"Bahkan kita harus membuat anak bodoh itu menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Arum."
"Ib-"
"Aku sudah lelah malam ini, Bagas. Lelah sekali. Ibu ingin pulang dan berendam air hangat lalu tidur." Ucap Sukma membetulkan posisi duduknya lalu bersandar memejamkan mata dan tetap diam sampai Bagas yang tau Sukma hanya tak ingin melanjutkan pembicaraan, menyalakan mobil. Ia tahu percuma bicara lagi pada wanita keras kepala disampingnya.
Pria yang menyalakan mesin mobilnya itu tidak membantah ataupun menolak dan hanya diam disepanjang jalan. Meski itu berbeda dengan hati dan pikirannya. Tapi, Bagas tetap memilih bungkam. Begitu rapat menutup mulutnya. Meskipun tangannya yang memegang kemudi begitu keras terkepal. tapi diamnya ini, apa bedanya dengan menyetujui kalimat sang ibu yang ingin menyalahan apa yang terjadi pada Arum kepada anak berusia # tahun yang masih terbaring di bangsal rumah sakit.
"
Lency berjalan kikuk disamping tubuh pria super tinggi yang hanya ditemuinya beberpa kali selama 8 tahun bekerja sebagai menejer Marko dan Ali.Sani dwiko, pria muda yang mendapat namanya karena hasil bidikannya yang terkesan natural dan menarik perhatian tak hanya sang pecinta fotografi bahkan kritikus yang ucapannya bisa memecahkan gendang telingapun dibuat tak berdaya. Memujinya. Bukan karena paras rupawannya yang di atas rata-rata tapi lebih pada bakat yang begitu alami yang diasah sehingga menjadikannya seperti hari ini.Hanya saja, pria disamping Lency ini begitu sulit didekati. meski dari ucapan Marko dan Ali pria di sampingnya ini mesum, Sekalipun Lency tak pernah mendengar istilah itu dari rekan-rekan kerjanya atau model-model yang dikenalnya dan sudah pernah bekerja sama dengan Sani Dwiko."Saya hanya bisa mengantar sampai sini," ucap Lency yang jadi sopan, menunjuk kamar rawat inap yang tertutup rapat.&n
Lency berjalan kikuk di samping tubuh pria super tinggi yang hanya ditemuinya beberpa kali selama 8 tahun bekerja sebagai menejer Marko dan Ali.Sani dwiko, pria muda yang mendapat namanya karena hasil bidikannya yang terkesan natural dan menarik perhatian tak hanya sang pecinta fotografi bahkan kritikus yang ucapannya bisa memecahkan gendang telingapun dibuat tak berdaya. Memujinya. Bukan karena paras rupawannya yang di atas rata-rata tapi lebih pada bakat yang begitu alami yang diasah usia belia, sehingga menjadikannya seperti hari ini.Hanya saja, pria di samping Lency ini begitu sulit didekati. Meski dari ucapan Marko dan Ali, pria di sampingnya ini mesum. Sekalipun, Lency tak pernah mendengar istilah itu dari rekan-rekan kerjanya atau model-model yang dikenalnya dan sudah pernah bekerja sama dengan Sani dwiko, "saya hanya bisa mengantar sampai sini," ucap Lency yang jadi sopan, menunjuk kamar rawat inap yang tertutup rapat.
