannya berangsur-angsur tenang kembali dan tertidur dengan pulas. "Siapkan dokumen pernikahanku dan datangkan keluarganya dalam dua jam!" seru Alex sambil menggendong Ipeh menuju ke dalam vilanya. "Tapi kantor polisi dan penjaranya?" tanya Marco hanya ingin memastikan. "Lupakan! Waktu kita tidak banyak, aku harus menikah dengannya malam ini juga!" "Baik, Tuan Muda!" Marco tidak membantah lagi, dia langsung menelepon bawahannya dan pergi mempersiapkan semuanya. Malam itu juga diadakan prosesi pernikahan antara Alex dan Ipeh dengan Pak Toni, pamannya Ipeh dari pihak ibu, sebagai walinya yang ada di Indonesia. Satu jam sebelumnya Pak Toni sangat terkejut ketika tiba-tiba ada beberapa pria bersetelan jas rapi yang datang ke rumahnya dan mengatakan keponakannya akan menikah malam itu juga, tetapi melihat penampilan mewah para penjemputnya dia tidak menolak saat diajak untuk menemui keponakan dan calon menantunya. Saat datang ke kediaman Alex, pria paruh baya itu terpana melihat betapa besarnya vila calon menantunya itu dan semakin terkejut saat mengetahui identitas calon menantunya itu. 'Leon Alex Parker! Aku benar-benar mendapatkan durian runtuh!' pekik Pria Paruh baya itu di dalam hatinya. Senyum licik tidak bisa disembunyikannya. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan meminta sejumlah uang sebagai pengganti biaya membesarkan keponakannya. "Ok aku memberikannya tapi dengan syarat kamu harus menandatangani perjanjian dan tidak akan muncul lagi di hadapan kami selamanya!" "Tapi itu ...." "Kalau kamu tidak menyetujuinya, aku bisa membawamu ke kantor polisi saat ini juga dan membiarkanmu membusuk di penjara! Kamu pikir aku tidak tahu track record kejahatanmu itu, hah!" Tatapan bengis Alex meluluhlantahkan kesombongan Toni, dia langsung berlutut di depannya. "Jangan Tuan, maafkan dan ampuni saya. Saya berjanji akan menghilang dari kehidupan keponakanku!" Toni merasa ketakutan. Dia tahu ucapan Alex bukan hanya isapan jempol belaka dan dia tidak berencana menghabiskan sisa hidupnya di penjara. "Enyahlah dari hadapanku!" seru Alex, menatap jijik pada paman dari istrinya itu. 'Paman dan keponakan sama saja!' Alex kembali menggerutu di dalam hatinya. Bersambung✍️"Mmm ...." Ipeh membuka matanya secara perlahan lalu mengerjap-ngerjapkannya selama beberapa detik, menyesuaikan diri dengan ruangan yang gelap."Uwaaah keren ...." Gadis itu langsung terkesima melihat taburan bintang dan beberapa objek tata surya lainnya di langit-langit kamar yang memanjakan matanya, tetapi beberapa saat kemudian."Ini di mana?" tanyanya setelah menyadari ruangan itu terlalu megah untuk menjadi tempat kost dua petaknya.Mata gadis itu mulai menelusuri setiap sudut ruangan yang terlihat teramat sangat mewah walaupun dengan pencahayaan yang terbatas, lalu pandangannya terkunci pada sosok laki-laki yang tertidur pulas di sampingnya."Aaargh! Ya ampun!" Ipeh berteriak dan langsung melompat dari tempat tidur.Embusan angin dingin dari air conditioner membuatnya bergidik, gadis itu memeluk tubuhnya lalu menyadari sesuatu. Dia menurunkan pandangannya dan melihat tidak ada sehelai benang pun di tubuhnya."Aaargh!" Gadis itu kembali naik ke atas tempat tidur, menyembunyikan d
