"Mmm ...." Ipeh membuka matanya secara perlahan lalu mengerjap-ngerjapkannya selama beberapa detik, menyesuaikan diri dengan ruangan yang gelap.
"Uwaaah keren ...." Gadis itu langsung terkesima melihat taburan bintang dan beberapa objek tata surya lainnya di langit-langit kamar yang memanjakan matanya, tetapi beberapa saat kemudian."Ini di mana?" tanyanya setelah menyadari ruangan itu terlalu megah untuk menjadi tempat kost dua petaknya.Mata gadis itu mulai menelusuri setiap sudut ruangan yang terlihat teramat sangat mewah walaupun dengan pencahayaan yang terbatas, lalu pandangannya terkunci pada sosok laki-laki yang tertidur pulas di sampingnya."Aaargh! Ya ampun!" Ipeh berteriak dan langsung melompat dari tempat tidur.Embusan angin dingin dari air conditioner membuatnya bergidik, gadis itu memeluk tubuhnya lalu menyadari sesuatu. Dia menurunkan pandangannya dan melihat tidak ada sehelai benang pun di tubuhnya."Aaargh!" Gadis itu kembali naik ke atas tempat tidur, menyembunyikan dirinya di dalam bed cover sambil menutup mulut dan matanya. Berharap teriakannya tadi tidak membangunkan laki-laki asing yang ada di sampingnya."A-apa yang terjadi? Siapa dia? Kenapa aku ada di tempat tidur bersamanya dan naked! Oh My God, apa aku dan dia ...." Ipeh tidak meneruskan bisikannya saat mencium bau anyir darah dan melihat bercak di seprai."Itu ...?" Gadis itu tidak meneruskan bisikannya karena tiba-tiba matanya terasa panas, diikuti oleh bulir-bulir bening yang mulai menetes membasahi pipinya."A-aku harus pergi! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi lagi kalau laki-laki itu bangun!" bisiknya, bergegas turun dari tempat tidur. Dia mengambil pakaiannya yang berceceran di lantai, memakainya dengan tergesa-gesa kemudian berlari menuju pintu."Aaargh!" Ipeh kembali terkejut dan mundur beberapa langkah ke belakang saat ada sesuatu yang keras menghalangi jalannya."Kamu tidak bisa pergi ke mana pun! Kita harus menyelesaikannya malam ini!" seru Seorang laki-laki dengan suara baritonnya yang dalam."A-alex?" Ipeh mengenali suara itu. Dia adalah Bos perusahaan tempat dia magang selama hampir tiga bulan ini, sekaligus orang yang paling dia benci."Ayo!" Alex alias Leon langsung menyeret Ipeh ke tempat tidur."Aaargh apa yang kamu lakukan! Lepaskan aku!" Ipeh meronta-ronta agar bisa lepas dari cengkraman laki-laki tampan itu.Alex melemparkan Ipeh ke tengah tempat tidur, hingga menimbulkan suara yang cukup kencang."Aduh sakit! Eh .. eh ... kamu mau apa!" Ipeh mulai mundur ke sandaran tempat tidur saat laki-laki itu mendekatinya lalu mengunci tubuhnya."Jangan! To-tolong ... jangan!" Ipeh berusaha mempertahankan dirinya tetapi sia-sia karena perbedaan kekuatan yang terlalu jauh. Dia seperti seekor kelinci kecil di hadapan seekor singa kelaparan."Hiss! Berisik!" seru Alex sinis.Dalam waktu kurang dari satu menit, Alex berhasil merobek blus putih milik Ipeh dan melemparnya ke lantai."Bajuku ...." Gadis itu menatap nanar pada pakaiannya yang sudah tidak berbentuk lagi lalu mengalihkan pandangannya pada laki-laki yang kini sudah berada di atas tubuhnya."Dasar brengsek! Lepaskan!" Ipeh memaki-maki Alex sambil meronta-ronta, tetapi laki-laki itu tidak bergeming."Makilah sesukamu tapi saat ini akulah yang memegang kendali! Lebih baik