Beranda / Urban / Tentang Harga Diri / Bab 781 - Bab 790

Semua Bab Tentang Harga Diri: Bab 781 - Bab 790

1073 Bab

S2. 172 Kau Kira Dia Peduli

“Kau menangis? Huh menjijikkan sekali, anak seorang pembunuh sepertimu menunduk dan menangis,” ledek Denise.Ian masih saja diam dan tetap menangis. Sesekali ia menyeka matanya dengan punggung tangan. Dalam hati Ian mengungkapkan kesedihannya.“Apa salahku hingga teman sekamarku selalu menggangguku? Apa karena kejadian saat aku membantu mereka memotong rumput,” pikir Ian.Kini Ronald justru mendorong tubuh Ian yang ukurannya jauh lebih kecil dibanding mereka. Tubuh anak kecil itu sampai terhuyung nyaris terjatuh ke arah belakang. Untung saja saat itu posisi Ian duduk di tempat tidurnya.“Hei anak penjahat, kau lebih baik pulang saja. Tempatmu bukan di sini!” seru Ronald.“Kau akan mengotori tempat kami,” tambah Jerry.Ketiga anak itu terus saja merundung Ian. Membuat anak angkat Nicko itu semakin banyak mengeluarkan air mata.Sempat Ian berpikir untuk pergi saja dari tempat ini dan melupakan kegembiraan yang mungkin ia dapat selama mengikuti program perkemahan musim panas. Perkemahan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-12
Baca selengkapnya

S2. 173 Kapan Giliranku

Pagi ini sama seperti kemarin, saat Ian bangun, ia tak mendapati teman sekamarnya berada di sana.“Aku kesiangan lagi, sepertinya karena aku terlalu lama mengadu pada ayah,” pikirnya.Anak kecil ini pun bergegas ke kamar mandi, sayangnya ia diberi kejutan oleh teman sekamarnya. Sabun yang seharusnya digunakan bersama tidak ditemukan olehnya.“Kenapa tidak ada sabunnya ya? Apa mungkin sudah habis?” pikir Ian.Tak perlu menunggu lama, Ian pun mengambil sabun miliknya sendiri dan mulai mandi dengan cepat.“Aku tidak boleh terlambat, hari ini adalah hari pertama Enrique melatih,” gumam Ian sambil berpakaian dan bergegas ke ruang makan untuk menikmati sarapan pagi.Walaupun semalam ia sempat mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari Enrique Ramos, Ian masih tetap bersemangat dalam bermain bola. Sampai saat ini Ian masih menganggap kalau Enrique adalah sosok yang istimewa dan pantas untuk dikagumi. ***Ian mengikuti kawan-kawan peserta perkemahan musim panas m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-12
Baca selengkapnya

S2.175 Ide Bagus

Ian masih saja tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh idolanya Enrique Ramos. Sosok itu benar-benar sudah berubah banyak.“Kenapa dia bersikap seperti ini? Bukankah selama ini Enrique Ramos dikenal ramah di kalangan anak-anak?” tanya Ian dalam hati.Anak kecil ini pun menunduk dan masih dalam posisi duduk setelah terjatuh. Ia sepertinya tak kuasa untuk menahan air matanya.Beberapa meter dari tempatnya terjatuh, peserta lain tampat tertawa memperhatikannya. Yang paling membuat Ian bersedih adalah ketiga teman sekamarnya berdiri bersama dengan Enrique menunjuk ke arahnya. Lagi-lagi mereka membicarakan Rodgie ayahnya.“Ha ha ha dasar bibit kriminal. Mati saja kau!” seru mereka bertiga.Kini Enrique merangkul Denise, dan ia seolah memberikan ketenangan bagi Denise dan kedua temannya.“Kalian semua tenang saja, tak perlu berkecil hati, karena Paman akan pastikan kalau dia akan keluar dari tempat ini. Ini adalah tempat untuk kalian berlibur sekaligus berlatih, kalian tidak boleh terken
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-13
Baca selengkapnya

