Beranda / Romansa / My Horrible Romance / Bab 171 - Bab 180

Semua Bab My Horrible Romance: Bab 171 - Bab 180

200 Bab

171 Pilihan dan Konsekuensi

"Dasar bapak-bapak overprotective!" Rhea mendengkus kesal setelah tahu apa yang terjadi dari mulut suaminya.Yara sudah tertidur karena efek obatnya. Setelah memastikan kalau Yara memang benar-benar sudah tidur, barulah Rhea mencoba mengulik apa yang sebenarnya terjadi.Naren menceritakan semua kepada istrinya, kecuali ... bagian dia membayar dan memerintahkan Cassandra untuk menggoda Adam. Istrinya itu bisa mengamuk karena tindakannya yang mungkin dinilai childish."Ya gimana nggak overprotective. Ini Yara loh, Rhe. Yara yang cengengnya nggak ada yang ngalahin. Yara yang kalau luka dikit aja yang ribut satu rumah. Berani-beraninya Adam nuduh Yara selingkuh."“Mungkin cuma salah paham, Mas. Salah cara mereka berkomunikasi. Apalagi kemaren memang mereka lagi LDR. Wajar dong, Mas.”Naren diam, namun ucapan istrinya sedikit menyentil pemikirannya. Ya mungkin benar hanya salah paham tapi tuduhan Adam pada anak bungsunya masih membuatnya tid
Baca selengkapnya

172 I Love Her

“Dam.” “Ya, Kak?” Adam mendongak ke arah kakak laki-laki satu-satunya Yara yang baru masuk ke ruang keluarga di mana Yara sedang rebahan sambil menyandarkan kepalanya di pangkuan Adam. Ia tidak enak sebenarnya, tapi Yara mengaku masih agak pusing. Karena tidak mungkin mengajak Adam ke kamar, maka ruang keluarga menjadi pilihan teraman. “Denger-denger rumah depan lagi dikontrakin loh. Orangnya jadi diplomat di mana gitu.” Adam mengenyit bingung. “Trus? Emangnya kenapa, Kak?” “Sewa gih! Nggak capek apa, sejak pulang dari Bandung, pagi, siang, sore, malem nurutin maunya Yara supaya kamu tetep di sini?” Yara yang sedang menonton series di salah satu channel berbayar, langsung melemparkan tatapan tajam ke arah kakaknya. Adam hanya tersenyum tipis. Setelah hubungannya dengan Yara hampir berakhir karena kesalahannya sendiri, diminta stay di rumah itu dari pagi sampai malam, diminta ini dan itu oleh Yara, dia rela. “Kalo lagi sakit kan emang b
Baca selengkapnya

173 Begini Rasanya?

Pukul sebelas malam dan Yara masih memeluk gulingnya sambil tersenyum malu. Oh God, sejak kapan dia senorak ini?Tapi ini Adam loh. Adam yang selalu menyampaikan sesuatu dengan tersirat seakan semua orang bisa membaca apa maksud perkataannya. Adam yang … Adam yang … belum pernah bilang cinta kepadanya.Wait!Yara jadi sadar kalau selama ini memang Adam tidak pernah secara gamblang mengatakan ‘I love you’ atau kalimat semacamnya.Biasanya Adam menggunakan kalimat seperti, 'Aku maunya kamu', Nanti kamu mau ya tinggal di sini,'. Ya ... kalimat semacam itu yang menimbulkan multi tafsir kalau kata kakaknya yang mengerti hukum.“Ya nggak apa-apa deh, bilangnya ‘I love her’ di depan cewek itu. Itu juga udah kemajuan pesat buat batu kayak dia.” Yara kembali mendekap erat gulingnya, kadang menyerukkan wajahnya ke permukaan guling karena hatinya terlalu berbunga-bunga.Wanita dan sifatnya yang mudah me
Baca selengkapnya