kamu menurut atau ...." Alex tidak meneruskan ucapannya hanya memandang tubuh Ipeh seperti seekor binatang buas yang siap memangsa buruannya.Ipeh jelas ketakutan, bulu kuduknya berdiri, badannya bergetar. Dia sadar posisinya saat ini sudah terjepit dan tidak memiliki kekuatan lagi untuk berontak."A-apa maumu?" Akhirnya gadis itu mengalah, dia tidak ingin laki-laki itu melakukan sesuatu yang lebih kejam.Alex menatap lekat Ipeh. Setelah yakin buruannya tidak bisa berkutik, dia mulai melonggarkan cengkeramannya."Gadis pintar! Ok, mari kita bicara!" Alex dengan cepat membungkus seluruh tubuh Ipeh dengan bedcover dan menggulingkannya seperti sedang membuat sushi."Eh, eh ... apa yang kamu lakukan! Lepaskan aku!" Gadis itu terkejut dengan tingkah absurd pria tampan tersebut."Ck! Berisik!" Alex mengambil beberapa lembar tisu dari nakas lalu memasukkannya ke dalam mulut Ipeh.Mahasiswi semester empat itu membelalakkan matanya tidak percaya dengan tindakan semena-mena Alex.'Dasar laki-laki brengsek! Apa haknya memperlakukan aku seperti ini! Lihat saja pembalasanku suatu saat nanti, Alex!' Api dendam membara di hati gadis itu."Mmph! Mmph!" Ipeh terus melakukan aksi protesnya."Kalau kamu masih tidak mau diam! Aku akan menutup mulutmu dengan lakban!" Alex menatap tajam gadis kecil yang sudah resmi jadi istrinya itu, kepalanya pusing menghadapi tingkah Ipeh yang tidak mau menurut.Gadis itu terkejut lalu buru-buru menggelengkan kepalanya dan terdiam. Dia sudah cukup tersiksa menjadi gulungan sushi.'Kenapa aku harus berurusan dengan psikopat ini." Ipeh meratapi nasibnya di dalam hati.'Gadis setan itu akhirnya bisa diam,' gumam, Alex sambil menghela napasnya lalu terduduk di sebelah istrinya."Dengarkan aku baik-baik karena tidak ada siaran ulang!" Laki-laki tampan itu menegaskan kata-katanya.Ipeh mengangguk, lalu menyadari laki-laki yang berada di sampingnya memakai celana panjang, tidak sepenuhnya naked seperti dirinya tadi."Semalam kita sudah menikah, pamanmu yang menjadi walimu," jelas Alex, melihat tatapan penuh selidik Ipeh."Mmph!" Ipeh berteriak karena terkejut, matanya membola."Ck! Diamlah dengarkan aku!" Alex mendelik.Ipeh mengerucutkan bibirnya lalu kembali teringat tubuh polosnya saat bangun tidur. Gadis itu melirik tajam pada suaminya. Laki-laki yang diliriknya hanya memutar bola matanya."Tenanglah, aku tidak melakukan apapun padamu! Aku tidak tertarik padamu, itu semua untuk mengelabui kakek yang datang semalam!" Alex berusaha menjelaskan duduk perkaranya.Ipeh masih tidak mempercayainya, kemudian mengalihkan pandangannya pada bercak darah di seprai.Alex mengikuti pandangan Ipeh."Aku menusuk jempolmu semalam lalu memercikkan darahnya ke sprei, setidaknya kalau dilakukan tes DNA itu darah aslimu," jelas Alex santai.'Ah, syukurlah aku masih suci.' Gadis itu merasa lega tetapi sesaat kemudian dia menyadari sesuatu.Alex menoleh pada Ipeh karena merasakan tatapan kebencian dari istrinya itu"Apa?" tanya Laki-laki tampan itu."Mmph ... mmph!" Ipeh berusaha memaki-maki suaminya.'Apapun itu harusnya kamu minta ijin dulu padaku! Argh, ingin kucincang saja laki-laki satu ini dan kenapa harus ada tes DNA segala!' Ipeh benar-benar emosi, dia menatap jempol tangannya dan baru menyadari ada plester kecil di sana. Gadis itu kembali mendelik