'Mati, aku! Bagaimana kalau Kakeknya Alex tahu kalau aku ini tunangan palsu cucunya!' Ipeh menangis di dalam hati. "Kenapa ketakutan begitu? Kakek tidak akan melakukan hal-hal yang aneh padamu!" Kakeknya Alex tergelak karena merasa lucu dengan tingkah Ipeh. Saat semua orang berlomba-lomba berusaha mendekatinya dengan segala cara. Tunangan cucunya ini terlihat segan sejak pertama kali bertemu. "Hehe ...." Ipeh kembali tersenyum canggung. "Duduk di sini." Luis Parker, kakeknya Alex, menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya. "Baik, Kakek." Ipeh duduk perlahan di samping pria berusia enam puluh dua tahun yang masih terlihat gagah itu. Melihat perhatian semua orang tertuju pada Ipeh membuat Alea, sepupu Alex terlihat semakin mengeraskan wajahnya dan menggertakkan giginya. Biasanya semua perhatian dan pujian tertuju padanya, teapi sejak kabar munculnya tunangan kakak sepupunya terdengar orang tua dan kakeknya. Dia merasa tersisihkan. Alex pun beberapa kali membatalkan acara makan malam m
Alea semakin membenci Ipeh setelah mengetahui dirinya kalah dari seorang pengantar susu dan koran. Sementara itu, Ipeh yang telah selesai menceritakan pertemuan pertama dengan tunangan palsunya merasa lega karena para sesepuh keluarga Parker tidak ada yang komplain tentang apa yang dikatakannya. 'Semua yang aku katakan tidak sepenuhnya bohong, aku memang setiap hari mengantar susu dan koran ke rumahnya, terlepas dia melihatku atau tidak. Dia juga memang pernah jadi pembicara di kampusku dan fakta kalau dialah yang menolongku saat kecelakaan walaupun dialah penyebabnya. Dia juga yang menebusku di pelelangan walaupun dia penyebab aku dijual ke sana," ucap Ipeh di dalam hatinya. Dia menatap Alex sebelum menggerutu kembali di dalam hatinya. 'Entahlah dia itu sebenarnya Dewa Kesialan atau Dewa Keberuntunganku?' Ipeh mengakui di dalam hatinya walaupun Alex membuatnya masuk rumah sakit, tetapi karenanya, dia bisa mengenal orang-orang baik seperti Bibi Kesatu dan keluarganya Alex. Walaupun
"Kapan kalian akan menikah?" Kakeknya Alex langung menodongkan pertanyaan yang membuat Ipeh shock. Gadis itu hanya bisa menelan ludah, matanya mencari-cari jawaban hingga bertemu dengan mata elang sang tunangan palsu. "Setelah Devi lulus kuliah, Kek," ujar Alex mantap, mendekati Ipeh dan duduk disampingnya, 'Ah, si raja tega bisa juga punya hati,' batin Ipeh saat Alex menyelamatkannya dengan jawaban tangkas yang tidak terpikirkan olehnya. Akan tetapi saat tiba-tiba tangan Alex menggenggam tangan Ipeh dengan lembut dan memberikan senyuman manis penggetar jiwa, gadis itu merasa tangannya tersengat listrik tidak kasat mata yang mengalir deras dalam darah Ipeh. 'Aduuh, ginjalku bergetar! Aku nggak tahan melihatnya! Aku butuh minum!' Setelah jantungnya menggila sejak digendong Alex dan diinterogasi oleh kakeknya Alex, kini ginjalnya benar-benar bergetar melihat senyuman malaikat milik Alex seakan pesona Alex menghisap semua kekuatan dan membuat tubuhnya kehilangan cairan. Dengan s
