Saat itu Alex yang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Ipeh, menggendong gadis itu turun dari mobilnya di depan IGD Rumah Sakit Permata. Para tenaga medis yang berada tidak jauh dari mobilnya terkejut melihatnya sebelum bergegas membantunya.
Tidak perlu waktu yang lama untuk menciptakan kehebohan di rumah sakit itu dan saat melihat Dokter Irwan dan Dokter Erna berlari ke arahnya, Alex sedikit panik.Dokter Erna dan Dokter Irwan adalah Tante dan paman dari Alex. Mereka membesarkan Alex setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat dia berusia sepuluh tahun."Alex, syukurlah kamu baik-baik saja! Kami berdua sangat khawatir!" seru Dokter Erna Parker. Diamini oleh Dokter Irwan Dirja, suaminya."Siapa gadis itu?" tanya Dokter Irwan yang merupakan Dokter Bedah Saraf, beliau melirik ke arah Ipeh yang sedang ditangani oleh dokter jaga di IGD."Dia, tunanganku!" seru Alex tanpa banyak berpikir."Tunangan?" Dokter Irwan terkejut."Apa dia alasan kamu menolak perjodohan dengan putri keluarga Wijaya!" ketus Dokter Erna."Hm!" Alex mengangguk dengan mantap.Dokter Erna terdiam."Kalau begitu, tunggu apalagi ... ayo selamatkan gadis itu!" Dokter Irwan menarik istrinya ke arah Ipeh dan mengambil alih pemeriksaan.'Mereka akan menolongnya? Bukannya mereka bersikukuh menjodohkan aku dengan putri temannya?' Alex menaikkan alisnya tidak menduga reaksi positif dari paman dan tantenya."Kita lakukan CT scan dan siapkan ruang operasi sekarang juga. Jangan lupa panggil dokter anestesi!" seru Dokter Irwan pada perawat di sana."Baik, Dok!"Beberapa perawat sibuk menjalankan perintah atasannya."Alex, apa yang kamu pikirkan! Ayo cepat kita selamatkan tunanganmu! Om-mu yang akan memimpin operasi kalau kamu ragu-ragu!" tegas Dokter Erna yang melihat keponakannya hanya terdiam menatap Sang Tunangan."Hah?" Alex menoleh ke arah paman dan tantenya, yang terlihat begitu serius berusaha menyelamatkan gadis yang bahkan dia sendiri tidak tahu namanya."Ayo ...." Dokter Irwan menarik Alex.Alex terpaksa mengikuti paman dan tantenya. Operasi berlangsung selama delapan jam dan berkat keahlian yang mumpuni dari tiga ahli bedah terbaik itu, Ipeh selamat.Tadinya Alex berpikir gadis yang dibawanya tidak akan selamat karena mengalami pendarahan kepala yang hebat. Jadi rencananya setelah gadis itu meninggal, Alex bisa memberikan alasan patah hati untuk menolak semua perjodohan yang direncanakan untuknya.Kini Alex merasa pusing sendiri karena gadis itu selamat. Apalagi paman dan tantenya sudah memberikan restu mereka pada gadis itu."Sungguh merepotkan! Kenapa gadis itu tidak meninggal saja di meja operasi!" gerutunya sambil menyugar rambutnya dengan kasar.Walaupun dia sudah meminta paman dan tantenya untuk merahasiakan status Ipeh dari kakeknya, bukan tidak mungkin berita tentang tunangan palsunya itu sampai ke telinga beliau."Jangan-jangan itu alasan Kakek datang ke Indonesia?" Wajah Alex menegang. Dia teringat permintaan kakeknya agar segera menikah."Ck! Apa yang harus aku lakukan sekarang!" Alex memijat keningnya.