"Kirimkan uang lima juta, sekarang juga!" tulis Toni."Aku belum gajian, Om," balas Ipeh."Jangan bohong! Ini sudah tanggal satu, ingat utang biaya pengobatan ibumu masih menumpuk!" tulis Toni lagi."Kok, masih menumpuk? Bukannya seharusnya sudah lunas? Bulan kemarin, kan, kita sudah menjual rumah ibu dan aku sudah transfer ke Bos Indra," balas Ipeh.[Jangan banyak tanya, transfer saja uangnya, kecuali kamu mau jadi jaminan hutangnya!" tulis Toni."Ck! Pasti kalah judi lagi," keluh Ipeh. Mau tidak mau dia membuka m-banking-nya, kemudian mengirimkan uang lima juta ke rekening pamannya. Gadis itu masih memiliki uang sisa penjualan rumah yang dia bagi dua dengan pamannya sebelumnya.Dia mengelus dadanya teringat mendiang kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Walaupun ayahnya meninggal karena kecelakaan saat dia baru berumur tujuh tahun. Ibunya yang bekerja sebagai seorang sekertaris di salah satu perusahaan ternama, mampu menopang kehidupan mereka dengan layak termasuk pamannya,
"Tiga hari? Dokter Alex? Siapa dia?" tanya Ipeh kebingungan."Dokter Alex, kan, tunangan Anda, apa Anda lupa, Nona?" tanya Perawat itu lagi sambil mengerutkan keningnya."Hah?" Ipeh bengong.'Kenal juga nggak, kenapa bisa jadi tunanganku? Who the hell is he?' tanya Ipeh di dalam hatinya."Apa ini efek kecelakaan, ya," gumam perawat itu, menatap Ipeh yang terlihat kebingungan."Tunggu sebentar, Nona, saya akan memanggil Dokter Irwan ke sini," ucap Perawat itu lagi lalu bergegas keluar dari ruang perawatan Ipeh."Sus ... tunggu dulu ... Sus ...," teriak Ipeh, tetapi perawat itu berlari dengan cepat, mengabaikan panggilan gadis cantik itu."Yaah, dia pergi ... padahal, kan, aku haus! Sepenting itukah memanggil Dokter Irwan?" keluh Ipeh sambil mengerucutkan bibirnya.Dia menatap tombol merah yang masih dipegangnya tetapi tidak menekannya karena tidak ingin terlalu merepotkan perawat yang lain. Dia tahu selain dirinya, pasti banyak pasien lain yang lebih membutuhkan bantuan perawat. Jadi ga
"Si-siapa kamu?" tanya Ipeh dengan suara terbata-bata karena ketakutan, bulu kuduknya langsung berdiri. Dia teringat cerita tentang pembunuh berdarah dingin yang datang tengah malam di salah satu novel favoritnya.Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ipeh, laki-laki itu mulai mendekati tempat tidur pasien. 'Suara langkah kakinya sama menyeramkan ya dengan penampilannya!' Ipeh refleks menyusut ke ujung tempat tidurnya.Suasana yang sunyi, langkah kaki yang tegas serta tatapan tajam yang mendominasi membuat Ipeh semakin gentar. Jantungnya berdebar dengan kencang, keringat dingin mulai membasahi kedua telapak tangannya yang memegang ujung bedcover dengan kuat."A-apa maumu? Ja-jangan berani macam-macam!" seru Ipeh, memberanikan diri menatap tajam pada laki-laki yang kini sudah berdiri di depan tempat tidurnya. Gadis cantik itu bergegas menekan tombol merah yang ada di sampingnya.Laki-laki itu hanya terdiam melihat gerak-gerik Ipeh, sambil menyilangkan tangannya.Tidak berapa lama