"Menikah denganku, atau masuk penjara!" Alex menatap tajam gadis yang sedang duduk di hadapannya. Ruang kerja yang didominasi warna hitam dan putih itu semakin terasa pengap bagi sang gadis, refleksi dari tatapan mata Alex yang keras. Ipeh menggigit bibirnya, cemas. "Tapi, Om, aku masih semester empat, masa harus menikah!" serunya dengan nada memohon, berharap Alex akan berubah pikiran. Bibirnya mengerucut, ekspresi wajahnya menggambarkan perasaan tidak rela dan bimbang. "Kuulangi sekali lagi, pilihanmu hanya ada dua, menikah denganku atau masuk penjara. Waktumu hanya sepulah detik," ucap Alex sambil menatap jam di tangannya, mulai menghitung, "Sepuluh!" "Eh, tunggu, Om, jangan dihitung dulu!" Ipeh terpekik, panik. "Sembilan!" terus Alex tanpa menghiraukan protes Ipeh. "Aku harus bilang apa pada pamanku jika tiba-tiba menikah?" desak Ipeh, mencari alasan untuk mengelak. "Terserah! Delapan!" balas Alex, tidak memberikan celah sama sekali. "Ah, memang benar kata orang, L
"Mmm ...." Ipeh membuka matanya secara perlahan lalu mengerjap-ngerjapkannya selama beberapa detik, menyesuaikan diri dengan ruangan yang gelap."Uwaaah keren ...." Gadis itu langsung terkesima melihat taburan bintang dan beberapa objek tata surya lainnya di langit-langit kamar yang memanjakan matanya, tetapi beberapa saat kemudian."Ini di mana?" tanyanya setelah menyadari ruangan itu terlalu megah untuk menjadi tempat kost dua petaknya.Mata gadis itu mulai menelusuri setiap sudut ruangan yang terlihat teramat sangat mewah walaupun dengan pencahayaan yang terbatas, lalu pandangannya terkunci pada sosok laki-laki yang tertidur pulas di sampingnya."Aaargh! Ya ampun!" Ipeh berteriak dan langsung melompat dari tempat tidur.Embusan angin dingin dari air conditioner membuatnya bergidik, gadis itu memeluk tubuhnya lalu menyadari sesuatu. Dia menurunkan pandangannya dan melihat tidak ada sehelai benang pun di tubuhnya."Aaargh!" Gadis itu kembali naik ke atas tempat tidur, menyembunyikan d
"Kirimkan uang lima juta, sekarang juga!" tulis Toni."Aku belum gajian, Om," balas Ipeh."Jangan bohong! Ini sudah tanggal satu, ingat utang biaya pengobatan ibumu masih menumpuk!" tulis Toni lagi."Kok, masih menumpuk? Bukannya seharusnya sudah lunas? Bulan kemarin, kan, kita sudah menjual rumah ibu dan aku sudah transfer ke Bos Indra," balas Ipeh.[Jangan banyak tanya, transfer saja uangnya, kecuali kamu mau jadi jaminan hutangnya!" tulis Toni."Ck! Pasti kalah judi lagi," keluh Ipeh. Mau tidak mau dia membuka m-banking-nya, kemudian mengirimkan uang lima juta ke rekening pamannya. Gadis itu masih memiliki uang sisa penjualan rumah yang dia bagi dua dengan pamannya sebelumnya.Dia mengelus dadanya teringat mendiang kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Walaupun ayahnya meninggal karena kecelakaan saat dia baru berumur tujuh tahun. Ibunya yang bekerja sebagai seorang sekertaris di salah satu perusahaan ternama, mampu menopang kehidupan mereka dengan layak termasuk pamannya,
"Tiga hari? Dokter Alex? Siapa dia?" tanya Ipeh kebingungan."Dokter Alex, kan, tunangan Anda, apa Anda lupa, Nona?" tanya Perawat itu lagi sambil mengerutkan keningnya."Hah?" Ipeh bengong.'Kenal juga nggak, kenapa bisa jadi tunanganku? Who the hell is he?' tanya Ipeh di dalam hatinya."Apa ini efek kecelakaan, ya," gumam perawat itu, menatap Ipeh yang terlihat kebingungan."Tunggu sebentar, Nona, saya akan memanggil Dokter Irwan ke sini," ucap Perawat itu lagi lalu bergegas keluar dari ruang perawatan Ipeh."Sus ... tunggu dulu ... Sus ...," teriak Ipeh, tetapi perawat itu berlari dengan cepat, mengabaikan panggilan gadis cantik itu."Yaah, dia pergi ... padahal, kan, aku haus! Sepenting itukah memanggil Dokter Irwan?" keluh Ipeh sambil mengerucutkan bibirnya.Dia menatap tombol merah yang masih dipegangnya tetapi tidak menekannya karena tidak ingin terlalu merepotkan perawat yang lain. Dia tahu selain dirinya, pasti banyak pasien lain yang lebih membutuhkan bantuan perawat. Jadi ga
