Aku kabur menjauh dari semua yang berhubungan dengan Adnan. Tak ingin lagi bertemu atau sekedar mendengar tentang dirinya disebut. Semua yang berhubungan dengannya selalu mampu membuatku terseret arus rindu yang tak bisa kusahirkan dalam sebuah kata. "Assalamu alaikum, apa kabar, Om? Karina mana?" Suara Nadine tiba-tiba menggema di luar kamar. Kamarku yang berseblahan dengan ruang tamu membuatku bisa mendengar dengan jelas percakapan antara papa dan Nadine. "Waalaikumussalaam, kabar baik, cantik. Tuh, temanmu di dalam, tiba-tiba doyan jadi kutu busuk. Nyelinap di sela bantal dan kasur mulu tiap hari," canda papa pada Nadine yang terdengar jelas olehku. Karena hanya terhalang dinding triplek. "Hei, tumben loe betah banget jadi anak kamar-kamar!" seru Nadine, menjatuhkan tubuh di sampingku. "Papi, mana?" tanyaku menanyakan papa Nadine. Karena kutahu dia tak akan ke mana-mana kalau tak diantar.
Read more