"Karena kamu yang akan menghabiskannya, jadi tentu saja kamu yang harus membayar. Setidaknya aku sudah berbaik hati menyelamatkan nyawamu dan membawamu ke sini. Aku juga mempertaruhkan nama baikku untuk jadi tunanganmu, bahkan memberikan cicilan tanpa bunga. Apa kamu gadis yang tidak tahu terima kasih?" Alex menatap langsung ke arah kedua mata Ipeh, menegaskan kalau ucapannya tidak boleh dibantah.Ipeh terdiam karena ucapan Alex benar. Gadis itu menatap lekat laki-laki di hadapannya.'Apa dia seorang model? Kenapa terlihat tampan sekali! Andai sikapnya sebaik wajahnya, pasti ....' Selama beberapa detik, Ipeh tidak mengedipkan matanya, terpesona oleh ketampanan Alex.Suara benda jatuh yang cukup mengejutkan terdengar dari di luar ruang perawatan mengembalikan jiwa Ipeh dari dunia mimpinya.'Astagfirullah, apa yang aku pikirkan! Bisa-bisanya memuji si lintah darat ini! Dia orang terjelek di dunia!' tegasnya di dalam hati."Tapi itu makanan mahal semua, kamu bawa pulang dan makan sendiri
"Maaf, tapi saya tidak akan membayar tagihannya sepersen pun, karena semuanya adalah tanggung jawab Dokter Alex sebagai orang yang sudah menabrak saya. Tolong sampaikan pada beliau bahwa saya memiliki bukti CCTV kecelakaan pada hari itu. Oya, terima kasih coklatnya, Anda baik sekali." Ipeh mengambil coklat batangan dari tangan Marco sambil memberikan senyuman terbaiknya.Marco menatap Ipeh dengan wajah datar, memastikan gadis di hadapannya tidak melihat kepanikannya."Apa Anda yakin ini yang terbaik," ucap Marco lagi, memberi kesempatan Ipeh untuk berubah pikiran dan meminta maaf."Tentu saja, Dokter Alex seharusnya bersyukur karena saya tidak melapor pada polisi atau memberi tahu kejadian saat itu pada media," ucap Ipeh, tersenyum tipis.Sekretaris Alex itu mengatur napasnya beberapa kali sebelum berbicara lagi dengan gadis keras kepala itu."Baiklah kalau itu keputusan Anda, kalau begitu saya pergi dulu. Saya harap Nona Devi siap dengan setiap konsekuensi yang akan terjadi di masa de
Saat itu Alex yang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Ipeh, menggendong gadis itu turun dari mobilnya di depan IGD Rumah Sakit Permata. Para tenaga medis yang berada tidak jauh dari mobilnya terkejut melihatnya sebelum bergegas membantunya.Tidak perlu waktu yang lama untuk menciptakan kehebohan di rumah sakit itu dan saat melihat Dokter Irwan dan Dokter Erna berlari ke arahnya, Alex sedikit panik.Dokter Erna dan Dokter Irwan adalah Tante dan paman dari Alex. Mereka membesarkan Alex setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat dia berusia sepuluh tahun."Alex, syukurlah kamu baik-baik saja! Kami berdua sangat khawatir!" seru Dokter Erna Parker. Diamini oleh Dokter Irwan Dirja, suaminya."Siapa gadis itu?" tanya Dokter Irwan yang merupakan Dokter Bedah Saraf, beliau melirik ke arah Ipeh yang sedang ditangani oleh dokter jaga di IGD."Dia, tunanganku!" seru Alex tanpa banyak berpikir. "Tunangan?" Dokter Irwan terkejut."Apa dia alasan kamu menolak perjo
