Home / Lain / LORO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of LORO: Chapter 11 - Chapter 20

94 Chapters

11. Kau benar, Arum.

"Anda baik-baik saja pak bagas?" tanya dokter yang masih gagah itu bertanya pada lelaki yang hanya diam membisu pada penjelasannya mengenai kondisi Arum, sampai Bagas menatapnya."Ya, Dok. Hanya saja saya jadi merindi- lupakan, Dok." ucap Bagas yang bulu halusnya berdiri membuat dokter Anggodo menatapnya."Hanya itu yang bisa saya sampaikan saat ini, saya harap Pak Bagas bersabar dan bisa menerimanya kondisi Bu Arum," ucap Dokter Anggodo membuat Bagas mengangguk. Meski jelas terlihat, ia tidak paham mengangguk untuk apa? atau kenapa ia mengangguk?Lalu menyalami dokter yang memberinya senyum simpati. Pamit.Bagas, menatap langit yang begitu terik dan menarik nafasnya panjang, ekspresi wajahnya sungguh tak bisa dibaca."Arum Wijaya, jika aku tak memilihmu, hidupmu pasti takkan berahir seperti ini," ucap Bagas menutup matanya lagi tapi langsung terbuka dengan cepat melihat sekelebat bayangan wanita yang menggelinding dari tangga begitu cepat tapi
Read more

12. Aku tak melihat apapun!

"Kemari, Sayang."Arimbi masuk dengan menatapi orang-orang dewasa, tangannya masih memegang erat permen lolipop yang ingin ia berikan pada Carmen.Suasana nursery jadi sepi beberapa lama, apa lagi Maya diam dengan menutup rapat mulutnya menatap gadis kecil yang berjalan pelan dan menatap kepala yayasan yang tersenyum mengusap kepala Arimbi. "Ayo, ucapkan yang mau Arim bilang sama Carmen," ucap wanita bertubuh tambun itu membuat Arimbi menatapnya lalu mengangguk dan mendekat pada ranjang nursery. Gadis kecil imut itu memiringkan kepalanya bingung lalu menoleh.  "Carmen tidur, Oma," ucap Arimbi memandang kepala yayasan. Membuat beberapa kepala tak percaya dengan panggilan yang diberikan Arimbi pada wanita bertubuh tambun itu. "Tidak apa, Sayang. Kalau begitu ucapkan pada mamanya carmen saja, ok?" ucap kepala yayasan tak perduli pada perubahan sikap Maya saat gadis kecil itu menatapnya lalu mengangguk.
Read more

13. Anak yang merindukan sang mama

"Batalkan rencanamu hari ini, sore nanti kita akan menjenguk menantuku""Apa?!" ucap Zizi melepaskan diri dari pelukan Sukma."Kau dengar Zizi dan jangan membantah. Keluarlah, ibu mau tidur dulu.""Ta-Tapi aku harus membeli ponsel, Ibu." Ucap gadis yang membuat Sukma menatapnya."Bukankah baru minggu lalu kamu beli ponsel Zizi? pergilah tapi pulang sebelum jam lima.""Ya, Ibu." Balas gadis yang lalu keluar. Meski enggan ikut ibunya ia tetap harus menurut dan Zizi paham betul akan apa yang harus ia setujui dan lakukan."Setidaknya, aku ingin tau apa yang terjadi pada kakak iparku" ucap gadis yang merogoh kunci mobilnya dari dalam tas dan langsung masuk setelah memencet tombol kecil yang membuat pintu mobil terbuka seketika."Apa aku kerumah Seth saja? kuharap ia tak marah padaku." ucap gadis yang melihat tampilan dirinya dalam spion dan melajukan mobil cepat setelah
Read more