174 Tawaran Perjodohan

"Kok kamu di sini? Kok nggak istirahat di rumah?" Adam memang baru selesai meeting dan turun ke lobby untuk berpindah lokasi ke salah satu hotel yang dikelolanya untuk menjamu rekanan dan investor. Siapa sangka saat ia keluar dari lift yang berada di sudut lobby, matanya langsung menemukan sosok Yara di depan meja resepsionis. Awalnya Adam pikir hanya salah lihat, tapi setelah beberapa detik memperhatikan, ia yakin kalau gadis dengan jumpsuit berwarna hijau army dan belt kecil berwarna cream itu adalah kekasihnya. "Nggak ada temen makan siang." Yara tersenyum salah tingkah karena Adam menemukan keberadaannya lebih dulu. Padahal ia berencana memberi kejutan di ruangan Adam begitu lelaki itu selesai meeting. Adam hanya menghela napas. "Kamu izin dulu nggak ke papa sama mama kamu?" "Udah izin pas sarapan tadi. Cuma tadi belum tau mau ke mana tujuanku." "Aku masih harus menjamu rekanan sama investor, Ra. Kamu mau ikut atau nunggu d
Baca selengkapnya

175 Kandang Macan

“Ngambek?”Yara menatap papanya dengan sengit, kesal setengah mati karena papanya terkesan tidak membela Adam di depan orang-orang yang berniat menjodohkan dirinya dengan anak mereka.Adam sama sekali tidak terpengaruh—atau lebih tepatnya mencoba tidak peduli—dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Pastilah papa Yara masih kesal dengannya hingga sengaja membiarkan tawaran perjodohan dari klien bisnisnya.“Permisi, pesanan bubur dari Pak Adam.”“Oh, iya.” Adam menerima semangkuk bubur yang diantar seorang pramusaji dan mendekatkannya kepada Yara.“Ini juga ada sup egg drop buat tambahan, Pak. Ada puding di counter dessert, juga untuk makanan lembut lainnya.”“Makasih ya.” Adam kembali menata makanan di hadapan Yara setelah menyampaikan terima kasihnya pada si pramusaji.“Itu kamu khusus pesen buat Yara?” Dari tadi Naren memperhatikan gerak-gerik Adam
Baca selengkapnya

176 Yang Jantan Dong!

Adam menatap Zayan tanpa sedikit pun rasa takut, meskipun tadi Yara sudah memperingatinya sebesar apa kekuatan Zayan. “Bisa nggak jangan ganggu hubungan gue lagi sama Yara?”Zayan menepis ucapan Adam dengan senyum angkuh. “Kalau cuma karena ada gue, terus hubungan kalian terganggu, itu artinya kalian emang nggak cocok.”“Kalau cuma karena nggak cocok, terus bubar begitu aja tanpa ada usahanya, itu namanya bukan cinta. Itu lebih kayak kerjaan kantoran, nggak cocok terus resign cari yang baru. Tapi hubungan gue sama Yara nggak begitu,” balas Adam.“Kalo gue tetep berusaha buat dapetin Yara?”“Gue akan cerita ke orang tua Yara, apa yang udah lo lakuin ke dia di kamarnya.” Adam hanya mengancam. Ia belum berniat memberi tahu orang tua Yara karena Yara dan Ervin memiliki pertimbangan mereka sendiri. Adam mengerti dan menghormati keputusan Yara dan kakaknya. Tapi ancamannya itu adalah satu-satunya jalan
Baca selengkapnya

177 Merasa Salah Langkah

Adam menempelkan key card di pintu apartemennya. Begitu pintu membuka, dia melihat Yara sedang tiduran di sofa ruang tamu dengan layar televisi yang dalam kondisi menyala.Yara langsung duduk begitu mendengar suara sensor kunci pintu dan pintu yang terbuka.“Kok kamu nggak langsung pulang sih, Ra? Kamu kan mesti istirahat.”“Kan aku istirahat di sini,” balas Yara tidak mau kalah. “Gimana?”Adam menghela napas berat setelah duduk di samping Yara. Tangannya mengacak rambutnya dengan frustasi. “Ngomong apa sih aku tadi, Ra?”“Lah, nggak tau, aku baru mau nanya.”Satu tangan Adam melingkari punggung Yara, sebelum Adam menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Yara untuk mencari ketenangan sekaligus berusaha menutupi lebam yang mungkin saat itu belum berubah menjadi kebiruan hingga Yara belum menyadarinya.Adam merasa dirinya tolol setelah mencoba mereka ulang apa yang diucapkannya.
Baca selengkapnya