"Aku akan kesekolah bersama Arimbi, nanti," semangat Joe berucap dengan senyum yang begitu menggemaskan, tak urung membuat Seth tersenyum dan menunjukkan jempolnya."What is that for?" tanya Joe penasaran tapi Seth langsung menggeleng cepat mendapati Miranda yang berdiri di belakang bocah kecil itu dengan tangan terangkat di kedua pinggang."Bukan apa-apa, Beruang kecil, aku mau lanjut tidur lagi, bye-bye," jawab Seth langsung menghilang setelah melambaikan tangannya sekali."Seth aneh," ucap Joe lalu berteriak kaget mendapati Miranda yang juga berteriak mendapati guyuran air selang ke tubuhnya, sedangkan Seth yang penasaran tertawa begitu lepas melihat apa yang terjadi."Apa yang kalian berdua lakukan? kantukku jadi benar-benar hilang kini," ucap Seth disela tawa."I am really sorry, Mommy," sesal Joe lalu berlari mematikan keran air dan berdiri menatap sang mommy yang tubuhnya ikut basah dengan pandangan bersalah. Tatapan mata bulat nan jernih ya
Mata bulat nan jernih bak anak menjangan ketakutan itu, menatapi tiap sudut ruangan terang begitupun sisi gelapnya karena cahaya yang terhalang menciptakan bayang gelap menakutkan.Apalagi saat mata Arimbi menatapi sudut-sudut kosong. Gadis kecil yang sudah ketakutan itu jadi makin diam, begitu rapat menutup mulut kecilnya yang salah satu sudutnya terasa sakit.Rasa sakit yang membuatnya semakin merasa takut, takut dan takut. Sampai suara wanita yang terus memanggil seolah tak terdengar sama sekali."Arimbi lihat dokter, sekarang tidak ada siapa-siapa di sini, hanya ada dokter dan Arimbi saja di sini," ucap dokter Sabrina, menyentuh tangan gadis kecil yang ketakutan. Meski terlihat sekali gadis kecil ini tak mengerti ia takut pada apa atau pada siapa."Arimbi," panggil dokter Sabrina masih dengan suara lembut, tidak menyerah sampai mata bak menjangan ketakutan itu, menatap karena baru menyadari namanya dipanggil meski sudah berkali-kali Sabrina mengucapka
"Bagaimana mungkin kasus ditutup, Pak Anto? Semua bukti, hasil visum, kesaksian saya. Apa itu--apa semua itu tak berarti apapun?" ucap wanita yang menahan diri. Sekalipun, emosi marah tampak jelas di wajah. Begitupun sorot mata Lency yang masih tidak ingin percaya dengan apa yang barusan ia dengar."Tak bisakah bapak melakukan sesuatu? Ini ... ini terlalu aneh, tidak wajar, tak manusiawi," ucap Lency membuat pak Anto menarik dalam nafasnya, lalu menyentuh pundak gadis yang semangatnya jadi hilang. Semangat yang menguap begitu cepat."Apa kamu mengenal wanita yang kamu laporkan itu, Nak?" tanya pak Anto membuat Lency mengangguk tapi, beberapa detik kemudian menggeleng lemah."Saya tidak mengenalnya, Pak Anto. Tapi, gadis kecil yang dilukainya itu, cucunya sendiri. Walau apa yang membuat gadis kecil itu dirawat di rumah sakit di sebabkan karena benturan di kepala," ucap Lency merasa bersalah.Rasa yang sama sekali tak berkurang meski hari sudah berganti, da
Ping!Maya menatapi ponsel Bagas, yang masih pulas tertidur. Ia mengernyitkan dahinya dalam. Heran dengan bunyi pesan yang ia baca."Siapa yang mati?" tanya Maya dengan suara pelan tak ingin Bagas mendengar.Tangan lentik terawatnya yang bergerak cepat langsung menelpon si pengirim pesan. Namun, tak ada jawaban. Hanya nada sambung yang membuat Wajah Maya makin berkerut dan jadi kesal sendiri."Angkat, Zi. Tch!" ucap wanita yang mendecakkan lidahnya setelah beberapa kali mengulangi kegiatan yang sama tapi nihil, adik Bagas sungguh mendiamkan panggilannya."Siapa yang mati?" geram Maya pelan, menatapi tubuh lelaki yang tampak begitu lelap dalam tidurnya. Lelaki yang pulang begitu hari sudah subuh tanpa mengatakan apapun dan langsung merebahkan tubuh. Bahkan tanpa mencium bibirnya ataupun Carmen, seperti hal yang selalu Bagas lakukan setiap kali ia datang di jam berapa pun."Mami...! aku tak bisa menemukan pita pink-ku!" teriak carmen membuat M