"Si-siapa kamu?" tanya Ipeh dengan suara terbata-bata karena ketakutan, bulu kuduknya langsung berdiri. Dia teringat cerita tentang pembunuh berdarah dingin yang datang tengah malam di salah satu novel favoritnya.Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ipeh, laki-laki itu mulai mendekati tempat tidur pasien. 'Suara langkah kakinya sama menyeramkan ya dengan penampilannya!' Ipeh refleks menyusut ke ujung tempat tidurnya.Suasana yang sunyi, langkah kaki yang tegas serta tatapan tajam yang mendominasi membuat Ipeh semakin gentar. Jantungnya berdebar dengan kencang, keringat dingin mulai membasahi kedua telapak tangannya yang memegang ujung bedcover dengan kuat."A-apa maumu? Ja-jangan berani macam-macam!" seru Ipeh, memberanikan diri menatap tajam pada laki-laki yang kini sudah berdiri di depan tempat tidurnya. Gadis cantik itu bergegas menekan tombol merah yang ada di sampingnya.Laki-laki itu hanya terdiam melihat gerak-gerik Ipeh, sambil menyilangkan tangannya.Tidak berapa lama
"Kapan kalian akan menikah?" Kakeknya Alex langung menodongkan pertanyaan yang membuat Ipeh shock. Gadis itu hanya bisa menelan ludah, matanya mencari-cari jawaban hingga bertemu dengan mata elang sang tunangan palsu. "Setelah Devi lulus kuliah, Kek," ujar Alex mantap, mendekati Ipeh dan duduk disampingnya, 'Ah, si raja tega bisa juga punya hati,' batin Ipeh saat Alex menyelamatkannya dengan jawaban tangkas yang tidak terpikirkan olehnya. Akan tetapi saat tiba-tiba tangan Alex menggenggam tangan Ipeh dengan lembut dan memberikan senyuman manis penggetar jiwa, gadis itu merasa tangannya tersengat listrik tidak kasat mata yang mengalir deras dalam darah Ipeh. 'Aduuh, ginjalku bergetar! Aku nggak tahan melihatnya! Aku butuh minum!' Setelah jantungnya menggila sejak digendong Alex dan diinterogasi oleh kakeknya Alex, kini ginjalnya benar-benar bergetar melihat senyuman malaikat milik Alex seakan pesona Alex menghisap semua kekuatan dan membuat tubuhnya kehilangan cairan. Dengan s
Alea semakin membenci Ipeh setelah mengetahui dirinya kalah dari seorang pengantar susu dan koran. Sementara itu, Ipeh yang telah selesai menceritakan pertemuan pertama dengan tunangan palsunya merasa lega karena para sesepuh keluarga Parker tidak ada yang komplain tentang apa yang dikatakannya. 'Semua yang aku katakan tidak sepenuhnya bohong, aku memang setiap hari mengantar susu dan koran ke rumahnya, terlepas dia melihatku atau tidak. Dia juga memang pernah jadi pembicara di kampusku dan fakta kalau dialah yang menolongku saat kecelakaan walaupun dialah penyebabnya. Dia juga yang menebusku di pelelangan walaupun dia penyebab aku dijual ke sana," ucap Ipeh di dalam hatinya. Dia menatap Alex sebelum menggerutu kembali di dalam hatinya. 'Entahlah dia itu sebenarnya Dewa Kesialan atau Dewa Keberuntunganku?' Ipeh mengakui di dalam hatinya walaupun Alex membuatnya masuk rumah sakit, tetapi karenanya, dia bisa mengenal orang-orang baik seperti Bibi Kesatu dan keluarganya Alex. Walaupun
