Semua Bab PRAMESWARI : Bab 61 - Bab 70

93 Bab

Dendam Kesumat

Prameswari memandangi pantulan wajah ayunya di kaca spion, menggambar senyum tipis. Sejenak dia berpikir, apa yang harus dilakukannya jika Giga benar-benar menceraikan Peony? Dia juga berpikir, bagaimana kalau pernyataan itu hanyalah kebohongan belaka? Bagaimana mungkin seorang suami lebih memilih orang lain yang sama sekali belum dikenalnya dari pada isteri sendiri? Bahkan, dia tengah mengandung buah hati mereka. Tidak mungkin, kan?  'Mas Giga pasti bohong!' hati Prameswari menjerit sakit, 'Kalau nggak bohong, dia pasti sudah gila. Mendadak gila.' Sekarang, Prameswari menyisir lembut rambutnya dengan gaya rambut belah dua. Merapikan anak rambut yang mulai panjang mengikal, memperhatikan seluruh kulit wajahnya yang masih tersaput bedak warna natural. Spot terakhir yang menjadi perhatiannya adalah bibir. Lisptiknya sudah mulai me
Baca selengkapnya

Pertemuan Peony dengan Mytha

Tentu saja, Peony tidak bisa menerima kedatangan  Prameswari di rumah mereka, apa pun alasannya. Mau di sakit atau bahkan sekarat sekalipun karena itu bukan  urusannya. Bukan urusan mereka. Memangnya, siapakah Prameswari itu sehingga Giga harus repot-repot merawatnya seperti ini?  "Pokoknya aku nggak mau, Mas!" pungkas Peony dengan ketegasan level tinggi, "Sekarang … Mas bawa dia pergi dari rumah ini atau aku yang pergi, Mas?"  Peony mengusap-usap perutnya yang terlihat kaku, "Pilih mana, Mas?" Giga menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, "Jangan gitu lah, Dek. Aku nggak bisa milih kalau gitu."  Detik berikutnya, dalam linangan air mata yang semakin tak terkendali, Peo
Baca selengkapnya

Berusaha Membalas Budi

Tidak mungkin Peony membiarkan dirinya tergelincir dan terjatuh ke dalam jurang kebodohan untuk yang ke sekian kalinya. Cukup sekali saja, saat terjatuh ke dalam pelukan Giga dan membuat Mbak Honey murka. Dulu, sewaktu mereka sama-sama bekerja di Honey Karaoke and Cafe. Sungguh, itu adalah hal terbodoh yang pernah dia lakukan. Siapa sangka kalau tadi malam, dia kembali di hadapkan pada jurang kebodohan yang begitu curah? Sedikit saja melakukan  kesalahan dalam bersikap apa tidak berarti bodoh secara hakiki? Langsung menyerang Prameswari, misalnya.  Wah, selain sangat menyesal, bisa-bisa Peony juga menangis darah kelak,  begitu tahu kalau ternyata Prameswari itu Njng Wari. Bagaimana tidak? Dulu, keluarganya susah menyelamatkan Peony dari belenggu kejahatan  dunia dan sekarang malah membiarkan Prameswari dalam keterpurukan. Apa tidak terpuruk namanya, kalau seperti itu keada
Baca selengkapnya

Perjuangan Seorang Abang

Gegas, dengan perasaan tak menentu, Abah menekan tombol ANSWER di layar ponselnya. Entah mengapa tiba-tiba seluruh benaknya terisi penuh oleh bayang-bayang Prameswari.  Mulai dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Caranya tersenyum, tertawa, merujuk manja sampai saat dia tertidur pulas. Tak terasa air mata Abah merembes hangat di sudut-sudut matanya.  "Maaf … Ini dengan siapa?" gemetar, Abah bertanya pada Peony yang hampir melesat ke angkasa karena bahagia. Akhirnya setelah sekian tahun lamanya, bisa bertemu dengan Abah lagi walaupun melalui gelombang udara.  "Ini saya, Abah … Kharisma Peony. Santriwati Abah yang paling bandel, dulu. Peony yang dari Jogja, Abah." terang Peony yang yang semakin tak kuasa menahan haru, "Peony yang Abah suka panggil dengan sebutan Pipi."  
Baca selengkapnya

Segitiga Perasaan

Peony masih berlinang air mata usai menghubungi Abah, terlebih saat menghapus satu per satu foto dan video Prameswari dari memori ponselnya. Rasanya seperti ada sebelah belati tertancap dalam-dalam di dadanya. Pedih. Sakit. Sesak.  "Semua ini demi Abah dan Ummi," gumam Peony setelah menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, "Nggak tahu gimana kejadiannya waktu itu kalau nggak ada mereka. Mungkin, aku sudah bunuh diri karena nggak kuat menahan malu. Lebih tepatnya malu, kecewa, marah, sakit dan remuk hati. Ugh, jahat! Om Fandy jahat …!" Kini air mata Peony menetes lagi setelah sekian detik lamanya terhenti. Menggerimis tipis dalam kelam dan pilunya masa lalu. Bayang-bayang Om Fandy yang nyaris merenggut kesuciannya berkelebat-kelebat jahat di dalam ingatan. Tak habis pikir, jauh-jauh Om Fandy menyusulnya ke Tangerang dari Kalima
Baca selengkapnya

Selamat Tinggal, Mytha!