"I am cuter," ucap Joe membuat Miranda tertawa saat Seth terbatuk mendengar deklarasi sang adik yang begitu percaya diri."You know what, Little Bear? your the cutest in the whole universe," yakin Seth setelah batuknya reda yang disetujui Miranda dengan anggukan."Universe? what is that? Is it yummy?" tanya Joe membuat Seth tertawa makin keras."Well [dunia bisa terasa sangat enak terkadang] ekhem! something wrong with my throat," ucap Seth berdehem saat mendapti tatapan mengancam Miranda.Anak sulungnya ini terkadang bisa sangat mesum tak perduli pada siapa yang diajaknya bicara."So its food? Can I buy it?" tanya Joe yang dijawab Seth dengan menggerakkan telunjuknya."No?""Yes, Little Bear. Universe mean everything in the world. [Bumi, bintang, bulan, langit, meteorite, planet, matahari dan semua yang ada di dalamnya]""So, I can't buy it, than?""Kamu tak perlu membelinya, Little Bear.""Why?""Ka
'Kenapa dua bocil ini tak pernah bisa akur, sih?' batin Eva menarik dalam nafasnya.Guru muda yang jeweran mautnya sudah terkenal ini, menatapi dua bocah kecil yang juga memandanginya. keduanya sesekali memberi tatapan tak ramah pada satu sama lain. Sedangkan bule kecil yang pipinya merah menatapi ketiganya, berharap ia akan segera mengerti ucapan orang-orang yang ada di sekitar dirinya."Baiklah, karena tidak ada yang membuli dan dibuli, kalian berdua lebih baik baikan terus main bareng. Ok?""Tidak mau!" jawab Rei dan Carmen hampir bersamaan, membuat guru muda itu tersenyum dan menyentuh kepala keduanya."Setidaknya kalian sepakat untuk sesuatu sekarang. Jadi, Miss mau kembali duduk dan kamu Rei jangan terlalu nakal pada seorang lady," ucap miss Eva menyentuh kuping Rei pelan, membuat Carmen tersenyum."Rasain," ucap gadis kecil berpita pink yang lalu duduk di kursinya, sementara Rei yang sama sekali tak merasa sakit hanya memanyunkan bibir
Pria yang wajahnya bisa menipu banyak orang itu berdiri di depan ratusan mahasiswa. wajahnya yang bisa tersenyum dalam keadaan apapun, begitu pula tatapan ramah ia tunjukan pada bakal-bakal manusia yang sudah menentukan pilihan hidup yang ingin mereka jalani. Telinga para mahasiswa itu mendengarkan dengan seksama apa yang Sabio sampaikan dalam kelas yang mereka ikut, sesekali bertanya, tidak menyela saat pria yang mata sebelah kirinya selalu menjadi perhatian karena ada tanda lahir di sana bicara, menerangkan apapun yang ingin mereka ketahui. "But, is it possible to erese their memory permanenly, Sir? Mendengar itu Sabio menatap pria keturunan yang gigi putihnya begitu kontras dengan warna kulitnya yang hitam. Pertanyaan yang rasanya selalu Sabio dengar kapanpun itu apalagi saat ia harus menjadi pembicara entah di depan kelas ataupun konferensi bahkan individu. Apa lelaki yang wajahnya bisa ia mainkan sesuka hati itu pernah b
