Home / Romansa / Terjebak Cinta Segitiga / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Terjebak Cinta Segitiga: Chapter 41 - Chapter 50

81 Chapters

Gara-Gara Toge

Paginya, tentu saja jadi pagi yang ribet buat Venca dan Tara. Buat Venca saja sepertinya, Ibu mengetuk pintu pas adzan Subuh menggema."Nduk, jangan lupa bangunkan suamimu," pekik Ibu dari balik pintu. Dia berpikir, pelatihan jadi istri yabg baik dimulai hari ini. Jangan sampai rumah tangga anaknya ini tak karu-karuan. Venca sejak tadi sudah bangun. Dia melirik Tara yang masih lelap, sambil mendengkus. Bagaimana bisa dia mendapat musibah macam ini? Suami yang malas ibadah, dan jiga resek setengah mati. "Iya, Bu," jawabnya. "Nanti langsung ketemu Ibu di dapur, ya, Nduk. Kalau sudah selesai," ujar Ibu lagi. Mata Venca menerawang, sambil menelisik pikiran. Mau apa Ibu?"Iya!" Tara mendengkus, dia melirik Caca yang ada di kaki ranjang, memakai mukena lengkap. "Lo ngapain, si? Teriak-teriak enggak karuan.""Bangun, lo, disuruh sama Ibu. Senin ni, sekarang!" tukas Caca lagi, sambil melepas mukenanya. "B
Read more

Hate Monday!

"Kayaknya, Venca kemarin masih menstruasi, Bu," sanggah Tara cepat-cepat, dia tidak ingin, Ibu dan Bapak berpikiran jauh soal mualnya pagi ini. Hingga Venca muncul dengan santai mengambil sarapannya dan membuat segelas teh manis. Ibu, Bapak dan juga Tara menatap Venca."Ada apa, si?""Lho, kamu enggak tahu, Ca? Tara tadi mual, muntah-muntah di kamar mandi."Mata Venca membesar. "Enggak apa-apa 'kan?" tanya Venca dengan santainya. "Paling masuk angin aja," jawabnya lagi. Dia mulai menyuap lontong sayurnya yang terasa hambar, hanya pedas saja."Ca, Nduk," Bapak merayunya, mana tahunanaknya ini masih malu mengakui kehamilannya kepada Bapak dan Ibunya. "Mungkin ada baiknya, hari ini kalian pergi ke dokter." "Buat apa, Bu?" tanya Venca acuh tak acuh, sementara Tara, menelototi Venca. "Periksa kamu, mana tahu kamu 'isi', Ca," timpal Ibu dengan luwesnya. Dalam hati Venca mendecak. "Enggak mungkin, lagi pula, h
Read more

Ancaman Orang Tua

Rani mengerucutkan bibir ketika Tara mengeluarkan kotak bekal dan bilang, itu bekal dari Ibu mertuanya. Matanya mendelik, membuang pandangan lantas mendengkus. Ingat kemarin Tara akan bersama Venca saja, membuat dia enggak bisa tidur. Sekarang, Tara memberikan makanan yang katanya buatan Venca, rasanya jantung Rani mau meledak. Tetapi dalam hati penasaran juga. "Dibawain bekal apa?" tanyanya ketus. Sambil menyilangkan tangan di dada. "Ini cuma tumis sayur toge, kata Venca begitu, tapi enggak tahu juga apa isinya," tutur Tara, dia menyodorkan kotaknya ke Rani.Dalam hati Rani menggerutu, kalau sekadar tumis, Rani juga bisa. Dahulu, Ibu kan mengajarinya masak juga, walau perempuan itu kadang malas membantu di dapur. Tara seperti mengerti kelakuan istrinya ini. Tetapi dia masih menebak, apakah Rani cemburu. "Kamu—enggak apa-apa 'kan?" tanyanya hati-hati. Wajahnya berubah, dia sangat menjaga perasaan istrinya satu ini, di samping harus m
Read more

