Venca keluar dari pagar tinggi itu. Tara, tercengang melihat wajahnya kuyu, seperti kurang tidur. Dia melirik jemari yang tersemat cincin kawin, semakin kurus. Lelaki itu hanya tersenyum ramagh sebagai sapanya pagi ini. Dan istrinya itu? Masih berwajah datar.Tidak salah Rani menyuruhnya melihat keadaan Venca.Sebisa mungkin, Tara beramah tamah kepada istri—sahnya ini, yang sudah rapi, dengan hijab cerah yang menutupi kepala. Lalu kemeja tampak kebesaran dan juga celana panjang bahan, krem."Hallo, Ca," sapa Tara.Gadis itu sekilas melirik, lalu menunduk. "Hai," balasnya. Suaranya hampir tidak terdengar, tetapi, Tara cukup lega, paling tidak gadis itu menanggapi kedatangannya, mulai dari menjawab telepon tadi."Oh, iya, aku bawain sarapan, tunggu." Tara seperti melesat mengambil kantong kresek yang berisi nasi uduk spesial dua bungkus. Tara tersenyum menyodorkan plastik transparan itu.Dari harum nasi uduk, Venca tergoda juga.
Baca selengkapnya