178 Asal Nyaman

“Kamu beneran mau ikut, Dek? Tumben.”Yara duduk di hadapan papanya yang sedang duduk di ruang keluarga. “Tapi aku nggak bareng Papa ya.”“Sama Adam?”“Yaiyalah, Pa. Sama siapa lagi kalo bukan sama Adam?”Naren berdecak kesal. “Dulu aja, diajak Papa sama Mama nggak pernah mau.”“Beda dong.”Semakin kesal saja Naren mendapati anaknya yang sikapnya bertolak belakang antara dulu dan sekarang. “Kamu beneran mau pake gaun itu buat dateng ke acara?”Yara menunduk, memperhatikan sekali lagi evening gown berwarna silver dengan brukat yang menutupi bagian atas tubuhnya. “Nggak cocok ya, Pa?”Naren mengernyitkan kening. Bukannya tidak cocok, hanya saja rasanya tidak rela membiarkan laki-laki lain melihat kecantikan anaknya.“Bagus kok, Ra. Udah nggak usah dianggep papamu. Mulai overprotective-nya. Ini bagus tau, Mas. Kelihatan ele
Baca selengkapnya

179 Belum Sepenuhnya Merestui

“Ini siapa, Ra?” Lelaki paruh baya itu melemparkan pertanyaan yang sama dengan yang baru saja dikeluarkan Adam.“Pacarku.” Yara memilih menjawab lebih dulu pertanyaan omnya—Endrasuta Candra, adik sepupu dari papanya. “Kok Om nggak bilang kalo balik ke sini? Kapan nyampe? Kok nggak ke rumah?” cecar Yara dengan segala pertanyaannya yang lebih mirip seperti rengekan.Adam mendengarkan setiap kata yang terucap dari bibir Yara. ‘Om? Jadi laki-laki paruh baya ini adalah om Yara? Bukannya om Yara cuma Om Ranu?’ Sepanjang pengetahuan Adam, mama Yara hanya memiliki satu adik dan papa Yara adalah anak tunggal.“Bisa nggak, Om dikenalin dulu sama pacarmu secara proper. Kan kamu janji dulu kalau pacar kamu wajib dapet restu juga dari Om, bukan cuma dari orang tuamu.”Yara tersenyum menatap omnya yang hanya banyak bicara dan terlihat keras di luar, padahal omnya itu selalu mendukung apa pun pilihan hidu
Baca selengkapnya

180 Jadi Tempatku Pulang

Yara semakin panik begitu pintu lift membuka di lantai 25, di mana lantai itu hanya berisi deretan kamar. "Dam, kita mau ngapain di sini? Pulang aja yuk." Adam tidak menjawab pertanyaan Yara. Ia hanya meneruskan langkahnya menuju pintu yang berada di ujung lorong. Pintu kamar membuka setelah Adam menempelkan key card ke kotak sensor di handle pintu. "Ayo." Adam masih menggenggam tangan Yara dan sedikit menariknya karena Yara bergeming di depan pintu. 'Cool, Ra! Adam nggak bakal berani ngapa-ngapain.' Yara memerintahkan hati dan otaknya untuk tenang. Setelah membiarkan pintu menutup dengan sendirinya, Adam melepas sepatu dan berganti menggunakan alas kaki yang tersedia di setiap kamar. Yara pun melakukan hal yang sama. Adam melepas jasnya sebelum berjalan menuju dinding kaca dan membuka virtrase yang semula menutupinya. "Ra, sini deh." "Ngapain sih sebenernya kita di sini, Dam?" "Lihat blue moon." "Hah?" Dengan r
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status