"Tentu saja membereskan semuanya," jawab Gadis Cantik itu sambil mengedipkan salah satu matanya."Sekarang?""Tahun depan!""Hah?""Ya, sekaranglah!""Nana, apa kamu bolos kuliah?" tanya Ipeh pada gadis cantik berwajah campuran Asia dan Eropa, yang sedang cemberut itu, dia adalah sahabat Ipeh."Kamu sudah diijinkan pulang pagi ini, jadi mana bisa aku masuk kuliah! Kalau aku nggak datang, siapa yang akan mengantarmu pulang, coba," jelas Diana atau biasa dipanggil Nana, sahabat Ipeh sejak di sekolah menengah pertama."Hehe ... iya juga, makasih ya, Na." Ipeh tersenyum tanpa bisa membantahnya."Hm, aku tuh jadi khawatir kalau aku jadi pergi tahun depan, siapa yang akan menjaga gadis ceroboh sepertimu." Diana menatap Ipeh sambil melipat tangan di dadanya.Diana adalah mahasiswa kedokteran semester empat yang mengambil semester pendek demi mempercepat kelulusannya. Diana bercita-cita bisa menjadi salah satu dokter sukarelawan yang akan dikirim ke negara konflik. Dia berharap bisa bertemu de
"Kapan kalian akan menikah?" Kakeknya Alex langung menodongkan pertanyaan yang membuat Ipeh shock. Gadis itu hanya bisa menelan ludah, matanya mencari-cari jawaban hingga bertemu dengan mata elang sang tunangan palsu. "Setelah Devi lulus kuliah, Kek," ujar Alex mantap, mendekati Ipeh dan duduk disampingnya, 'Ah, si raja tega bisa juga punya hati,' batin Ipeh saat Alex menyelamatkannya dengan jawaban tangkas yang tidak terpikirkan olehnya. Akan tetapi saat tiba-tiba tangan Alex menggenggam tangan Ipeh dengan lembut dan memberikan senyuman manis penggetar jiwa, gadis itu merasa tangannya tersengat listrik tidak kasat mata yang mengalir deras dalam darah Ipeh. 'Aduuh, ginjalku bergetar! Aku nggak tahan melihatnya! Aku butuh minum!' Setelah jantungnya menggila sejak digendong Alex dan diinterogasi oleh kakeknya Alex, kini ginjalnya benar-benar bergetar melihat senyuman malaikat milik Alex seakan pesona Alex menghisap semua kekuatan dan membuat tubuhnya kehilangan cairan. Dengan s
Alea semakin membenci Ipeh setelah mengetahui dirinya kalah dari seorang pengantar susu dan koran. Sementara itu, Ipeh yang telah selesai menceritakan pertemuan pertama dengan tunangan palsunya merasa lega karena para sesepuh keluarga Parker tidak ada yang komplain tentang apa yang dikatakannya. 'Semua yang aku katakan tidak sepenuhnya bohong, aku memang setiap hari mengantar susu dan koran ke rumahnya, terlepas dia melihatku atau tidak. Dia juga memang pernah jadi pembicara di kampusku dan fakta kalau dialah yang menolongku saat kecelakaan walaupun dialah penyebabnya. Dia juga yang menebusku di pelelangan walaupun dia penyebab aku dijual ke sana," ucap Ipeh di dalam hatinya. Dia menatap Alex sebelum menggerutu kembali di dalam hatinya. 'Entahlah dia itu sebenarnya Dewa Kesialan atau Dewa Keberuntunganku?' Ipeh mengakui di dalam hatinya walaupun Alex membuatnya masuk rumah sakit, tetapi karenanya, dia bisa mengenal orang-orang baik seperti Bibi Kesatu dan keluarganya Alex. Walaupun
'Mati, aku! Bagaimana kalau Kakeknya Alex tahu kalau aku ini tunangan palsu cucunya!' Ipeh menangis di dalam hati. "Kenapa ketakutan begitu? Kakek tidak akan melakukan hal-hal yang aneh padamu!" Kakeknya Alex tergelak karena merasa lucu dengan tingkah Ipeh. Saat semua orang berlomba-lomba berusaha mendekatinya dengan segala cara. Tunangan cucunya ini terlihat segan sejak pertama kali bertemu. "Hehe ...." Ipeh kembali tersenyum canggung. "Duduk di sini." Luis Parker, kakeknya Alex, menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya. "Baik, Kakek." Ipeh duduk perlahan di samping pria berusia enam puluh dua tahun yang masih terlihat gagah itu. Melihat perhatian semua orang tertuju pada Ipeh membuat Alea, sepupu Alex terlihat semakin mengeraskan wajahnya dan menggertakkan giginya. Biasanya semua perhatian dan pujian tertuju padanya, teapi sejak kabar munculnya tunangan kakak sepupunya terdengar orang tua dan kakeknya. Dia merasa tersisihkan. Alex pun beberapa kali membatalkan acara makan malam m
