Home / Lain / LORO / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of LORO: Chapter 21 - Chapter 30

94 Chapters

21. Dia mati!

Suara dentuman musik yang memekakan telinga bersama riuh rendah jeritan dan teriakan dari mulut-mulut yang merasakan dunia hanya milik mereka itu terdengar begitu pecah.Satu-satu, dua tiga, empat, bergerombol dalam gemerlap lampu. Parfum, keringat, asap rokok semua melebur jadi satu. Tawa, canda, seringai, bahasa tubuh yang entah jujur atau pura-pura terdengar dari segala penjuru. Tapi, siapa yang perduli dengan kejujuran saat mereka datang untuk melepas rasa, melepas penat, menyalurkan hasrat.Tidak ada yang perduli kecuali melebur menjadi satu dengan keriuhan dan kebisingan memekakan telinga tapi memabukkan. Mereka bisa menjadi siapa saja, apa saja. Bersikap semaunya. Menahan diri? Disini bukan tempatnya. Namun, gadis itu bersikap tak biasa, hanya berkali-kali menenggak minuman yang sudah menguasai seluruh saraf dan nadinya. Tapi, ia masih saja menuangkan air beralkohol itu dalam gelas yang ser
Read more

22. Teruslah menjadi egois.

"Gue gak akan ngizinin lo nyetir mobil gue, Sera." Ucap gadis yang berdiri tegak saja tak mampu.    "Tch! Gue tau dan bukan gue yang akan nyetir, tapi Ardi!" ucap Sera menunjuk pria yang mengangkat bahunya pasrah. "Dan lo, boleh tidur sama cowok gue malam ini. Tapi cuman malam ini." Ulang Sera mengacak rambut berombre miliknya. Kesal dan bingung.    "Aku gak bilang setuju, Beib." Kata Ardi memasukkan tangannya kesaku celana menatapi Sera yang mendengus makin kesal.   "Yakin lo gak mau? gue bisa liat tatapan lo pas jalang mabuk ini mau ngajak lo tidur sama dia," ucap Sera membuat Ardi menggelengkan kepalanya.    "Itu tadi, Sera. Kamu gak liat sekacau apa temen kamu sekarang? belum lagi apa yang diucapkannya tadi." balas Ardi menatap Sera yang menarik nafasnya dalam setelah menatap Zizi yang bersandar pada mobil kesayangannya.   "Dia mabuk Ardi, for God sake! Or
Read more

23. apa yang terjadi?

"PANGGIL POLISI!"  Teriakan Marko yang menggema diseluruh ruangan membuat beberapa orang yang sudah penasaran dengan suara ramai mengintip ke dalam. Begitupun seorang petugas rumah sakit yang kebetulan lewat, ia mengangkat ponsel dalam sakunya menelpon entah siapa. Dan tak berapa lama petugas keamanan masuk dalam ruangan yang terlihat menegangkan. Sementara Ali yang begitu kalut bahkan tak tau apa yang terjadi dalam ruangan yang ditinggalkannya dengan Arimbi digendongan dengan darah segar yang terus saja keluar dari kepala Arimbi. Pria itu berteriak seperti orang gila sampai ada dokter yang menyentuh tubuhnya yang begitu tegang lalu melakukan pemeriksaan awal pada gadis kecil yang langsung ditidurkan diatas bangsal. Begitu banyak hal yang terjadi di depan mata Ali, Dokter dan perawat yang bergerak sesuai perintah dan instruksi. Langkah-langkah cepat dengan mulut dan tangan yang bekerja disaat yang sama. Tapi, m
Read more