pada suaminya."Aku sudah sah jadi suamimu! Jadi seandainya aku melakukannya padamu itu memang hakku!" Alex menegaskan posisinya pada Ipeh."Hmph!" Ipeh memalingkan wajahnya.Melihat tingkah istrinya, Alex semakin tidak sabar."Pilihlah, kesucianmu atau bekerjasama denganku!"Ipeh kembali menatap tajam pada suaminya."Aku tidak menyukaimu tetapi melakukan itu pasti menyenangkan!" Alex menyunggingkan seulas senyum iblisnya sambil menatap tubuh Ipeh yang terbungkus bedcover.Ipeh semakin menatap tajam suaminya sambil meronta-ronta agar bisa lepas dari kepompong bedcovernya.'Laki-laki kurang se-ons, buaya buntung!' Ipeh berteriak dalam hati."Aku hitung sampai tiga ya, satu ...." Alex mulai menghitung, Ipeh masih berusaha meredam emosinya."Dua ...." Alex mulai memegang bedcover, Ipeh merinding dan buru-buru mengangguk setuju."Perempuan plin-plan!" Alex mendengus kasar.Ipeh hanya bisa menghela napas.Tiba-tiba, Alex mendudukkan kepongpong Ipeh di sampingnya kemudian membuang tisu di mulut istrinya itu."Mulai hari ini kamu adalah istri sahku, tapi jangan harap bisa mendapatkan cintaku!" Alex menatap tajam pada istrinya."Baik, Suami." Ipeh mengangguk.'Kakek, cucumu ini menahan diri demimu,' gumam Ipeh di dalam hatinya."Jaga sikapmu dan hormati aku sebagai suamimu di depan keluarga kita!""Baik, Suami!"'Heh, dia itu gila hormat ya!' Ipeh terus menggerutu di dalam hatinya."Panggil Tuan Muda!""Ay ... ay, Kapten!"'Tuan Muda segala, pret!' Ipeh meledek Alex di dalam hatinya."Tuan Muda!" Alex bersikukuh."Eh, iya ... baik, Tuan Muda!" Ipeh mengalah.'Lelah Hayati kalau begini tapi saat ini aku tidak berdaya.' gumamnya di dalam hatinya, Ipeh hanya bisa menghela napas."Satu lagi jangan mempublikasikan pernikahan kita di kantor atau depan umum, mengerti!""Iya ... Tuan Muda!" Ipeh menjawab dengan malas."Ingat aku ini suamimu secara agama, jadi kamu harus menurut padaku! Kamu tahu, kan, dosa istri yang membangkang pada suaminya!" Alex melirik sinis pada istrinya.Ipeh hanya terdiam sambil mengerucutkan bibirnya.‘Ceilah, dia membahas soal dosa! Bukannya dia itu titisan iblisnya di sini!' gumam Ipeh lagi di dalam hatinya sambil memutar matanya."Jawab!" Alex mulai tidak sabar."Baik Tuan Muda!" Ipeh mengangguk."Bagus!"' Alex mengangguk-angguk tanda puas."Hih!" gumam Mahasiswi semester empat itu merasa jijik pada Alex."Sikap apa itu! Mana tata kramamu di depan suamimu! Ingat, sekarang surgamu terletak di telapak kakiku!""Hiss, sok alim!" Gadis itu mendelik walaupun hati kecilnya membenarkan ucapan Alex.'Dasar gila hormat! Kalau bukan karena surgaku kini pindah haluan dari kaki ibu padamu, sudah kubanting bolak-balik si buaya buntung ini," batin Ipeh meradang.Bersambung✍️"Kirimkan uang lima juta, sekarang juga!" tulis Toni."Aku belum gajian, Om," balas Ipeh."Jangan bohong! Ini sudah tanggal satu, ingat utang biaya pengobatan ibumu masih menumpuk!" tulis Toni lagi."Kok, masih menumpuk? Bukannya seharusnya sudah lunas? Bulan kemarin, kan, kita sudah menjual rumah ibu dan aku sudah transfer ke Bos Indra," balas Ipeh.[Jangan banyak tanya, transfer saja uangnya, kecuali kamu mau jadi jaminan hutangnya!" tulis Toni."Ck! Pasti kalah judi lagi," keluh Ipeh. Mau tidak mau dia membuka m-banking-nya, kemudian mengirimkan uang lima juta ke rekening pamannya. Gadis itu masih memiliki uang sisa penjualan rumah yang dia bagi dua dengan pamannya sebelumnya.Dia mengelus dadanya teringat mendiang kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Walaupun ayahnya meninggal karena kecelakaan saat dia baru berumur tujuh tahun. Ibunya yang bekerja sebagai seorang sekertaris di salah satu perusahaan ternama, mampu menopang kehidupan mereka dengan layak termasuk pamannya,