***Ipeh melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang penuh sesak dengan berbagai macam makanan, minuman dan buket bunga."Haih ... tunangan palsuku memang nggak main-main saat pencitraan, tapi setidaknya aku nggak akan kelaparan saat pulang dari rumah sakit, sih. Aku juga bisa menjualnya sebagian." Ipeh tersenyum lalu menghela napas panjang. Dia tahu begitu keluar dari rumah sakit, pamannya pasti akan meminta uang lagi padanya.Beberapa saat kemudian, Ipeh mencoba menelepon Pak Jaka, bos susu dan korannya, untuk menyewa mobil pick up beliau, tetapi teleponnya tidak diangkat."Mungkin beliau lagi keluar." Ipeh mematikan sambungan teleponnya lalu menghubungi Bu Irma, bos buburnya.Nada tut-tut terus terdengar di telinganya tetapi sama hal dengan sebelumnya, saluran teleponnya masih belum bisa terhubung."Tidak dijawab juga ... mungkin beliau sibuk menghitung panci bubur yang kembali." Gadis itu melihat jam dinding yang menunjukan pukul sembilan pagi.Tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka dengan kencang."Ya ampun, kaget!" Ipeh melonjak dari posisi duduknya."Hehe ... maaf!" Seorang gadis cantik berusia di awal dua puluhan, melangkahkan kakinya mendekati Ipeh."Ayo, masuk bapak-bapak ... tolong makanan, minuman, dan bunganya dibawa semuanya, ya," pinta Gadis Cantik itu pada tiga orang bapak-bapak yang datang bersamanya."Eh, apa yang kalian lakukan!" seru Ipeh.Bersambung✍️"Tentu saja membereskan semuanya," jawab Gadis Cantik itu sambil mengedipkan salah satu matanya."Sekarang?""Tahun depan!""Hah?""Ya, sekaranglah!""Nana, apa kamu bolos kuliah?" tanya Ipeh pada gadis cantik berwajah campuran Asia dan Eropa, yang sedang cemberut itu, dia adalah sahabat Ipeh."Kamu sudah diijinkan pulang pagi ini, jadi mana bisa aku masuk kuliah! Kalau aku nggak datang, siapa yang akan mengantarmu pulang, coba," jelas Diana atau biasa dipanggil Nana, sahabat Ipeh sejak di sekolah menengah pertama."Hehe ... iya juga, makasih ya, Na." Ipeh tersenyum tanpa bisa membantahnya."Hm, aku tuh jadi khawatir kalau aku jadi pergi tahun depan, siapa yang akan menjaga gadis ceroboh sepertimu." Diana menatap Ipeh sambil melipat tangan di dadanya.Diana adalah mahasiswa kedokteran semester empat yang mengambil semester pendek demi mempercepat kelulusannya. Diana bercita-cita bisa menjadi salah satu dokter sukarelawan yang akan dikirim ke negara konflik. Dia berharap bisa bertemu de
"Nope ... tadi sekretarisnya yang datang memberikanku tagihan seratus dua puluh juta kurang seratus rupiah dan coklat batangan yang ada di nakas sebelah tempat tidurku itu serta mendoakanku agar cepat pulih. Baik sekali, kan, mereka," jelas Ipeh memasang senyum sarkasmenya."Haha ...." Diana tertawa."Ingin aku jambak aja itu rambutnya dan banting tubuhnya bolak-balik. Sayangnya aku masih menghargai kebebasan hidupku, aku hanya merobek kertas tagihannya!" Ipeh mengetahui kalau mobil yang menabraknya adalah milik Alex berkat informasi yang dikumpulan oleh Diana.Sebelum mengetahui Alex yang telah menabrak sahabatnya. Diana ingin membayarkan biaya rumah sakit Ipeh, tetapi setelah tahu kejadian yang sebenarnya. Diana membeberkan semuanya dan menyemangati Ipeh untuk meminta ganti rugi pada Alex."Mau aku balaskan dendammu?" tanya Diana bersungguh-sungguh."Nope! Aku ingin membalaskan dendamku sendiri, lagipula hutang budiku padamu sudah terlalu banyak. Jangan merepotkan dirimu lagi demi ak
'Kenapa dia ada di sini!' Ipeh ketakutan melihat pamannya yang datang dalam keadaan mabuk.'Darimana dia tahu kalau aku tinggal di sini? Padahal aku sudah mengganti nomor ponselku.' Diana membantu Ipeh mengganti nomor ponselnya saat sahabatnya itu masih di rumah sakit, karena pamannya Ipeh terus-menerus meminta uang.P"Peh ... buka pintu!" teriak Toni, sambil memukul-mukul pintu beberapa kali.Kostan Ipeh merupakan kontrakan dua petak yang terdiri dari tiga lantai. Sebenarnya ada gerbang masuk yang biasanya dijaga oleh dua satpam jadi tidak sembarangan orang bisa masuk, tetapi malam ini setelah acara pelelangan, kedua satpam tersebut pulang ke rumah dahulu untuk memberikan makanan pemberian Ipeh pada keluarga mereka masing-masing. Sehingga Toni bisa masuk tanpa kendala yang berarti."Buka! Om tahu kamu di dalam! Om haus, Peh!" Toni terus berteriak dan memukul-mukul pintu lagi.Ipeh bergeming. Membuka pintu sama dengan membiarkan bencana datang. Dulu saat masih tinggal bersama. Setiap