Ancaman Orang Tua II

Tara akhirnya sampai di tempat janjian dengan Papa Venca. Di melihat lelaki itu memilih tempat di tengah-tengah restoran yang padat akan pengunjung. Tara tersenyum ketika dia duduk di depan bapak Venca. "Kamu udah makan, Tar?" tanya bapak Venca dengan lembut tetapi berwibawa.Tara bingung jawab apa. "Um, udah, Pa," jawabnya terbata "Ck, jangan malu-malu, saya kan bapak kamu juga. Silakan, pesan saja, mau makan apa?" Wajah Bapak terlihat ramah, membuat Tara nyaman, tentu saja. Tara melihat daftar menu yang tertulis di buku menu. "Chicken masala dan air mineral," katanya sambil mengembalikan buku menu ke pelayan yang berdiri di sampingnya. Bapak tersenyum penuh arti. "Ada apa, Pak? Apa ada hal yang penting?" tanya Tara. Lelaki tegap itu tahu begitu Bapak menanyakan hal ini, dalam hati dia menyusun sebuah rencana dadakan lagi, kalau-kalau Bapak menanyakan hal lain—yang lebih berat lagi. "Enggak ada," jawab Bapak sebe
Read more

Bimbang Caca

"Bapak tidak melihat kalau kamu menyayangi Venca, Tar."Bagai bom yang dijatuhkan, Tara menegakkan badan, hampir saja tersedak."Saya—saya bilang akan belajar menyayangi Venca dengan tulus," jawabnya terbata, dia menunduk, entah memandangi apa."Sebaiknya kamu coba sebaik mungkin. Ingat, perusahaan papa kamu bisa saya jungkir balikkan, menjadi bangkrut." Jantung Tara berhenti sepersekian detik. Membeku, menatap mertuanya dengan kosong. Tidak tahu mau apa, pasrah, mungkin? Entahlah. Lebih baik dalam situasi seperti ini lelaki itu memilih diam. Bapak bangkit dari kursinya, mendengkus, terlihat di wajahnya. Gumpalan amarah di dadanya siap meledak. Memang Venca dan Tara dinilahkan demi keutuhan perusahaan papa Tara, tetapi bukan berarti, Tara bisa seenaknya dengan Venca. Apalagi, kalau lelaki itu tidak mencintai Venca sama sekali.Bapak menatap Tara yang terlihat ketakutan. "Bilang saja, Tara, kalau kamu tidak mencintai Venca. Biar B
Read more

Kebimbangan Caca II

Tara kalut dan juga marah masih membara di dada."Bokap lo ngancem, supaya gue sayang sama lo." Venca tersenyum miris. Rasanya dia baru tahu sosok Bapaknya selama ini. "Bisanya ngancem doang," cibir Venca."Halah, kayak berani aja," ledek Tara balik."Berani. Gue akan bilang sekarang juga, status kita. Sekarang, beneran, gue tunggu bokap di rumah." Tara mendengkus, melempar pandangan ke luar. Mana mungkin dia biarkan Venca mengatakan yang sebenarnya? Bisa-bisa uang bulanan kurang. "Paling enggak tunggu Rani lahiran, kita pisah. Gue janji!"Venca menengok Tara sekilas. Dia menengadah. "Uang belanja jangan lupa!" peringatnya.Tara menghela napas, enggak ada salahnya. Venca biar bagaimana pun, istrinya juga. "Gue transfer aja, bulan depan juga transfer aja." "Boleh. Jangan lupa uang listrik, kemaren gue yang terpaksa bayar, supaya enggak diputus." Venca membuka ponselnya, mencari nomor rekeningnya lan
Read more

Dukungan untuk Tara

Mama Tara terlihat kecewa, dia menunduk sambil mengaduk makanannya. Venca tidak ingin berbaik hati kepada mertuanya ini. Dia tahu, sekali memberinya angin, pasti akan membumbung tinggi prasangkanya. Mungkin Papa yang mengambil insiatif. "Apa kalian sengaja menundanya?" suara berat itu memecah keheningan yang beberapa detik tadi. Tara bingung harus jawab apa, dia menggeleng pada akhirnya. Venca juga serba salah, dalam hal ini, dia berpikir, Tara yang lebih mengenal Papa dan Mamanya, jadk, dia menutup mulut rapat."Venca, apa kamu ada masalah?" tanya Mama lagi.Mata bulat Caca menatap Mama. "Masalah apa, Ma?"Tara spontan menendang kaki Venca. Gadis itu aneh sendiri, meringis sendiri, Tara menendang kencang juga. "Apa kamu sedang sakit? Atau baru-baru ini sakit parah? Apa kabar bulan madu kalian?"Tara tersedak. Venca serba salah, meminta pertolongan kepada Tara yang sedang menenggak air. Papa juga sepert
Read more