"Tiga hari? Dokter Alex? Siapa dia?" tanya Ipeh kebingungan."Dokter Alex, kan, tunangan Anda, apa Anda lupa, Nona?" tanya Perawat itu lagi sambil mengerutkan keningnya."Hah?" Ipeh bengong.'Kenal juga nggak, kenapa bisa jadi tunanganku? Who the hell is he?' tanya Ipeh di dalam hatinya."Apa ini efek kecelakaan, ya," gumam perawat itu, menatap Ipeh yang terlihat kebingungan."Tunggu sebentar, Nona, saya akan memanggil Dokter Irwan ke sini," ucap Perawat itu lagi lalu bergegas keluar dari ruang perawatan Ipeh."Sus ... tunggu dulu ... Sus ...," teriak Ipeh, tetapi perawat itu berlari dengan cepat, mengabaikan panggilan gadis cantik itu."Yaah, dia pergi ... padahal, kan, aku haus! Sepenting itukah memanggil Dokter Irwan?" keluh Ipeh sambil mengerucutkan bibirnya.Dia menatap tombol merah yang masih dipegangnya tetapi tidak menekannya karena tidak ingin terlalu merepotkan perawat yang lain. Dia tahu selain dirinya, pasti banyak pasien lain yang lebih membutuhkan bantuan perawat. Jadi ga
"Si-siapa kamu?" tanya Ipeh dengan suara terbata-bata karena ketakutan, bulu kuduknya langsung berdiri. Dia teringat cerita tentang pembunuh berdarah dingin yang datang tengah malam di salah satu novel favoritnya.Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ipeh, laki-laki itu mulai mendekati tempat tidur pasien. 'Suara langkah kakinya sama menyeramkan ya dengan penampilannya!' Ipeh refleks menyusut ke ujung tempat tidurnya.Suasana yang sunyi, langkah kaki yang tegas serta tatapan tajam yang mendominasi membuat Ipeh semakin gentar. Jantungnya berdebar dengan kencang, keringat dingin mulai membasahi kedua telapak tangannya yang memegang ujung bedcover dengan kuat."A-apa maumu? Ja-jangan berani macam-macam!" seru Ipeh, memberanikan diri menatap tajam pada laki-laki yang kini sudah berdiri di depan tempat tidurnya. Gadis cantik itu bergegas menekan tombol merah yang ada di sampingnya.Laki-laki itu hanya terdiam melihat gerak-gerik Ipeh, sambil menyilangkan tangannya.Tidak berapa lama
"Karena kamu yang akan menghabiskannya, jadi tentu saja kamu yang harus membayar. Setidaknya aku sudah berbaik hati menyelamatkan nyawamu dan membawamu ke sini. Aku juga mempertaruhkan nama baikku untuk jadi tunanganmu, bahkan memberikan cicilan tanpa bunga. Apa kamu gadis yang tidak tahu terima kasih?" Alex menatap langsung ke arah kedua mata Ipeh, menegaskan kalau ucapannya tidak boleh dibantah.Ipeh terdiam karena ucapan Alex benar. Gadis itu menatap lekat laki-laki di hadapannya.'Apa dia seorang model? Kenapa terlihat tampan sekali! Andai sikapnya sebaik wajahnya, pasti ....' Selama beberapa detik, Ipeh tidak mengedipkan matanya, terpesona oleh ketampanan Alex.Suara benda jatuh yang cukup mengejutkan terdengar dari di luar ruang perawatan mengembalikan jiwa Ipeh dari dunia mimpinya.'Astagfirullah, apa yang aku pikirkan! Bisa-bisanya memuji si lintah darat ini! Dia orang terjelek di dunia!' tegasnya di dalam hati."Tapi itu makanan mahal semua, kamu bawa pulang dan makan sendiri