Sementara itu, Alex baru keluar dari kantornya di lantai empat belas saat Marco memberitahukan Ipeh datang ke rumah sakit untuk mengganti perban. "Temannya meninggalkannya jadi dia harus pulang sendiri malam ini," ucap Marco pada atasannya."Bukan urusanku!" seru Alex."Nona Devi atau panggilan akrabnya menurut sumber terpercaya itu, Nona Ipeh terluka, sekarang sudah jam sembilan malam. Bagaimana kalau dia bertemu dengan preman di jalan atau pamannya menghadangnya saat akan masuk ke kosannya? Lagi pula di rumah sakit ini, kan, status Anda adalah tunangannya," jelas Marco mencoba mempengaruhi Alex."Ck! Kalau kamu khawatir, kamu saja yang mengantarnya pulang." Alex merasa kesal, lalu bergegas masuk lift."Tuan Muda tunggu!" Marco berlari mengejarnya tetapi terlambat, Alex langsung menutup pintu liftnya."Ya ampun!" Marco menghela napas.Di ruangan Dokter Erna, satu jam sudah berlalu tetapi Ipeh masih berteriak histeris saat Dokter Erna dan seorang perawat mencoba mengganti perbannya."
"Maaf, aku tidak sengaja ...." Ipeh langsung menunduk.Alex menatap tunangan palsunya sejenak, kemudian berbicara dengan Dokter Erna."Kalau begitu kami permisi dulu, Tante," pamit Alex, mengarahkan kursi roda Ipeh ke arah pintu."Iya, hati-hati di jalan, Devi, Alex," sahut Dokter Erna sambil tersenyum."Terima kasih, permisi, Tante." Alex, mengangkat sedikit ujung bibirnya."Terima kasih, Dok," ucap Ipeh, membalas senyuman Dokter Erna.Alex mendorong kursi roda Ipeh keluar dari ruang pemeriksaan."Biar saya yang mendorongnya, Tuan Muda," ucap Marco yang sudah berdiri tegap di depan ruang pemeriksaan."Ok!" Alex berjalan mendahului mereka menuju tempat parkir, tanpa sedikit pun menoleh pada gadis yang kembali menunduk itu.Di sisi lain, Ipeh pun hanya terdiam, tidak berani membuka mulutnya lagi. Dia masih merutuki dirinya sendiri karena sudah salah memegang tangan Alex tadi."Nona Devi, apa Anda sudah merasa lebih baik?" tanya Marco, membuka percakapan."Ah, i-iya, terima kasih." Ipeh
"NEVER!" seru Alex."Eh, ngeyel juga, ini bocah! Ayo, minta maaf!" Ipeh semakin tidak sabar."NEVER!" teriak Alex. Gengsi dan harga dirinya sebagai seorang pria terhormat melarangnya mengaku kalah walaupun posisinya kini sudah terjepit. Dia terus memutar otaknya agar bisa lepas dari cengkraman Ipeh.'Bagaimanapun caranya aku harus lepas dari Ular Betina, ini!' seru Alex di dalam hatinya.Ipeh semakin menekan pergelangan tangan Alex yang membuat laki-laki itu spontan menggigit paha Ipeh."Aw ... sakiiit!" Ipeh spontan mendorong Alex menjauhinya lalu menepuk-nepuk pahanya."Serve you right!" Alex tersenyum puas melihat wajah pucat pasi Ipeh yang sedang menahan sakit. Dia mengelap darah yang ada di mulutnya dengan punggung tangan kanannya."Hmph! Vampir busuk!" Ipeh mendelik pada Alex, tetapi gadis cantik itu langsung terdiam selama tiga detik saat melihat wajah tampan Alex yang kini dihiasi seulas senyuman dan darah. Gadis itu buru-buru menunduk.'Ah, ini tidak adil! Kenapa orang jahat