"So, apa yang akan kalian lakukan saat Bagas datang?"Lency menelan ludahnya untuk pertanyaan Sani. Matanya menatapi bergantian dua pria yang entah akan menjawab apa. Ia yang sudah berpikir tidak akan bermimpi buruk malam ini karena memilih jujur untuk kedatangan Bagas, menghembuskan nafas dalam, berharap Marko ataupun Ali tak mendengar.'Sial! Gue akan makin mimpi buruk kalo gak dengar jawaban mereka sekarang!' batin Lency yang juga ingin tahu apa yang akan ayah ke-2 dan ke-3 Arimbi lakukan.Ia lalu menatap wajah Arimbi yang terlihat begitu damai dalam lelap, "apa mimpimu menyenangkan, Arimbi?" Ucap Lency yang tak sadar ucapannya membuat Ali menoleh."Apa? Jangan bilang gue ngomong kenceng barusan?" Ucap Lency tak urung membuat suasana tegang dalam ruangan, berubah.Apalagi sorot mata Ali jadi melembut ketika ia menatap Arimbi yang rambutnya ia belai, sementara Marko berdiri lalu duduk di atas lantai memegang jemari Arimbi yang jadi terlihat
"Arimbi akan pulang ke rumah ini, Bu, tapi aku tidak akan membiarkan ibu melakukan apa yang ibu mau."Mata Sukma membesar, tangannya terangkat tinggi namun hanya berhenti di udara."Arimbi akan pulang ke rumah ini dan aku tidak ingin mendengar ibu atau siapapun menyalahkannya untuk apa yang terjadi."Plakk!Kali ini tangan Sukma benar-benar menampar pipi Bagas yang tidak terkejut dengan reaksi Sukma. "Kau tahu kenapa kita harus melakukan itu!" Seru Sukma lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa jika ada mata ataupun telinga yang mendengar lalu mengecilkan suaranya. Sadar, jika ada telinga yang mendengar maka apa yang sudah ia susun akan berakhir."Kau tahu betul kita harus melakukan itu!"Sukma memegang lengan Bagas, tatapannya memelas namun penuh tuntutan, "kau tahu kenapa ibu melakukan ini bukan? Semuanya untukmu, Bagas, agar kau bisa hidup tenang bersama Maya dan Carmen."Sukma lalu menyentuh pip
"Cari siapa, Mas?""Saya suami Arum.""!" Mata lency membesar untuk jawaban lelaki yang ketidak-hadirannya selalu ia tanyakan. Manik mata wanita berkulit hitam manis itu bergerak gelisah sementara punggungnya terasa panas mengingat di ruangan Arum ada Ali dan Marko yang mungkin tak akan senang mendengar siapa yang datang.Namun, ia yang tahu siapa dirinya tak mungkin berkata "jangan masuk!" pada lelaki tampan yang masih mengenakan pakaian kerja dengan jas yang melekat begitu pas di badannya.'Gue belum siap liat Ali sama Marko menghajar suami Arum!' seru Lency dalam hati, 'dan di dalam juga ada Arimbi-'Zreeeg!!Tangan Lency bergerak sendiri menutup pintu yang ia buka, begitu cepat sampai ia sendiri merasa kaget dan jadi kikuk saat menatap Bagas.Lency bisa merasakan punggungnya berkeringat sekalipun pendingin ruangan menyala. Mulutnya jadi terasa kelu meski tak ada satu kalimatku yang melintas dalam benak untuk ia sampaik
PING: Saya harap bapak tidak lupa dengan uang yang bapak janjikan untuk informasi ini.Entah apa yang kini sedang berkecamuk dalam benak Bagas saat melihat potret Arimbi, putrinya. Ia tampak tidak perduli dengan baris terahir dari pesan yang masuk bertubi-tubi dipenuhi oleh potret Arimbi.Tapi, ia yang sudah berdiri dan siap melangkah, punggungnya terlihat ragu apalagi saat matanya menatap dua pria yang terlihat bahagia di samping Arimbi yang lebar tersenyumMarko dan Ali. Dua lelaki yang wajah bahagianya pasti akan berubah jika ia datang atau bahkan menunjukkan diri.Sampai Bagas menarik nafasnya dalam, begitu dalam. Sementara matanya tak melepas senyum gadis kecil yang akhirnya masuk ke dalam ruang rawat inap yang pintunya dibuka Ali.PING: ini potret terakhir yang bisa saya kirimkan. Saya harap bapak tidak lagi menghubungi saya atau saya akan mendapat masalah karena sudah melanggar kode etik."Kode etik?" ucap Bagas menarik uj