"Maaf, tapi saya tidak akan membayar tagihannya sepersen pun, karena semuanya adalah tanggung jawab Dokter Alex sebagai orang yang sudah menabrak saya. Tolong sampaikan pada beliau bahwa saya memiliki bukti CCTV kecelakaan pada hari itu. Oya, terima kasih coklatnya, Anda baik sekali." Ipeh mengambil coklat batangan dari tangan Marco sambil memberikan senyuman terbaiknya.Marco menatap Ipeh dengan wajah datar, memastikan gadis di hadapannya tidak melihat kepanikannya."Apa Anda yakin ini yang terbaik," ucap Marco lagi, memberi kesempatan Ipeh untuk berubah pikiran dan meminta maaf."Tentu saja, Dokter Alex seharusnya bersyukur karena saya tidak melapor pada polisi atau memberi tahu kejadian saat itu pada media," ucap Ipeh, tersenyum tipis.Sekretaris Alex itu mengatur napasnya beberapa kali sebelum berbicara lagi dengan gadis keras kepala itu."Baiklah kalau itu keputusan Anda, kalau begitu saya pergi dulu. Saya harap Nona Devi siap dengan setiap konsekuensi yang akan terjadi di masa de
Saat itu Alex yang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Ipeh, menggendong gadis itu turun dari mobilnya di depan IGD Rumah Sakit Permata. Para tenaga medis yang berada tidak jauh dari mobilnya terkejut melihatnya sebelum bergegas membantunya.Tidak perlu waktu yang lama untuk menciptakan kehebohan di rumah sakit itu dan saat melihat Dokter Irwan dan Dokter Erna berlari ke arahnya, Alex sedikit panik.Dokter Erna dan Dokter Irwan adalah Tante dan paman dari Alex. Mereka membesarkan Alex setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat dia berusia sepuluh tahun."Alex, syukurlah kamu baik-baik saja! Kami berdua sangat khawatir!" seru Dokter Erna Parker. Diamini oleh Dokter Irwan Dirja, suaminya."Siapa gadis itu?" tanya Dokter Irwan yang merupakan Dokter Bedah Saraf, beliau melirik ke arah Ipeh yang sedang ditangani oleh dokter jaga di IGD."Dia, tunanganku!" seru Alex tanpa banyak berpikir. "Tunangan?" Dokter Irwan terkejut."Apa dia alasan kamu menolak perjo
"Tentu saja membereskan semuanya," jawab Gadis Cantik itu sambil mengedipkan salah satu matanya."Sekarang?""Tahun depan!""Hah?""Ya, sekaranglah!""Nana, apa kamu bolos kuliah?" tanya Ipeh pada gadis cantik berwajah campuran Asia dan Eropa, yang sedang cemberut itu, dia adalah sahabat Ipeh."Kamu sudah diijinkan pulang pagi ini, jadi mana bisa aku masuk kuliah! Kalau aku nggak datang, siapa yang akan mengantarmu pulang, coba," jelas Diana atau biasa dipanggil Nana, sahabat Ipeh sejak di sekolah menengah pertama."Hehe ... iya juga, makasih ya, Na." Ipeh tersenyum tanpa bisa membantahnya."Hm, aku tuh jadi khawatir kalau aku jadi pergi tahun depan, siapa yang akan menjaga gadis ceroboh sepertimu." Diana menatap Ipeh sambil melipat tangan di dadanya.Diana adalah mahasiswa kedokteran semester empat yang mengambil semester pendek demi mempercepat kelulusannya. Diana bercita-cita bisa menjadi salah satu dokter sukarelawan yang akan dikirim ke negara konflik. Dia berharap bisa bertemu de