Ipeh menoleh pada para perempuan malam yang berpakaian super minim dan berjajar di sepanjang jalan. Mereka menatap remeh padanya.'Eh, si alan, Dokter Gendeng itu menurunkan aku di tempat kayak begini lagi, auto runyam urusannya! Dasar Fir'aun!' Ipeh kembali mengutuk Alex."Hey, pere ... cepat pergi dari sini! Ini daerah kami, jangan mengambil lahan orang lain dengan wajah sok polosmu!" seru Salah seorang perempuan di sana, disambut anggukan dan tatapan dingin perempuan lainnya.'Jiah, aku disangka teman sejawatnya, kali, ya, najis!' Ipeh kembali mendelik pada para perempuan malam itu tetapi melihat jumlah mereka, gadis itu merinding seketika.'Bisa bonyok kalau cari gara-gara dengan mereka. Cari aman ajalah,' gumamnya."Iya, Kak ... maaf mengganggu, permisi ...." Ipeh sedikit menunduk lalu mulai berbalik dan menjauhi para perempuan malam itu.Akan tetapi karena terlalu fokus melihat ke belakang, tiba-tiba kursi rodanya membentur sesuatu."Hei, pelan-pelan! Mau ke mana buru-buru sepert
Mereka menyusuri lorong yang sepi menuju sebuah lift barang.Gadis itu merinding karena udara dingin di sekitar lorong itu, hatinya pun merasa takut dengan apa yang akan dia hadapi selanjutnya. "Lepaskan, aku! Kalian bajingan!" teriak Ipeh yang berusaha memberontak, tetapi sayangnya dengan kondisi kakinya yang masih terluka, pergerakannya terbatas "Apa kamu tidak bisa diam, hah!" seru Doni, dia sampai mencubit lengan atas Ipeh saking kesalnya."Aduh, aw aw sakit! Tolooong ... siapapun tolong aku!" Ipeh terus berteriak, berharap ada yang mendengarnya dan berbalik hati menolongnya. Namun tentu saja semuanya sia-sia, tidak ada yang bisa masuk ke area itu selain karyawan klub malam itu.Jim geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan tingkah Ipeh yang menurutnya hanya buang-buang tenaga saja. Suara mencicit Ipeh mana bisa terdengar di klub Malam yang begitu bising dengan suara dentuman musik di lantai dansa. "Ck! Bungkam dia, Jim! Kepalaku pusing mendengar teriakannya!" seru Doni pad
"Kapan kalian akan menikah?" Kakeknya Alex langung menodongkan pertanyaan yang membuat Ipeh shock. Gadis itu hanya bisa menelan ludah, matanya mencari-cari jawaban hingga bertemu dengan mata elang sang tunangan palsu. "Setelah Devi lulus kuliah, Kek," ujar Alex mantap, mendekati Ipeh dan duduk disampingnya, 'Ah, si raja tega bisa juga punya hati,' batin Ipeh saat Alex menyelamatkannya dengan jawaban tangkas yang tidak terpikirkan olehnya. Akan tetapi saat tiba-tiba tangan Alex menggenggam tangan Ipeh dengan lembut dan memberikan senyuman manis penggetar jiwa, gadis itu merasa tangannya tersengat listrik tidak kasat mata yang mengalir deras dalam darah Ipeh. 'Aduuh, ginjalku bergetar! Aku nggak tahan melihatnya! Aku butuh minum!' Setelah jantungnya menggila sejak digendong Alex dan diinterogasi oleh kakeknya Alex, kini ginjalnya benar-benar bergetar melihat senyuman malaikat milik Alex seakan pesona Alex menghisap semua kekuatan dan membuat tubuhnya kehilangan cairan. Dengan s
Alea semakin membenci Ipeh setelah mengetahui dirinya kalah dari seorang pengantar susu dan koran. Sementara itu, Ipeh yang telah selesai menceritakan pertemuan pertama dengan tunangan palsunya merasa lega karena para sesepuh keluarga Parker tidak ada yang komplain tentang apa yang dikatakannya. 'Semua yang aku katakan tidak sepenuhnya bohong, aku memang setiap hari mengantar susu dan koran ke rumahnya, terlepas dia melihatku atau tidak. Dia juga memang pernah jadi pembicara di kampusku dan fakta kalau dialah yang menolongku saat kecelakaan walaupun dialah penyebabnya. Dia juga yang menebusku di pelelangan walaupun dia penyebab aku dijual ke sana," ucap Ipeh di dalam hatinya. Dia menatap Alex sebelum menggerutu kembali di dalam hatinya. 'Entahlah dia itu sebenarnya Dewa Kesialan atau Dewa Keberuntunganku?' Ipeh mengakui di dalam hatinya walaupun Alex membuatnya masuk rumah sakit, tetapi karenanya, dia bisa mengenal orang-orang baik seperti Bibi Kesatu dan keluarganya Alex. Walaupun