S2. 176 Ini Rencananya

Peserta perkemahan musim panas yang saat itu menemani Enrique pun berkumpul dan mendengarkan ide brilian dari salah satu peserta. Dia adalah Edgar, peserta yang usianya dua belas tahun.“Sekarang kita dekati dia!” ajak Edgar memberi kode pada kawan-kawannya untuk mendatangi Ian yang masih saja duduk dan menangis.Satu per satu anak-anak itu berdiri melingkari Ian, sementara Enrique sendiri masih berdiri di belakang mereka sembari mengawasi keadaan sekitar. Sesekali peserta mengacungkan jempol ke arah pelatih sepak bola mereka, sang pelatih pun tersenyum.“Hei bangun! Dasar cengeng!” seru Denise dengan kasar.Bocah sok jagoan itu tampak berdiri sambil berkacak pinggang. Beberapa teman-temannya pun ikut-ikutan membentaknya.“Heh dasar kau anak manja, disuruh berdiri saja tidak bisa. Apa kau ini masih bayi?” ledek salah satu peserta.Sambil menahan tangis, Ian pun perlahan berdiri dan menghadapi teman-temannya. Dalam hati ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh teman-temannya saat
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-14
Baca selengkapnya

S2.177 Akhir si Pria Kuat

“Kau? Ada apa Ian?” tanya Tuan Jims yang membuka pintu ruangannya.Anak kecil itu memang sengaja mengetuk pintu ruang kerja Tuan Jims dan masih menunjukkan air matanya.Pria berambut kelabu itu pun berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan Ian, lalu mengusap rambut anak kecil itu.“Kau kenapa, apa kau baru saja menangis?’ tanya pria itu.Ian masih menangis dan memeluk kepala pengasuh perkemahan dan merangkulnya. Ian kembali terisak dan tak bisa menyembunyikan kesedihannya kembali.“Kau kenapa?” Tuan Jims mengulang pertanyaannya kembali.“Aku … aku … mmmm bolehkah aku menelepon ayahku?” tanya Ian dengan suara yang masih terisak.Tuan Jims pun tersenyum sambil melihat Ian kemudian mengangguk. Ia mengerti kalau anak kecil di hadapannya mungkin sedang merindukan kehidupan di rumah. Sangat wajar bagi anak usia delapan tahun tidak bisa bertahan lama untuk hidup jauh dari orang tuanya.“Terima kasih,” jawab Ian kemuian masuk ke dalam dan menuju meja yang ditunjuk oleh Tuan Jims.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-16
Baca selengkapnya

S2.178 Tak Pandai Menyembunyikan

Setelah menutup jenazah Rodgie dengan kain putih, dokter Morgan pun menuliskan surat pengantar untuk rumah sakit agar bisa disemayamkan di sana.“Ini untuk ke Rumah Sakit agar keluarganya bisa memberikan keputusan akan diapakan jenazah pria ini,” kata dokter Morgan.Petugas lapas yang bertugas hanya melirik ke arah dokter Morgan dengan malas, kemudian mengambil amplop itu dan meninggalkan klinik. Sementara beberapa petugas tampak mendorong brankar jenazah dan membawanya dengan ambulance.Dokter di klinik rumah sakit memang tidak bisa memberikan vonis meninggal dunia bagi para tahanan yang mengalami nasib seperti Rodgie. Jika hal itu terjadi di klinik tentu saja harus diteruskan pada pihak Rumah Sakit untuk memberikan putusan.“Huh, memangnya siapa yang akan mengambil mayatnya,” bisik salah seorang petugas sambil mendorong brankar.Rekan lainnya yang ikut membawa tubuh Rodgie dengan brankar pun memiliki pikiran yang sama. Semuanya tidak ada yang peduli akan tahanan. Sudah sering terjad
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-17
Baca selengkapnya

S2.179 Bagiamana Mengatakannnya

Jo masih saja memandang suaminya yang duduk yang duduk bersandar dengan lemas. Wajah sang suami kini berkeringat dan tampak lesu, sangat berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya. Tentu saja hal ini membuat Jo khawatir akan keadaan suaminya.“Nick, apa itu telepon dari lapas?” tanya Josephine yang tadi tak sengaja mendengar pembicaraan suaminya.Nicko mengangguk lemas, “Ya, lebih tepatnya ini telepon dari dokter Morgan, kau tahu kan apa yang terjadi pada Rodgie.”Josephine mengangguk, sebelum mereka datang ke pulau zambrud, mereka berdua memang sempat mendatangi lapas untuk bertemu Rodgie. Nicko sempar merasakan hal yang aneh saat bersalaman dengan ayah kandung Ian itu.Saat itu seakan ada aliran listrik yang masuk ke dalam tubuhnya. Saat itu juga Nicko bisa melihat gambaran yang akan diterima oleh Rodgie. Saat itu tenaga Nicko seakan terkuras karena telah melakukan sesuatu untuk menolong Rodgie tapi ternyata tidak bisa.Saat itu pula Nicko menyadari kalau kekuatannya tak akan bisa dig
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-18
Baca selengkapnya