24

"Kerja bagus, tapi kalian tak perlu melanjutkan kasus ini." Ucap pria yang meski sudah beruban masih tampak gagah dengan badan tinggi tegap, pada dua petugas yang sejak awal memeriksa Sukma. "Tapi komandan kasus in-" "Anda dengar saya, Pak Anto. Kasus ini sudah selesai." Begitu tegas ucapan pria yang dipanggil komandan itu menatap bawahannya yang lebih memilih menutup mulut, tau percuma bicara. "Aku sudah boleh pergi, bukan?" tanya wanita paruh baya yang berdiri sambil mencangklong tasnya dan berjalan begitu saja melewati dua petugas yang sejak dua jam lalu bersamanya itu. Bertanya kalimat-kalimat berulang karena Sukma memilih bungkan dan lebih suka menjawab dengan emosi juga ancaman. "Saya harap anda memecat dua orang itu tanpa hormat, Komandan." Ucap Sukma lebih terdengar seperti perintah. "Tidak perlu sampai seperti itu, Nyonya Sukma. Tapi, saya akan pastikan hal ini takkan te
Read more

25. Tangis tak terdengar

"Jadi bodoh seperti kakek dan ibunya, maksudmu? heh!" "Mereka tidak bodoh, hanya hati mereka yang terlalu baik." "Apa bedanya itu? Terlalu baik dan bodoh sama saja bagiku. Aku hanya tak ingin anak itu berahir seperti mereka berdua. Bernasib sama seperti kakek dan ibunya. Lalu menjalani hidup dalam kebohongan tanpa tau hidup yang dijalani adalah tipu muslihat," ucap wanita itu membuat Anto menarik nafasnya dalam. "Setidaknya Wijaya tidak menyesali cara hidupnya meski dikelilingi manusia-manusia seperti kita. Wijaya hanya terlalu baik dan menganggap kita pun sama baiknya segelap apapun jalan yang kita pilih, sampai ahir hayatnya." "...." "Baiklah sudah dini hari sebaiknya kau tidur, aku juga ingin pulang dan istirahat." Anto menatap layar ponselnya yang sudah mati beberapa lama dan menarik nafas dalam sebelum menutup map dan memasukkannya kedalam laci miliknya
Read more

26. Berusahalah menikmati sakit ini.

"Bahkan kita harus membuat anak bodoh itu menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Arum." "Ib-""Aku sudah lelah malam ini, Bagas. Lelah sekali. Ibu ingin pulang dan berendam air hangat lalu tidur." Ucap Sukma membetulkan posisi duduknya lalu bersandar memejamkan mata dan tetap diam sampai Bagas yang tau Sukma hanya tak ingin melanjutkan pembicaraan, menyalakan mobil. Ia tahu percuma bicara lagi pada wanita keras kepala disampingnya. Pria yang menyalakan mesin mobilnya itu tidak membantah ataupun menolak dan hanya diam disepanjang jalan. Meski itu berbeda dengan hati dan pikirannya. Tapi, Bagas tetap memilih bungkam. Begitu rapat menutup mulutnya. Meskipun tangannya yang memegang kemudi begitu keras terkepal. tapi diamnya ini, apa bedanya dengan menyetujui kalimat sang ibu yang ingin menyalahan apa yang terjadi pada Arum  kepada anak berusia # tahun yang masih terbaring di bangsal rumah sakit. "
Read more

27, Suara yang tak lagi terdengar

Lency berjalan kikuk disamping tubuh pria super tinggi yang hanya ditemuinya beberpa kali selama 8 tahun bekerja sebagai menejer Marko dan Ali. Sani dwiko, pria muda yang mendapat namanya karena hasil bidikannya yang terkesan natural dan menarik perhatian tak hanya sang pecinta fotografi bahkan kritikus yang ucapannya bisa memecahkan gendang telingapun dibuat tak berdaya. Memujinya. Bukan karena paras rupawannya yang di atas rata-rata tapi lebih pada bakat yang begitu alami yang diasah sehingga menjadikannya seperti hari ini.  Hanya saja, pria disamping Lency ini begitu sulit didekati. meski dari ucapan Marko dan Ali pria di sampingnya ini mesum, Sekalipun Lency tak pernah mendengar istilah itu dari rekan-rekan kerjanya atau model-model yang dikenalnya dan sudah pernah bekerja sama dengan Sani Dwiko. "Saya hanya bisa mengantar sampai sini," ucap Lency yang jadi sopan, menunjuk kamar rawat inap yang tertutup rapat.&n
Read more