Debat yang Tak Kunjung Usai

"Ca, masih di situ 'kan?" tanya Revan, di seberang telepon.Venca melihat Tara melangkah, dari dalam rumah. Wajah lelaki itu makin kencang. Entah ada apa lagi yang terjadi."Ya, ya, bisa, Pak," jawabnya, dia tidak mau pembicaraan ini jadi panjang."Oke, besok jam tujuh pagi." "Oke, Pak, saya datang." Venca buru-buru memutus sambungan telepon."Tar?" Lelaki itu berjalan melewati Venca. Gadis itu hanya bengong, tak mengerti apa yang terjadi dengan suami—sahnya itu.Hingga Tara masuk ke mobil. Venca mengikuti saja, duduk di jok penumpang. "Kita mau pulang, Tar?" tanya Venca pelan.Tara membisu, entah apa yang terjadi dengannya. Venca ikut membisu, dia tidak ingin merusak suasana hati Tara.Mobil yang dikendarai suaminya itu memasuki kawasan indekos Venca.  Hingga berhenti di depan gerbang."Turun!" titah Tara, suaranya datar dan tidak menatap Venca.Sekilas, gadis itu membuka kenop pintu. Namun sebelum
Read more

Pengakuan Venca

Revan pagi ini cukup gelisah, kedatangan Caca tentu saja yang dia tunggu.Saking gelisah, dia menyiapkan sarapan dua macam, bubur ayam dan pancake. Ada kopi, teh dan juga jus dalam kemasan.Pria itu menarik napas, laptopnya sudah siap untuk sambungan internasional.Tidak lama, bel apartemennya berdentang. Pria itu membeku, bukannya bahagian menyambut pujaan hati.Bel berdentang dua kali. Revan cepat-cepat ke depan pintu. Dia menarik napas, memasang senyum terbaik.Gadis cantik itu ada di ambang pintu. "Hai!" sapa pria itu.Tentu saja, membuat kesan yang baik, Caca menjawab dengan senyuman. Hari ini dia begitu bersinar dipandangan Revan. Lebih cantik. "Assalamualaikum!" salam Caca, tentu saja.Revan sambil menggeser badan, agar gadis itu bisa masuk. "Silakan, masuk dulu. Jangan takut, ada penjaga, jadi enggak mungkin aku berbuat macam-macam," ujar Revan lagi.Tanpa ragu gadis itu masuk ke apartemen Revan y
Read more

Penolakan Ambu Revan

"Aku terima telepon ini dulu. Dari Ambu."Venca mengangguk, dengan senyuman. Dia melanjutkan membereskan laptop dan juga dokumen yang lain. Serta mencatat apa saja poin penting yang tadi dalam rapat.Revan melirik ke Venca yang sedikit sibuk membereskan aneka barang. Pria itu menutup pintu kamar."Hallo?""Assalamualaikum, Repan ..." Peringat Ambu di seberang sana. "Iya, Ambu, maaf, assalamualaikum ...""Waalaikumsalam," jawab Ambu pada akhirnya. "Ada apa, Bu?""Emang Ambu enggak boleh telepon anak sendiri?" canda Ambu terdengar segar pagi ini. "Ya, boleh, Bu. Biasanya, Ambu telepon pas malem, atau enggak abis Re pulang kerja." "Iya, Ambu teh enggak sabar, kamu sebulan enggak pulang, Ambu kangen ..." rajuk wanita lanjut usia itu. Suaranya terdengar lirih."Iya, Re pulang, Mbu, Sabtu Minggu khusus waktu buat Ambu. Sekalian tengokin perusahaan di sana.""Eta perusahaan teh, lancar apa naon, Re? A
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status