Perlahan-lahan namun pasti, Peony mengajak Abang masuk ke dalam rumah melalui pintu samping. Memintanya untuk tetap di dapur bersih sampai dia kembali dan memberikan kabar kepastian. Maksudnya, kepastian kalau Prameswari  dan Giga masih di kamar dan bisa segera diangkut. Menurutnya itu posisi yang paling bagus.  "Mas Giga?" panggil Peony sambil mengetuk pintu kamar tamu, "Mas, Mytha … Kalian nggak makan malam? Aku sudah pesankan stik daging sapi sama ikan tuna untuk kalian. Sebenarnya aku juga sudah masak, sih. Sop ayam sama tempe krispi. Yuk, makan …?" Prameswari yang membukakan pintu, dengan senyum seindah mawar mekar, "Mbak Peony makan dulu aja ya, Mbak? Mytha sama Mas Giga masih main game ini, Mbak. Sebentar juga selesai, kok."  "Oh, gitu ya
Baca selengkapnya

Kembalinya Sang Bidadari

Prameswari masih membisu ketika mereka sampai di pondok pesantren. Tak seserpih kata pun tergetar dari bibirnya. Pandagan lurus ke depan, mendekap bantal kotak bermotif polkadot, bibir terlihat seperti sesuatu yang terekat kuat-kuat. Seperti itu keadaannya semenjak berangkat dari Yogyakarta, membuat Abang dan Teh Hasna semakin yakin kalau selama Prameswari mengalami gangguan. Jadi, mereka sudah sepakat untuk berbagi tugas sekarang. Teh Hasna akan turun terlebih dahulu, memanggil Abah dan Ummi. Sementara Abang  akan tetap tinggal di mobil, menjaga Prameswari. Abang juga sudah berpesan pada Teh Hasna, supaya menyampaikan kabar kepulangan Prameswari pada bagian keamanan pesantren. Mencegah lebih baik dari pada mengobati, bukan?  "Neng, Teh Hasna turun dulu ya?" ujarnya pada Prameswari dengan nada tenang sekaligus gembira, "Kasihan Dedek kalau kelamaan di sini, nanti masuk angin. Udaran
Baca selengkapnya

Penantian dan Perjuangan

Giga sakit, demam tinggi sejak semalam. Syukurnya Mama sudah datang sesuai dengan yang direncanakan bersama dulu. Sekitar tiga hari sebelum HPL harus sudah sampai di Yogyakarta. Kalau tidak, pasti Peony kuwalahan. Masalahnya, kontraksi palsu sudah sering melanda. Datang dan pergi sesuka hati. Membuat Peony kadang-kadang meringis menahan sakit, merintih atau malah menangis karena kesakitan. Hehe. Walaupun mahir, tidak mungkin kan menyetir mobil untuk membawa Giga periksa ke dokter? Oke, kalau bersama Mama harus menyewa taxi tapi kan, jadi lebih tenang semuanya? Peony pun bisa ikut, sekalian periksa ke dokter kandungan.  "Gimana Ma, kata dokter Mas Giga sakit apa?" tanya Peony penuh kekhawatiran, "Duh, harus opname atau rawat jalan saja, Mama?" Tentu saja Mama bisa mengerti kekhawatiran Peony. Jadi, inilah yang diterangkan padanya
Baca selengkapnya

Permintaan Terakhir Prameswari

Pertanyaan Abah secara spontan merasuki benak Prameswari yang semakin berkabut tebal. Siapakah yang telah menemukan, menjaga dan melindunginya selama di Yogyakarta? Untuk beberapa saat lamanya, gadis ayu alami itu terlilit konflik besar. Haruskah dia menjawab dengan jujur? Bukan, bukan berarti Prameswari ingin berbohong lagi pada Abah, Ummi ataupun Abang dan Teh Hasna. Tapi tentu saja tak menginginkan rahasianya tentang Giga terungkap begitu saja.  Baginya, lebih baik ikatan cintanya bersama Giga terberai begitu saja dari pada keluarganya tahu yang sebenarnya. Tidak, tidak. Prameswari tak mau semua orang jadi salah paham. Terlebih pada kenyataannya Giga tak lagi sendiri, sudah berkeluarga dan mungkin sekarang bayi kembar mereka sudah terlahir ke dunia. Mustahil, dia mengambil posisi di antara Giga dan Peony lagi. Kecuali dia tak pernah pergi meninggalkan Giga seperti ini.&
Baca selengkapnya

Konflik Melanda Giga

Konflik yang melanda Giga jauh lebih besar dari pada yang dialami Prameswari. Meskipun sudah berjuang setengah mati untuk melupakan dan menghapus jejak Prameswari dari hatinya tapi hasilnya nol besar. Nihil. Semakin hari semakin bertumbuh subur lah perasaan cinta padanya. Semakin jelas dan tegas bayang-bayang gadis ayu alami itu menggelayuti benak. Seolah nyata adanya di sisi, tak pernah lekang meskipun oleh kantuk berat yang menyergap atau mimpi-mimpi yang mewarnai tidurnya. Prameswari Shalihatun Nisa, justeru semakin kental mengaliri darah dalam tubuhnya.  "Dek Mytha!" gumamnya lirih memanggil, "Kamu lagi apa, Dek?"  Giga terus memandangi sebingkai foto Prameswari yang tersimpan rapi di MY LOVE, folder tersembunyi dalam galeri ponselnya, "Mas rindu sama kamu, Dek. Kapan kamu kembali ke Jogja? Maafkan Mas ya, Dek? Nggak bi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status