'Jadi, itu gadis tidak tahu diri yang sudah merebut perhatian Kak Alex dariku? Heh, ternyata gadis kampungan. Sebenarnya apa yang dilihat Kak Alex dari gadis miskin itu?Padahal aku jauh lebih cantik darinya!' Alea Dirja, sepupu Alex yang berusia enam belas tahun langsung memperlihatkan aura kebencian pada Ipeh. Seperti kedua orang tuanya, Alea, gadis yang jenius, dengan otak cemerlangnya, gadis itu bisa lompat kelas saat di sekolahnya dulu, dan berhasil menjadi mahasiswi kedokteran di usianya yang keempat belas tahun. Ipeh yang merasakan tatapan intens seseorang padanya, langsung menoleh ke arah Alea. Ipeh tersenyum padanya, tetapi hanya mendapatkan balasan tatapan tajam yang menghujam hatinya. 'Siapa dia? Kenapa dia terlihat membenciku? Apa salahku?' pikir Ipeh. Gadis itu terus memperhatikan Alea karena penasaran, tetapi suara Marco membuyarkan lamunannya. "Ini kursi rodanya, Tuan Muda." Marco mendorong kursi roda Ipeh ke hadapan Alex. Alex mengangguk lalu menurunkan Ipeh secara
"Jemput? Memangnya aku mau pergi ke mana, Tuan Marco? Bukannya jadwal ganti perbanku masih lama." Ipeh mengerutkan keningnya. "Anda akan makan malam di rumah utama keluarga Parker dan bertemu Tuan Besar," jelas Marco to the point. "Hah?" Ipeh kebingungan. "Iya, Nona Devi diminta untuk berpura-pura menjadi tunangan Tuan Muda di hadapan Kakek dan keluarga beliau." Marco masih berada di depan pintu. "Hah?" Ipeh tertegun. "Nona Devi." Marco mengibaskan tangannya di depan wajah Ipeh. "Eh." Ipeh tersadar dan mengedip-ngedipkan matanya. "Anda baik-baik saja?" Marco menatap gadis cantik itu. "Oh ... emm ... saya baik. Masuk dulu, Tuan Marco, istirahat dulu. Anda pasti capek sudah mengantar Bibi Kesatu ke bandara. Silakan Anda makan siang dulu, sudah saya siapkan di ruang makan dan saya mau berganti pakaian dulu." Ipeh memundurkan kursi rodanya untuk memberi jalan pada Marco. "Ok." Marco mengangguk, dia memang merasa lapar. Saat Marco menikmati makan siangnya. Ipeh memilah-milah pakai
'Benarkah ada hubungan spesial antara Tuan Muda Alex dan Nona Devil?' tanya Marco di dalam hatinya. Sekretaris Alex itu mengingat kejadian di malam perculikan Ipeh.Kriiing ... kriiing ....Saat itu ponsel milik Alex berbunyi. Pria tampan yang sibuk bermain game di dalam mobil itu langsung menggeser icon hijau pada layar smartphonenya."Malam Kakek," sapa Alex dengan nada suara lembut penuh hormat."Lex, Kakek akan pulang besok. Kita makan malam di rumah utama. Jangan lupa bawa tunanganmu!" tegas Beliau tiba-tiba."Tunangan?" Alex terkejut. Matanya terbuka lebar dan keringat dingin pun mulai membasahi tangannya."Iya, jangan kamu kira kakekmu ini tidak tahu apa-apa. Bawa dia besok!" tegas Kakeknya Alex, Luis Parker."Itu, sepertinya ...." Alex ragu-ragu."Tidak ada alasan apapun! Bawa dia ke hadapanku besok!" Luis Parker tidak mau berkompromi, selama ini Alex sudah terlalu sering menolak perjodohan yang beliau atur untuk cucunya tersebut. Klik!"Ck, merepotkan!" Alex menghela napas pa