S2. 180 Aduan Ian

Ian yang sudah dipersilakan masuk pun langsung menekan nomor telepon Josephine. Nomor ibu angkatnya itu sudah dihapal oleh Ian, karena selama ini Jo yang paling sering ia hubungi jika ada sesuatu.“Ibu,” sapa Ian begitu panggilan telepon diangkat.Josephine masih diam dan memastikan kalau yang meneleponnya benar-benar Ian.“Eh, Ian, kata Josephine dengan sedikit tergagap, lantaran beberapa waktu lalu ia dan suaminya kebingungan untuk membahas soal Ian.“Ibu,” kata Ian sekali lagi.“Ya, sayang, kau ada apa menelepon,” jawab Josephine sambil mencoba menstabilkan suaranya.Mendengar suara ibunya di seberang sana, air mata Ian pun tumpah. Anak kecil itu tak lagi bisa lagi menahan diri untuk tidak menangis.“Ibu …,” panggil Ian lagi dengan suara terisak.“Ian, kau menangis? Ada apa?” kali ini Josephine terdengar khawatir pada keadaan putranya.“Ibu aku ingin pulang, aku tidak ingin ikut perkemahan musim panas lagi.”“Kau tidak ingin mengikuti perkemahan musim panas?”“Iya Ibu aku ingin pul
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-19
Baca selengkapnya

S2.181 Bagaimana Kau Mengatasinya

Nicko yang sudah tak bisa menahan emosi pun langsung menghubungi Tuan Woody.“Selamat siang Tuan Muda, ada yang bisa kami bantu?” tanya Tuan Woody dengan ramah.“Hmm, aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada Ian putraku. Kudengar putraku mendapatkan perundungan semasa di sini. Bagaimana kau mengatasinya?” tanya Nicko tanpa basa-basi.“Perundungan? Apakah Anda tidak sedang bercanda?”“Bedebah kau! Kau kira aku bercanda dengan keadaan anakku? Asal kau tahu kalau orang yang paling sering melakukan perundungan di sini adalah Enrique Ramos!” seru Nicko.Mendengar amukan Tuan Muda, Tuan Woody pun langsung meralat ucapannya. Ia tak ingin membuat kecewa Tuan Muda. Bagaimana pun juga kegiatan ini bisa terlaksana karena kemurahan hati Nicko.Hampir saja kegiatan ini tak ada peminat, karena kebanyakan anak sekarang lebih suka menghabiskan waktu untuk bermain game. Namun berkat pendanaan dari Nicko dan juga mendatangankan bintang profesional, acara ini jadi banyak peminatnya.“Maafkan saya Tuan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-20
Baca selengkapnya

S2. 182 Rumah Sakit Distrik C

Sementara itu di Rumah Sakit distrik C ….Russell datang bersama dengan beberapa anak buahnya. Lelaki berambut merah itu berjalan dengan gagahnya dan terlihat begitu menyeramkan. Beberapa orang yang berada di rumah sakit terlihat ketakutan saat melihat dirinya dan anak buahnya datang.Di satu sisi seorang perempuan muda tampak menggendong bayi dengan begitu panik. Di depannya tampak seorang lelaki yang usianya juga masih muda tengah berlutut di hadapan seorang pria berpakaian serba putih.“Huh, selalu saja ada potret seperti ini di rumah kebanyakan rumah sakit,” gumam Russell.Lelaki itu seperti memohon sesuatu pada petugas berpakaian serba putis sementara perempuan di belakangnya tampak memandang penuh harap sambil bersusah payah untuk menenangkan bayinya.“Tidak bisa! Kalau kau tidak punya asuransi atau tak punya deposit lebih baik pulang saja. Berikan anakmu obat penurun panas, kalau mati ya itu sudah takdirnya. Salah sendiri kalian miskin!” seru pria berpakaian serba putih itu sam
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7778798081
...
108
DMCA.com Protection Status