'Mati, aku! Bagaimana kalau Kakeknya Alex tahu kalau aku ini tunangan palsu cucunya!' Ipeh menangis di dalam hati. "Kenapa ketakutan begitu? Kakek tidak akan melakukan hal-hal yang aneh padamu!" Kakeknya Alex tergelak karena merasa lucu dengan tingkah Ipeh. Saat semua orang berlomba-lomba berusaha mendekatinya dengan segala cara. Tunangan cucunya ini terlihat segan sejak pertama kali bertemu. "Hehe ...." Ipeh kembali tersenyum canggung. "Duduk di sini." Luis Parker, kakeknya Alex, menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya. "Baik, Kakek." Ipeh duduk perlahan di samping pria berusia enam puluh dua tahun yang masih terlihat gagah itu. Melihat perhatian semua orang tertuju pada Ipeh membuat Alea, sepupu Alex terlihat semakin mengeraskan wajahnya dan menggertakkan giginya. Biasanya semua perhatian dan pujian tertuju padanya, teapi sejak kabar munculnya tunangan kakak sepupunya terdengar orang tua dan kakeknya. Dia merasa tersisihkan. Alex pun beberapa kali membatalkan acara makan malam m
'Jadi, itu gadis tidak tahu diri yang sudah merebut perhatian Kak Alex dariku? Heh, ternyata gadis kampungan. Sebenarnya apa yang dilihat Kak Alex dari gadis miskin itu?Padahal aku jauh lebih cantik darinya!' Alea Dirja, sepupu Alex yang berusia enam belas tahun langsung memperlihatkan aura kebencian pada Ipeh. Seperti kedua orang tuanya, Alea, gadis yang jenius, dengan otak cemerlangnya, gadis itu bisa lompat kelas saat di sekolahnya dulu, dan berhasil menjadi mahasiswi kedokteran di usianya yang keempat belas tahun. Ipeh yang merasakan tatapan intens seseorang padanya, langsung menoleh ke arah Alea. Ipeh tersenyum padanya, tetapi hanya mendapatkan balasan tatapan tajam yang menghujam hatinya. 'Siapa dia? Kenapa dia terlihat membenciku? Apa salahku?' pikir Ipeh. Gadis itu terus memperhatikan Alea karena penasaran, tetapi suara Marco membuyarkan lamunannya. "Ini kursi rodanya, Tuan Muda." Marco mendorong kursi roda Ipeh ke hadapan Alex. Alex mengangguk lalu menurunkan Ipeh secara
"Jemput? Memangnya aku mau pergi ke mana, Tuan Marco? Bukannya jadwal ganti perbanku masih lama." Ipeh mengerutkan keningnya. "Anda akan makan malam di rumah utama keluarga Parker dan bertemu Tuan Besar," jelas Marco to the point. "Hah?" Ipeh kebingungan. "Iya, Nona Devi diminta untuk berpura-pura menjadi tunangan Tuan Muda di hadapan Kakek dan keluarga beliau." Marco masih berada di depan pintu. "Hah?" Ipeh tertegun. "Nona Devi." Marco mengibaskan tangannya di depan wajah Ipeh. "Eh." Ipeh tersadar dan mengedip-ngedipkan matanya. "Anda baik-baik saja?" Marco menatap gadis cantik itu. "Oh ... emm ... saya baik. Masuk dulu, Tuan Marco, istirahat dulu. Anda pasti capek sudah mengantar Bibi Kesatu ke bandara. Silakan Anda makan siang dulu, sudah saya siapkan di ruang makan dan saya mau berganti pakaian dulu." Ipeh memundurkan kursi rodanya untuk memberi jalan pada Marco. "Ok." Marco mengangguk, dia memang merasa lapar. Saat Marco menikmati makan siangnya. Ipeh memilah-milah pakai
'Benarkah ada hubungan spesial antara Tuan Muda Alex dan Nona Devil?' tanya Marco di dalam hatinya. Sekretaris Alex itu mengingat kejadian di malam perculikan Ipeh.Kriiing ... kriiing ....Saat itu ponsel milik Alex berbunyi. Pria tampan yang sibuk bermain game di dalam mobil itu langsung menggeser icon hijau pada layar smartphonenya."Malam Kakek," sapa Alex dengan nada suara lembut penuh hormat."Lex, Kakek akan pulang besok. Kita makan malam di rumah utama. Jangan lupa bawa tunanganmu!" tegas Beliau tiba-tiba."Tunangan?" Alex terkejut. Matanya terbuka lebar dan keringat dingin pun mulai membasahi tangannya."Iya, jangan kamu kira kakekmu ini tidak tahu apa-apa. Bawa dia besok!" tegas Kakeknya Alex, Luis Parker."Itu, sepertinya ...." Alex ragu-ragu."Tidak ada alasan apapun! Bawa dia ke hadapanku besok!" Luis Parker tidak mau berkompromi, selama ini Alex sudah terlalu sering menolak perjodohan yang beliau atur untuk cucunya tersebut. Klik!"Ck, merepotkan!" Alex menghela napas pa