28. Suara yang tak terdengar

Lency berjalan kikuk di samping tubuh pria super tinggi yang hanya ditemuinya beberpa kali selama 8 tahun bekerja sebagai menejer Marko dan Ali. Sani dwiko, pria muda yang mendapat namanya karena hasil bidikannya yang terkesan natural dan menarik perhatian tak hanya sang pecinta fotografi bahkan kritikus yang ucapannya bisa memecahkan gendang telingapun dibuat tak berdaya. Memujinya. Bukan karena paras rupawannya yang di atas rata-rata tapi lebih pada bakat yang begitu alami yang diasah usia belia, sehingga menjadikannya seperti hari ini.  Hanya saja, pria di samping Lency ini begitu sulit didekati. Meski dari ucapan Marko dan Ali, pria di sampingnya ini mesum. Sekalipun, Lency tak pernah mendengar istilah itu dari rekan-rekan kerjanya atau model-model yang dikenalnya dan sudah pernah bekerja sama dengan Sani dwiko, "saya hanya bisa mengantar sampai sini," ucap Lency yang jadi sopan, menunjuk kamar rawat inap yang tertutup rapat. 
Read more

28. Wajah ketakutan

"Aku akan kesekolah bersama Arimbi, nanti," semangat Joe berucap dengan senyum yang begitu menggemaskan, tak urung membuat Seth tersenyum dan menunjukkan jempolnya."What is that for?" tanya Joe penasaran tapi Seth langsung menggeleng cepat mendapati Miranda yang berdiri di belakang bocah kecil itu dengan tangan terangkat di kedua pinggang."Bukan apa-apa, Beruang kecil, aku mau lanjut tidur lagi, bye-bye," jawab Seth langsung menghilang setelah melambaikan tangannya sekali."Seth aneh," ucap Joe lalu berteriak kaget mendapati Miranda yang juga berteriak mendapati guyuran air selang ke tubuhnya, sedangkan Seth yang penasaran tertawa begitu lepas melihat apa yang terjadi."Apa yang kalian berdua lakukan? kantukku jadi benar-benar hilang kini," ucap Seth disela tawa."I am really sorry, Mommy," sesal Joe lalu berlari mematikan keran air dan berdiri menatap sang mommy yang tubuhnya ikut basah dengan pandangan bersalah. Tatapan mata bulat nan jernih ya
Read more

29.

Mata bulat nan jernih bak anak menjangan ketakutan itu, menatapi tiap sudut ruangan terang begitupun sisi gelapnya karena cahaya yang terhalang menciptakan bayang gelap menakutkan.Apalagi saat mata Arimbi menatapi sudut-sudut kosong. Gadis kecil yang sudah ketakutan itu jadi makin diam, begitu rapat menutup mulut kecilnya yang salah satu sudutnya terasa sakit.Rasa sakit yang membuatnya semakin merasa takut, takut dan takut. Sampai suara wanita yang terus memanggil seolah tak terdengar sama sekali."Arimbi lihat dokter, sekarang tidak ada siapa-siapa di sini, hanya ada dokter dan Arimbi saja di sini," ucap dokter Sabrina, menyentuh tangan gadis kecil yang ketakutan. Meski terlihat sekali gadis kecil ini tak mengerti ia takut pada apa atau pada siapa."Arimbi," panggil dokter Sabrina masih dengan suara lembut, tidak menyerah sampai mata bak menjangan ketakutan itu, menatap karena baru menyadari namanya dipanggil meski sudah berkali-kali Sabrina mengucapka
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status