'Mati, aku! Bagaimana kalau Kakeknya Alex tahu kalau aku ini tunangan palsu cucunya!' Ipeh menangis di dalam hati. "Kenapa ketakutan begitu? Kakek tidak akan melakukan hal-hal yang aneh padamu!" Kakeknya Alex tergelak karena merasa lucu dengan tingkah Ipeh. Saat semua orang berlomba-lomba berusaha mendekatinya dengan segala cara. Tunangan cucunya ini terlihat segan sejak pertama kali bertemu. "Hehe ...." Ipeh kembali tersenyum canggung. "Duduk di sini." Luis Parker, kakeknya Alex, menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya. "Baik, Kakek." Ipeh duduk perlahan di samping pria berusia enam puluh dua tahun yang masih terlihat gagah itu. Melihat perhatian semua orang tertuju pada Ipeh membuat Alea, sepupu Alex terlihat semakin mengeraskan wajahnya dan menggertakkan giginya. Biasanya semua perhatian dan pujian tertuju padanya, teapi sejak kabar munculnya tunangan kakak sepupunya terdengar orang tua dan kakeknya. Dia merasa tersisihkan. Alex pun beberapa kali membatalkan acara makan malam m
'Jadi, itu gadis tidak tahu diri yang sudah merebut perhatian Kak Alex dariku? Heh, ternyata gadis kampungan. Sebenarnya apa yang dilihat Kak Alex dari gadis miskin itu?Padahal aku jauh lebih cantik darinya!' Alea Dirja, sepupu Alex yang berusia enam belas tahun langsung memperlihatkan aura kebencian pada Ipeh. Seperti kedua orang tuanya, Alea, gadis yang jenius, dengan otak cemerlangnya, gadis itu bisa lompat kelas saat di sekolahnya dulu, dan berhasil menjadi mahasiswi kedokteran di usianya yang keempat belas tahun. Ipeh yang merasakan tatapan intens seseorang padanya, langsung menoleh ke arah Alea. Ipeh tersenyum padanya, tetapi hanya mendapatkan balasan tatapan tajam yang menghujam hatinya. 'Siapa dia? Kenapa dia terlihat membenciku? Apa salahku?' pikir Ipeh. Gadis itu terus memperhatikan Alea karena penasaran, tetapi suara Marco membuyarkan lamunannya. "Ini kursi rodanya, Tuan Muda." Marco mendorong kursi roda Ipeh ke hadapan Alex. Alex mengangguk lalu menurunkan Ipeh secara
"Jemput? Memangnya aku mau pergi ke mana, Tuan Marco? Bukannya jadwal ganti perbanku masih lama." Ipeh mengerutkan keningnya. "Anda akan makan malam di rumah utama keluarga Parker dan bertemu Tuan Besar," jelas Marco to the point. "Hah?" Ipeh kebingungan. "Iya, Nona Devi diminta untuk berpura-pura menjadi tunangan Tuan Muda di hadapan Kakek dan keluarga beliau." Marco masih berada di depan pintu. "Hah?" Ipeh tertegun. "Nona Devi." Marco mengibaskan tangannya di depan wajah Ipeh. "Eh." Ipeh tersadar dan mengedip-ngedipkan matanya. "Anda baik-baik saja?" Marco menatap gadis cantik itu. "Oh ... emm ... saya baik. Masuk dulu, Tuan Marco, istirahat dulu. Anda pasti capek sudah mengantar Bibi Kesatu ke bandara. Silakan Anda makan siang dulu, sudah saya siapkan di ruang makan dan saya mau berganti pakaian dulu." Ipeh memundurkan kursi rodanya untuk memberi jalan pada Marco. "Ok." Marco mengangguk, dia memang merasa lapar. Saat Marco menikmati makan siangnya. Ipeh memilah-milah pakai