"Nope ... tadi sekretarisnya yang datang memberikanku tagihan seratus dua puluh juta kurang seratus rupiah dan coklat batangan yang ada di nakas sebelah tempat tidurku itu serta mendoakanku agar cepat pulih. Baik sekali, kan, mereka," jelas Ipeh memasang senyum sarkasmenya."Haha ...." Diana tertawa."Ingin aku jambak aja itu rambutnya dan banting tubuhnya bolak-balik. Sayangnya aku masih menghargai kebebasan hidupku, aku hanya merobek kertas tagihannya!" Ipeh mengetahui kalau mobil yang menabraknya adalah milik Alex berkat informasi yang dikumpulan oleh Diana.Sebelum mengetahui Alex yang telah menabrak sahabatnya. Diana ingin membayarkan biaya rumah sakit Ipeh, tetapi setelah tahu kejadian yang sebenarnya. Diana membeberkan semuanya dan menyemangati Ipeh untuk meminta ganti rugi pada Alex."Mau aku balaskan dendammu?" tanya Diana bersungguh-sungguh."Nope! Aku ingin membalaskan dendamku sendiri, lagipula hutang budiku padamu sudah terlalu banyak. Jangan merepotkan dirimu lagi demi ak
"Kapan kalian akan menikah?" Kakeknya Alex langung menodongkan pertanyaan yang membuat Ipeh shock. Gadis itu hanya bisa menelan ludah, matanya mencari-cari jawaban hingga bertemu dengan mata elang sang tunangan palsu. "Setelah Devi lulus kuliah, Kek," ujar Alex mantap, mendekati Ipeh dan duduk disampingnya, 'Ah, si raja tega bisa juga punya hati,' batin Ipeh saat Alex menyelamatkannya dengan jawaban tangkas yang tidak terpikirkan olehnya. Akan tetapi saat tiba-tiba tangan Alex menggenggam tangan Ipeh dengan lembut dan memberikan senyuman manis penggetar jiwa, gadis itu merasa tangannya tersengat listrik tidak kasat mata yang mengalir deras dalam darah Ipeh. 'Aduuh, ginjalku bergetar! Aku nggak tahan melihatnya! Aku butuh minum!' Setelah jantungnya menggila sejak digendong Alex dan diinterogasi oleh kakeknya Alex, kini ginjalnya benar-benar bergetar melihat senyuman malaikat milik Alex seakan pesona Alex menghisap semua kekuatan dan membuat tubuhnya kehilangan cairan. Dengan s
Alea semakin membenci Ipeh setelah mengetahui dirinya kalah dari seorang pengantar susu dan koran. Sementara itu, Ipeh yang telah selesai menceritakan pertemuan pertama dengan tunangan palsunya merasa lega karena para sesepuh keluarga Parker tidak ada yang komplain tentang apa yang dikatakannya. 'Semua yang aku katakan tidak sepenuhnya bohong, aku memang setiap hari mengantar susu dan koran ke rumahnya, terlepas dia melihatku atau tidak. Dia juga memang pernah jadi pembicara di kampusku dan fakta kalau dialah yang menolongku saat kecelakaan walaupun dialah penyebabnya. Dia juga yang menebusku di pelelangan walaupun dia penyebab aku dijual ke sana," ucap Ipeh di dalam hatinya. Dia menatap Alex sebelum menggerutu kembali di dalam hatinya. 'Entahlah dia itu sebenarnya Dewa Kesialan atau Dewa Keberuntunganku?' Ipeh mengakui di dalam hatinya walaupun Alex membuatnya masuk rumah sakit, tetapi karenanya, dia bisa mengenal orang-orang baik seperti Bibi Kesatu dan keluarganya Alex. Walaupun