14. Jika ada hari esok

"Arimbi, kangen banget sama mama, Om."Sungguh kalimat yang terlalu wajar mengingat seberapa dekat gadis imut ini dengan sang mama. wanita yang tak akan bangun lagi dari tidurnya selama apapun waktu berlalu.Tapi apa yang akan dikatakan Ali, pria yang hanya bisa diam mendapati mata Arimbi. Mata yang begitu jernih dan polos ini?Tatapan yang seakan menusuki ruang sanubarinya. Bagian terdalam dari rasa yang bahkan membuat Ali tak mampu mengatakan jika Arum takkan lagi bisa memeluknya jika Arimbi sedang merasa sedih ataupun bahagia, takkan lagi mengusapi pipi kenyal dan lembut Arimbi baik dengan tawa atau gemasnya, takkan lagi mendongengkan pak tani yang timunnya diganggu si kancil nakal disetiap malam bersama dekapan lembut pengantar tidur Arimbi.'Ya Tuhan, apa yang harus kukatakan pada gadis kecil kesayanganku yang hanya punya mamanya ini?' batin Ali menahan agar matanya tak berkaca-kaca."Kita akan
Read more

15. Menurut untuk hari ini

Bi Lisa meletakkan segelas jus tomat yang dipesan Zizi. Gadis yang tumben mau bertamu dan duduk begitu santai memainkan ponsel. Sesekali memfokuskan pandangan matanya ke rumah depan yang tampak sepi. Kuku jarinya yang panjang dan dipoles warna-warni menggantikan warna merah terang di salon tadi, sesekali menjentik tak sabar diatas sofa empuk dan nyaman di teras. Meski tak merasa aneh, pada kedatangan Zizi yang hanya sekali saja menanyakan sang nyonya yang ada dirumah sakit. Tak urung membuat Bi Lisa bertanya pada dirinya sendiri kenapa gadis modis di depan itu tampak hanya basa-basi menanyakan keadaan Arum yang seharusnya lebih diketahui Zizi, mengingat ia adalah adik ipar Arum.Mirip seperti Nyonya Sukma ibunya, gadis yang dandananya tebal itu tak sekalipun menanyakan kabar Arimbi. Dan terus saja melongok ke depan tiap ada suara mobil terdengar. Mata berlensa kontak itu seolah mencari apa yang tidak Bi Lisa ketahui."Mbak Zi
Read more

16.

Gadis kecil yang terlelap dalam tidurnya itu terbangun seketika. Wajah kantuknya tampak bingung dengan pemandangan yang terlihat asing. Tapi Arimbi tetap diam, mengedarkan pandangan matanya berkeliling mencari kehangatan tangan yang masih bisa ia rasakan di kepala. Usapan lembut dari wanita yang begitu ia rindukan.Tangan hangat yang rasanya masih begitu kepala Arimbi ingat dan rasa. Mata bulat yang begitu jernih itu menatap berkeliling mencari sosok yang dikenalinya. Dirindukannya. Tapi tak ada. Wanita yang ia cari tak ada dimanapun. Bibir merah yang masih basah itu tampak bergetar, begitupun cuping hidung kecilnya yang kembang kempis diiringi air yang mulai menggenang dimata bak menjangan yang sedih tak menemukan wajah femiliar yang belum dijumpainya sejak ia tidur berdua dengan sang mama di atas ubin yang dingin. Sejak sang mama dibawa mobil wiu-wiu dan membuatnya menangis karena tak di izinkan ikut. Tapi, Arimbi cepat menghapus ma
Read more

17. Di masa depan

Bagas, pria yang masih menatap ponselnya itu menarik nafas dalam. Tangannya terus memegangi ponsel yang menyala dengan pesan yang masuk berkali-kali dari Maya. Sampai wajah carmen yang sembab dengan hidung merah dan dengkul di tempeli plester terlihat di layar ponsel. Membuat perasaannya yang sudah tak menentu makin kacau saja. "Arimbi nakal, Pi. Aku didorong sampai jatuh.""Sakit banget, Pi.""Keluar darah banyak.""Tapi, Arimbi gak mau minta maaf sama aku.""Arimbi, jahat sama aku, Pi." Ucapan carmen yang menelponya beberapa saat lalu membuat hatinya gusar. Apalagi ucapan Maya yang tampak sangat tak terima anak mereka disakiti Arimbi yang juga putri Bagas dengan wanita yang sedang berbaring diatas bangsal rumah sakit.Wanita yang mungkin tak akan lagi bangun karena mati otak. "Apa yang diajarkan Arum pada putrinya itu?" ucap Bagas pelan mengulang ucapan Maya, yang membuat Bagas s
Read more