'Benarkah ada hubungan spesial antara Tuan Muda Alex dan Nona Devil?' tanya Marco di dalam hatinya. Sekretaris Alex itu mengingat kejadian di malam perculikan Ipeh.Kriiing ... kriiing ....Saat itu ponsel milik Alex berbunyi. Pria tampan yang sibuk bermain game di dalam mobil itu langsung menggeser icon hijau pada layar smartphonenya."Malam Kakek," sapa Alex dengan nada suara lembut penuh hormat."Lex, Kakek akan pulang besok. Kita makan malam di rumah utama. Jangan lupa bawa tunanganmu!" tegas Beliau tiba-tiba."Tunangan?" Alex terkejut. Matanya terbuka lebar dan keringat dingin pun mulai membasahi tangannya."Iya, jangan kamu kira kakekmu ini tidak tahu apa-apa. Bawa dia besok!" tegas Kakeknya Alex, Luis Parker."Itu, sepertinya ...." Alex ragu-ragu."Tidak ada alasan apapun! Bawa dia ke hadapanku besok!" Luis Parker tidak mau berkompromi, selama ini Alex sudah terlalu sering menolak perjodohan yang beliau atur untuk cucunya tersebut. Klik!"Ck, merepotkan!" Alex menghela napas pa
Dua jam sudah berlalu sejak acara pemanggilan Ipeh ke ruang kerja Alex. Kini dia baru selesai berkeliling villa bersama Bibi Kesatu."Nona Devi sudah mengerti, kan?" tanya Bibi Kesatu yang sudah selesai menjelaskan tugas Ipeh sebagai pelayan pribadi Alex selama hampir satu setengah jam."Iya, Bi. Sudah saya catat semuanya. Panggil Ipeh saja, itu nama panggilan sehari-hari teman-teman dan ibu saya dulu," jelas Ipeh setelah mengangguk dengan mantap."Ya sudah, kalau begitu Bibi pamit dulu, ya. Ipeh. Tuan Marco sudah menunggu di luar. Tolong jaga Tuan Muda Alex dan rumah ini baik-baik, ya." Bibi Kesatu menggenggam kedua tangan Ipeh sambil tersenyum."Baik, Bi." Ipeh kembali mengangguk dan membalas senyuman Bibi Kesatu.Dia merasa senang karena untuk pertama kalinya bisa melihat senyuman bibi kesatu yang sangat mahal itu."Jaga dirimu juga baik-baik. Ikuti semua perintah dari Tuan Muda, agar kakimu cepat sembuh," nasihat Bibi Kesatu lagi."Pasti, Bi! Hati-hati di jalan dan selamat bersenan
Ipeh menunduk sambil memilin-milin ujung pakaiannya saat mendengar ceramah Alex. Sudah sepuluh menit berlalu tetapi Dokter tampan itu sepertinya masih senang berpidato."Kamu mengerti!" seru Alex."Iya, Om," jawab Ipeh datar, lalu menguap untuk kesepuluh kalinya."OM? Wajahku sebelah mana yang memiliki kerutan, huh? Matamu buta, ya!" Alex semakin kesal dibuatnya."Maaf, Dokter Alex!" koreksi Ipeh dengan suara pelan, nyaris berbisik.'Kukira dia itu patung berjalan, eh ternyata aku salah. Dia itu corong toa berjalan, kekuatan suaranya mungkin 1000 dB,' gumam Ipeh di dalam hati sambil mengangguk-angguk."Coba kamu ulangi ucapanku, kalau mengerti," titah Alex, yang kini sudah duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya lalu menyeruput kopi.'Kopinya enak juga,' pikir Pria sungguh terlalu tampan itu."Hah?" Ipeh mengangkat wajahnya, gadis itu menatap Alex dengan tatapan kosong. Matanya mengerjap beberapa kali, bingung."Apanya yang 'Hah', ulangi ucapanku dari awal sampai akhir!" seru Alex sa
"Aku mau sarapan," jawab Ipeh tanpa dosa sambil menatap Alex dengan percaya diri. Dia berpikir apa salahnya makan bersama."Siapa yang memberimu ijin?" tegas Alex sambil menatap tajam gadis yang terlihat shock dengan reaksi yang diberikannya.Gulp!Ipeh menelan salivanya melihat tatapan dingin dari Sang pemilik rumah, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menggeser kursi tadi ke tempat semula."Jadi?" Alex masih menatapnya begitu tajam seperti tatapan serigala terhadap mangsanya."Maaf," ucap Ipeh dengan wajah kesalnya.Setelah kursinya kembali ke tempatnya, Alex kembali meneruskan makannya sambil sesekali mendengarkan penjelasan Marco.Ipeh yang merasa dipermalukan dan diacuhkan memutar kursi rodanya ke arah dapur dengan wajah sedih yang ditekuknya."Kenapa tidak makan bersama Tuan Muda?" tanya Bibi Kesatu."Dia mengusirku," ucap Ipeh sambil menghela napas lalu terdiam.Dia tidak berani mengambil inisiatif untuk meminta sarapan pada Bibi Kesatu. Gadis itu tidak ingin dipermaluk