Dua jam sudah berlalu sejak acara pemanggilan Ipeh ke ruang kerja Alex. Kini dia baru selesai berkeliling villa bersama Bibi Kesatu."Nona Devi sudah mengerti, kan?" tanya Bibi Kesatu yang sudah selesai menjelaskan tugas Ipeh sebagai pelayan pribadi Alex selama hampir satu setengah jam."Iya, Bi. Sudah saya catat semuanya. Panggil Ipeh saja, itu nama panggilan sehari-hari teman-teman dan ibu saya dulu," jelas Ipeh setelah mengangguk dengan mantap."Ya sudah, kalau begitu Bibi pamit dulu, ya. Ipeh. Tuan Marco sudah menunggu di luar. Tolong jaga Tuan Muda Alex dan rumah ini baik-baik, ya." Bibi Kesatu menggenggam kedua tangan Ipeh sambil tersenyum."Baik, Bi." Ipeh kembali mengangguk dan membalas senyuman Bibi Kesatu.Dia merasa senang karena untuk pertama kalinya bisa melihat senyuman bibi kesatu yang sangat mahal itu."Jaga dirimu juga baik-baik. Ikuti semua perintah dari Tuan Muda, agar kakimu cepat sembuh," nasihat Bibi Kesatu lagi."Pasti, Bi! Hati-hati di jalan dan selamat bersenan
Ipeh menunduk sambil memilin-milin ujung pakaiannya saat mendengar ceramah Alex. Sudah sepuluh menit berlalu tetapi Dokter tampan itu sepertinya masih senang berpidato."Kamu mengerti!" seru Alex."Iya, Om," jawab Ipeh datar, lalu menguap untuk kesepuluh kalinya."OM? Wajahku sebelah mana yang memiliki kerutan, huh? Matamu buta, ya!" Alex semakin kesal dibuatnya."Maaf, Dokter Alex!" koreksi Ipeh dengan suara pelan, nyaris berbisik.'Kukira dia itu patung berjalan, eh ternyata aku salah. Dia itu corong toa berjalan, kekuatan suaranya mungkin 1000 dB,' gumam Ipeh di dalam hati sambil mengangguk-angguk."Coba kamu ulangi ucapanku, kalau mengerti," titah Alex, yang kini sudah duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya lalu menyeruput kopi.'Kopinya enak juga,' pikir Pria sungguh terlalu tampan itu."Hah?" Ipeh mengangkat wajahnya, gadis itu menatap Alex dengan tatapan kosong. Matanya mengerjap beberapa kali, bingung."Apanya yang 'Hah', ulangi ucapanku dari awal sampai akhir!" seru Alex sa
"Aku mau sarapan," jawab Ipeh tanpa dosa sambil menatap Alex dengan percaya diri. Dia berpikir apa salahnya makan bersama."Siapa yang memberimu ijin?" tegas Alex sambil menatap tajam gadis yang terlihat shock dengan reaksi yang diberikannya.Gulp!Ipeh menelan salivanya melihat tatapan dingin dari Sang pemilik rumah, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menggeser kursi tadi ke tempat semula."Jadi?" Alex masih menatapnya begitu tajam seperti tatapan serigala terhadap mangsanya."Maaf," ucap Ipeh dengan wajah kesalnya.Setelah kursinya kembali ke tempatnya, Alex kembali meneruskan makannya sambil sesekali mendengarkan penjelasan Marco.Ipeh yang merasa dipermalukan dan diacuhkan memutar kursi rodanya ke arah dapur dengan wajah sedih yang ditekuknya."Kenapa tidak makan bersama Tuan Muda?" tanya Bibi Kesatu."Dia mengusirku," ucap Ipeh sambil menghela napas lalu terdiam.Dia tidak berani mengambil inisiatif untuk meminta sarapan pada Bibi Kesatu. Gadis itu tidak ingin dipermaluk