18

Lency yang sedang memainkan ponselnya menatap pintu yang bergeser, senyumnya langsung melebar mendapati Marko masuk dengan kantong makanan yang dikenalinya betul.   "Buat gue, kan?" "Buat siapa lagi, kalo bukan lo?" jawab Marko menyuruh Lency bergeser dengan tangannya yang bebas.   "Perlu bantal gak?" tanya Lency pada Ali yang dengan hati-hati meletakkan gadis kecil dalam gendongannya ke atas sofa.   "Gak usahlah, emang ada bantal tambahan?" Tanya Ali lalu duduk setelah menowel pipi kenyal Arimbi yang bahkan tak bergerak dalam tidurnya.   "Anggap aja hotel, pules banger sih." ucap lency menatapi Arimbi. Lalu dengan semangat mengambil kotak makanan yang bahkan aromanya sudah membuat perutnya berpesta pora.   "Nasinya buat gue, kan?" tanya Lency mengambil sekotak nasi dalam mangkok plastik.   "Yang suka makan nasi kan cuma lo disini," ucap Marko masuk k
Read more

19

"Tante, pintunya dibuka ya." ucap Arimbi dari dalam kamar mandi membuat Lency melongokkan kepalanya. "Tante disini, nih." ucap Lency membuat Arimbi yang bangun dan ingin pipis mengangguk, karena gadis kecil itu bahkan tak mau dibantu ataupun ditemani hanya ingin ditunggui. "Jangan lupa cebok yang bersih dan cuci tangan pake sabun, ok." perintah Lency pada gadis kecil yang menatapnya lalu mengangguk.  "Tante gak boleh ngintip, ya." Pinta Arimbi untuk yang ke tiga kali. "Ok," jawab lency membiarkan pintu kamar mandi terbuka sedikit lalu menyandarkan tubuhnya pada tembok tepat disamping pintu kamar mandi. "Tante masih disitu, kan?" "Lucu banget sih, kamu. Malu tapi tetep minta ditungguin," ucap Lency terkikik geli. "Tante masih disitu kan?" ulang Arimbi. "Iya sayang, nih tangan tante, keliatan kan?" ucap Lency menjulurkan tangannya keda
Read more

20. Semua salahmu!

"Kenapa harus macet sih? Perasaan tadi lancar jaya." Rutuk Marko kesal dan sekali lagi memencet klakson menambah kebisingan jalan yang sudah menjalar bak ular. "Kamu tahu, melakukan ini tak akan mengubah apapunkan, Ko?" ucap Ali menyentuh lengan Marko yang menarik dalam nafasnya lalu ia hempaskan kuat-kuat.Pemilik bibir tebal nan seksi itu lalu bersandar pada jok setelah menggenggam tangan Ali yang menunjukan senyum. Tentu bukan senyum yang membuat Marko merasa ngeri dengan rambut berdiri, tapi senyum lembut yang membuatnya sedikit tenang meski hatinya gelisah. "Aku tau, Li. biar tambah rame saja. Kamu pikir siapa yang datang?" tanya Marko menoleh pada Ali yang memeluk bantal bergambar karakter aneka permen lolipop berbagai warna yang memenuhi permukaanya.Ali yang mendengar tanya Marko pun langsung menarik dalam nafasnya. Meski pembawaan Ali tenang Marko tahu kekasihnya itu juga merasa was-was. "Siapa lag
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status