'Mati, aku! Bagaimana kalau Kakeknya Alex tahu kalau aku ini tunangan palsu cucunya!' Ipeh menangis di dalam hati. "Kenapa ketakutan begitu? Kakek tidak akan melakukan hal-hal yang aneh padamu!" Kakeknya Alex tergelak karena merasa lucu dengan tingkah Ipeh. Saat semua orang berlomba-lomba berusaha mendekatinya dengan segala cara. Tunangan cucunya ini terlihat segan sejak pertama kali bertemu. "Hehe ...." Ipeh kembali tersenyum canggung. "Duduk di sini." Luis Parker, kakeknya Alex, menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya. "Baik, Kakek." Ipeh duduk perlahan di samping pria berusia enam puluh dua tahun yang masih terlihat gagah itu. Melihat perhatian semua orang tertuju pada Ipeh membuat Alea, sepupu Alex terlihat semakin mengeraskan wajahnya dan menggertakkan giginya. Biasanya semua perhatian dan pujian tertuju padanya, teapi sejak kabar munculnya tunangan kakak sepupunya terdengar orang tua dan kakeknya. Dia merasa tersisihkan. Alex pun beberapa kali membatalkan acara makan malam m
'Jadi, itu gadis tidak tahu diri yang sudah merebut perhatian Kak Alex dariku? Heh, ternyata gadis kampungan. Sebenarnya apa yang dilihat Kak Alex dari gadis miskin itu?Padahal aku jauh lebih cantik darinya!' Alea Dirja, sepupu Alex yang berusia enam belas tahun langsung memperlihatkan aura kebencian pada Ipeh. Seperti kedua orang tuanya, Alea, gadis yang jenius, dengan otak cemerlangnya, gadis itu bisa lompat kelas saat di sekolahnya dulu, dan berhasil menjadi mahasiswi kedokteran di usianya yang keempat belas tahun. Ipeh yang merasakan tatapan intens seseorang padanya, langsung menoleh ke arah Alea. Ipeh tersenyum padanya, tetapi hanya mendapatkan balasan tatapan tajam yang menghujam hatinya. 'Siapa dia? Kenapa dia terlihat membenciku? Apa salahku?' pikir Ipeh. Gadis itu terus memperhatikan Alea karena penasaran, tetapi suara Marco membuyarkan lamunannya. "Ini kursi rodanya, Tuan Muda." Marco mendorong kursi roda Ipeh ke hadapan Alex. Alex mengangguk lalu menurunkan Ipeh secara
"Jemput? Memangnya aku mau pergi ke mana, Tuan Marco? Bukannya jadwal ganti perbanku masih lama." Ipeh mengerutkan keningnya. "Anda akan makan malam di rumah utama keluarga Parker dan bertemu Tuan Besar," jelas Marco to the point. "Hah?" Ipeh kebingungan. "Iya, Nona Devi diminta untuk berpura-pura menjadi tunangan Tuan Muda di hadapan Kakek dan keluarga beliau." Marco masih berada di depan pintu. "Hah?" Ipeh tertegun. "Nona Devi." Marco mengibaskan tangannya di depan wajah Ipeh. "Eh." Ipeh tersadar dan mengedip-ngedipkan matanya. "Anda baik-baik saja?" Marco menatap gadis cantik itu. "Oh ... emm ... saya baik. Masuk dulu, Tuan Marco, istirahat dulu. Anda pasti capek sudah mengantar Bibi Kesatu ke bandara. Silakan Anda makan siang dulu, sudah saya siapkan di ruang makan dan saya mau berganti pakaian dulu." Ipeh memundurkan kursi rodanya untuk memberi jalan pada Marco. "Ok." Marco mengangguk, dia memang merasa lapar. Saat Marco menikmati makan siangnya. Ipeh memilah-milah pakai
'Benarkah ada hubungan spesial antara Tuan Muda Alex dan Nona Devil?' tanya Marco di dalam hatinya. Sekretaris Alex itu mengingat kejadian di malam perculikan Ipeh.Kriiing ... kriiing ....Saat itu ponsel milik Alex berbunyi. Pria tampan yang sibuk bermain game di dalam mobil itu langsung menggeser icon hijau pada layar smartphonenya."Malam Kakek," sapa Alex dengan nada suara lembut penuh hormat."Lex, Kakek akan pulang besok. Kita makan malam di rumah utama. Jangan lupa bawa tunanganmu!" tegas Beliau tiba-tiba."Tunangan?" Alex terkejut. Matanya terbuka lebar dan keringat dingin pun mulai membasahi tangannya."Iya, jangan kamu kira kakekmu ini tidak tahu apa-apa. Bawa dia besok!" tegas Kakeknya Alex, Luis Parker."Itu, sepertinya ...." Alex ragu-ragu."Tidak ada alasan apapun! Bawa dia ke hadapanku besok!" Luis Parker tidak mau berkompromi, selama ini Alex sudah terlalu sering menolak perjodohan yang beliau atur untuk cucunya tersebut. Klik!"Ck, merepotkan!" Alex menghela napas pa