Dua jam sudah berlalu sejak acara pemanggilan Ipeh ke ruang kerja Alex. Kini dia baru selesai berkeliling villa bersama Bibi Kesatu."Nona Devi sudah mengerti, kan?" tanya Bibi Kesatu yang sudah selesai menjelaskan tugas Ipeh sebagai pelayan pribadi Alex selama hampir satu setengah jam."Iya, Bi. Sudah saya catat semuanya. Panggil Ipeh saja, itu nama panggilan sehari-hari teman-teman dan ibu saya dulu," jelas Ipeh setelah mengangguk dengan mantap."Ya sudah, kalau begitu Bibi pamit dulu, ya. Ipeh. Tuan Marco sudah menunggu di luar. Tolong jaga Tuan Muda Alex dan rumah ini baik-baik, ya." Bibi Kesatu menggenggam kedua tangan Ipeh sambil tersenyum."Baik, Bi." Ipeh kembali mengangguk dan membalas senyuman Bibi Kesatu.Dia merasa senang karena untuk pertama kalinya bisa melihat senyuman bibi kesatu yang sangat mahal itu."Jaga dirimu juga baik-baik. Ikuti semua perintah dari Tuan Muda, agar kakimu cepat sembuh," nasihat Bibi Kesatu lagi."Pasti, Bi! Hati-hati di jalan dan selamat bersenan
Ipeh menunduk sambil memilin-milin ujung pakaiannya saat mendengar ceramah Alex. Sudah sepuluh menit berlalu tetapi Dokter tampan itu sepertinya masih senang berpidato."Kamu mengerti!" seru Alex."Iya, Om," jawab Ipeh datar, lalu menguap untuk kesepuluh kalinya."OM? Wajahku sebelah mana yang memiliki kerutan, huh? Matamu buta, ya!" Alex semakin kesal dibuatnya."Maaf, Dokter Alex!" koreksi Ipeh dengan suara pelan, nyaris berbisik.'Kukira dia itu patung berjalan, eh ternyata aku salah. Dia itu corong toa berjalan, kekuatan suaranya mungkin 1000 dB,' gumam Ipeh di dalam hati sambil mengangguk-angguk."Coba kamu ulangi ucapanku, kalau mengerti," titah Alex, yang kini sudah duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya lalu menyeruput kopi.'Kopinya enak juga,' pikir Pria sungguh terlalu tampan itu."Hah?" Ipeh mengangkat wajahnya, gadis itu menatap Alex dengan tatapan kosong. Matanya mengerjap beberapa kali, bingung."Apanya yang 'Hah', ulangi ucapanku dari awal sampai akhir!" seru Alex sa
"Aku mau sarapan," jawab Ipeh tanpa dosa sambil menatap Alex dengan percaya diri. Dia berpikir apa salahnya makan bersama."Siapa yang memberimu ijin?" tegas Alex sambil menatap tajam gadis yang terlihat shock dengan reaksi yang diberikannya.Gulp!Ipeh menelan salivanya melihat tatapan dingin dari Sang pemilik rumah, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menggeser kursi tadi ke tempat semula."Jadi?" Alex masih menatapnya begitu tajam seperti tatapan serigala terhadap mangsanya."Maaf," ucap Ipeh dengan wajah kesalnya.Setelah kursinya kembali ke tempatnya, Alex kembali meneruskan makannya sambil sesekali mendengarkan penjelasan Marco.Ipeh yang merasa dipermalukan dan diacuhkan memutar kursi rodanya ke arah dapur dengan wajah sedih yang ditekuknya."Kenapa tidak makan bersama Tuan Muda?" tanya Bibi Kesatu."Dia mengusirku," ucap Ipeh sambil menghela napas lalu terdiam.Dia tidak berani mengambil inisiatif untuk meminta sarapan pada Bibi Kesatu. Gadis itu tidak ingin dipermaluk