"Karena lebih baik anak itu tidak kembali jika ingin hidupnya tenang "Sera menggigit bibir bawahnya, lalu menatap ke depan. Zizi seperti orang kesetanan yang bahkan menerobos lampu merah, untung saja motor yang pengemudinya berteriak karena kaget ada mobil sport yang melanggar rambu tidak jatuh dan terlindas mobil di belakangnya.Well, tak lagi bertanya tentang Arimbi pada Zizi 'saat ini' adalah hal yang benar untuk dilakukan, mengingat Sera masih menyayangi nyawanya. Lagipula, apa yang telah dan akan dilakukan Zizi pada Arimbi bukanlah urusannya. Ia hanya ingin lebih dekat dengan Sani. Pria yang begitu tak tergoyahkan bahkan mengabaikan dirinya yang sudah menjual murah harga dirinya di depan Sani.'Kalo gue gak berhasil dapetin Lo, jangan panggil gue Sera!'Hatchi!"Godbless you, Boss," ucap Joyce pada Sany yang bersin lalu menatap sang asisten yang kembali berucap, "palingan ada yang ngomongin Lo, maklum cowok mahal kayak Lo pasti ba
"Apa Ali dan Marko akan membawa Arimbi pulang kerumahnya?"Lency yang berdiri di depan pintu langsung menoleh pada Sani, "apa?" meski sedetik kemudian wajah Lency jadi pucat mengingat rumah Arimbi meski ia belum pernah ke sana."A--Ali sama Marko gak ngomong apa-apa tentang itu," jawab Lency membuat Sani mengangguk. Mengingat hari ini adalah hari sama Ali dan Marko kembali dari Berlin setelah menyelesaikan pekerjaan begitupun Arimbi yang masa perawatannya selesai.Karena sama-sama sibuk, apalagi Ali dan Marko yang jadwalnya dipadatkan sama sekali belum bertukar kata dengannya."Setidaknya Arimbi sudah kembali, bukan?" ucap Sani saat melihat wajah pucat Lency. Ia jadi merasa tak enak hati melihat wanita yang tadi tertawa bersama Mawardi jadi menunjukan wajah bermasalah.Sani tahu, Marko dan Ali pasti sudah memikirkan banyak hal menyangkut masa depan Arimbi meskipun dalam waktu singkat. Tapi, bagaimanapun juga selain mereka berdua y
"Kok tumben udah balik, Sayang," ucap wanita ayu yang meletakan majalah Fashion saat melihat putrinya masuk dengan wajah kesal."Den Joe, sedang pergi bersama kakaknya, Bu," jawab pengasuh yang mendapat tatapan tanya dari Maya yang mengangguk paham kenapa wajah putrinya yang keluar dengan semangat kembali dengan wajah kesal."Gak usah cemberut gitu dong, Sayang. nanti kalo Joe udah pulang bisa main lagi, kan?""Kata Bu Miranda pulangnya malam, Bu. jadi baru besok bisa main lagi.""Oh, jadi karena itu anak mami wajahnya jadi gini?" ucap Maya tersenyum menyentuh kepala Carmen yang masih saja cemberut dengan bibir kecil mengerucut."Aku tuh mau main sama Joe, Mami. tapi malah keduluan sama Seth. Nyebelin banget!" Sungut Carmen tak melihat Maya memberi kode pada pengsuhnya agar membawakan kue stroberi untuk Carmen."Kalau begitu, gimana kalau kamu jalan-jalan sama Mami dan papi, setelah papi pulang nanti?"Carmen menoleh
Small small bad wolf~She life with a pack of a liar~Small small bad wolf~What she will do when she get older~Small small bad wolf~She smile with innocent smiling face~Small small bad wolf~What she gonna do? What she gonna do~Small small bad wolf~Carefull everyone she come to get you~Small small bad wolf~She life with a pack of liar~Small small bad wolf ~She smile to get you~Small small bad wolf~*Gadis kecil yang langkahnya terlihat ringan itu berjalan digandeng Sabrina, matanya membulat melihat dua pria dewasa yang bahkan tak bisa menahan lari mereka lalu memeluk dan mengangkatnya dalam dekapan rindu disertai kecupan di pipi kenyal nan lembut tanpa bekas tamparan yang sudah tak terlihat lagi.satu minggu terasa begitu lama, Namun setelah melihat gadis kecil kesayangan mereka kembali dengan senyum, Marko dan Ali hanya bisa memeluk Arimbi yang tawanya sudah tak mahal lagi. Rasa syu