Dua jam sudah berlalu sejak acara pemanggilan Ipeh ke ruang kerja Alex. Kini dia baru selesai berkeliling villa bersama Bibi Kesatu."Nona Devi sudah mengerti, kan?" tanya Bibi Kesatu yang sudah selesai menjelaskan tugas Ipeh sebagai pelayan pribadi Alex selama hampir satu setengah jam."Iya, Bi. Sudah saya catat semuanya. Panggil Ipeh saja, itu nama panggilan sehari-hari teman-teman dan ibu saya dulu," jelas Ipeh setelah mengangguk dengan mantap."Ya sudah, kalau begitu Bibi pamit dulu, ya. Ipeh. Tuan Marco sudah menunggu di luar. Tolong jaga Tuan Muda Alex dan rumah ini baik-baik, ya." Bibi Kesatu menggenggam kedua tangan Ipeh sambil tersenyum."Baik, Bi." Ipeh kembali mengangguk dan membalas senyuman Bibi Kesatu.Dia merasa senang karena untuk pertama kalinya bisa melihat senyuman bibi kesatu yang sangat mahal itu."Jaga dirimu juga baik-baik. Ikuti semua perintah dari Tuan Muda, agar kakimu cepat sembuh," nasihat Bibi Kesatu lagi."Pasti, Bi! Hati-hati di jalan dan selamat bersenan
Ipeh menunduk sambil memilin-milin ujung pakaiannya saat mendengar ceramah Alex. Sudah sepuluh menit berlalu tetapi Dokter tampan itu sepertinya masih senang berpidato."Kamu mengerti!" seru Alex."Iya, Om," jawab Ipeh datar, lalu menguap untuk kesepuluh kalinya."OM? Wajahku sebelah mana yang memiliki kerutan, huh? Matamu buta, ya!" Alex semakin kesal dibuatnya."Maaf, Dokter Alex!" koreksi Ipeh dengan suara pelan, nyaris berbisik.'Kukira dia itu patung berjalan, eh ternyata aku salah. Dia itu corong toa berjalan, kekuatan suaranya mungkin 1000 dB,' gumam Ipeh di dalam hati sambil mengangguk-angguk."Coba kamu ulangi ucapanku, kalau mengerti," titah Alex, yang kini sudah duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya lalu menyeruput kopi.'Kopinya enak juga,' pikir Pria sungguh terlalu tampan itu."Hah?" Ipeh mengangkat wajahnya, gadis itu menatap Alex dengan tatapan kosong. Matanya mengerjap beberapa kali, bingung."Apanya yang 'Hah', ulangi ucapanku dari awal sampai akhir!" seru Alex sa
"Aku mau sarapan," jawab Ipeh tanpa dosa sambil menatap Alex dengan percaya diri. Dia berpikir apa salahnya makan bersama."Siapa yang memberimu ijin?" tegas Alex sambil menatap tajam gadis yang terlihat shock dengan reaksi yang diberikannya.Gulp!Ipeh menelan salivanya melihat tatapan dingin dari Sang pemilik rumah, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menggeser kursi tadi ke tempat semula."Jadi?" Alex masih menatapnya begitu tajam seperti tatapan serigala terhadap mangsanya."Maaf," ucap Ipeh dengan wajah kesalnya.Setelah kursinya kembali ke tempatnya, Alex kembali meneruskan makannya sambil sesekali mendengarkan penjelasan Marco.Ipeh yang merasa dipermalukan dan diacuhkan memutar kursi rodanya ke arah dapur dengan wajah sedih yang ditekuknya."Kenapa tidak makan bersama Tuan Muda?" tanya Bibi Kesatu."Dia mengusirku," ucap Ipeh sambil menghela napas lalu terdiam.Dia tidak berani mengambil inisiatif untuk meminta sarapan pada Bibi Kesatu. Gadis itu tidak ingin dipermaluk