“Kau? Ada apa Ian?” tanya Tuan Jims yang membuka pintu ruangannya.Anak kecil itu memang sengaja mengetuk pintu ruang kerja Tuan Jims dan masih menunjukkan air matanya.Pria berambut kelabu itu pun berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan Ian, lalu mengusap rambut anak kecil itu.“Kau kenapa, apa kau baru saja menangis?’ tanya pria itu.Ian masih menangis dan memeluk kepala pengasuh perkemahan dan merangkulnya. Ian kembali terisak dan tak bisa menyembunyikan kesedihannya kembali.“Kau kenapa?” Tuan Jims mengulang pertanyaannya kembali.“Aku … aku … mmmm bolehkah aku menelepon ayahku?” tanya Ian dengan suara yang masih terisak.Tuan Jims pun tersenyum sambil melihat Ian kemudian mengangguk. Ia mengerti kalau anak kecil di hadapannya mungkin sedang merindukan kehidupan di rumah. Sangat wajar bagi anak usia delapan tahun tidak bisa bertahan lama untuk hidup jauh dari orang tuanya.“Terima kasih,” jawab Ian kemuian masuk ke dalam dan menuju meja yang ditunjuk oleh Tuan Jims.
Setelah menutup jenazah Rodgie dengan kain putih, dokter Morgan pun menuliskan surat pengantar untuk rumah sakit agar bisa disemayamkan di sana.“Ini untuk ke Rumah Sakit agar keluarganya bisa memberikan keputusan akan diapakan jenazah pria ini,” kata dokter Morgan.Petugas lapas yang bertugas hanya melirik ke arah dokter Morgan dengan malas, kemudian mengambil amplop itu dan meninggalkan klinik. Sementara beberapa petugas tampak mendorong brankar jenazah dan membawanya dengan ambulance.Dokter di klinik rumah sakit memang tidak bisa memberikan vonis meninggal dunia bagi para tahanan yang mengalami nasib seperti Rodgie. Jika hal itu terjadi di klinik tentu saja harus diteruskan pada pihak Rumah Sakit untuk memberikan putusan.“Huh, memangnya siapa yang akan mengambil mayatnya,” bisik salah seorang petugas sambil mendorong brankar.Rekan lainnya yang ikut membawa tubuh Rodgie dengan brankar pun memiliki pikiran yang sama. Semuanya tidak ada yang peduli akan tahanan. Sudah sering terjad
Jo masih saja memandang suaminya yang duduk yang duduk bersandar dengan lemas. Wajah sang suami kini berkeringat dan tampak lesu, sangat berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya. Tentu saja hal ini membuat Jo khawatir akan keadaan suaminya.“Nick, apa itu telepon dari lapas?” tanya Josephine yang tadi tak sengaja mendengar pembicaraan suaminya.Nicko mengangguk lemas, “Ya, lebih tepatnya ini telepon dari dokter Morgan, kau tahu kan apa yang terjadi pada Rodgie.”Josephine mengangguk, sebelum mereka datang ke pulau zambrud, mereka berdua memang sempat mendatangi lapas untuk bertemu Rodgie. Nicko sempar merasakan hal yang aneh saat bersalaman dengan ayah kandung Ian itu.Saat itu seakan ada aliran listrik yang masuk ke dalam tubuhnya. Saat itu juga Nicko bisa melihat gambaran yang akan diterima oleh Rodgie. Saat itu tenaga Nicko seakan terkuras karena telah melakukan sesuatu untuk menolong Rodgie tapi ternyata tidak bisa.Saat itu pula Nicko menyadari kalau kekuatannya tak akan bisa dig
Ian yang sudah dipersilakan masuk pun langsung menekan nomor telepon Josephine. Nomor ibu angkatnya itu sudah dihapal oleh Ian, karena selama ini Jo yang paling sering ia hubungi jika ada sesuatu.“Ibu,” sapa Ian begitu panggilan telepon diangkat.Josephine masih diam dan memastikan kalau yang meneleponnya benar-benar Ian.“Eh, Ian, kata Josephine dengan sedikit tergagap, lantaran beberapa waktu lalu ia dan suaminya kebingungan untuk membahas soal Ian.“Ibu,” kata Ian sekali lagi.“Ya, sayang, kau ada apa menelepon,” jawab Josephine sambil mencoba menstabilkan suaranya.Mendengar suara ibunya di seberang sana, air mata Ian pun tumpah. Anak kecil itu tak lagi bisa lagi menahan diri untuk tidak menangis.“Ibu …,” panggil Ian lagi dengan suara terisak.“Ian, kau menangis? Ada apa?” kali ini Josephine terdengar khawatir pada keadaan putranya.“Ibu aku ingin pulang, aku tidak ingin ikut perkemahan musim panas lagi.”“Kau tidak ingin mengikuti perkemahan musim panas?”“Iya Ibu aku ingin pul
Nicko yang sudah tak bisa menahan emosi pun langsung menghubungi Tuan Woody.“Selamat siang Tuan Muda, ada yang bisa kami bantu?” tanya Tuan Woody dengan ramah.“Hmm, aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada Ian putraku. Kudengar putraku mendapatkan perundungan semasa di sini. Bagaimana kau mengatasinya?” tanya Nicko tanpa basa-basi.“Perundungan? Apakah Anda tidak sedang bercanda?”“Bedebah kau! Kau kira aku bercanda dengan keadaan anakku? Asal kau tahu kalau orang yang paling sering melakukan perundungan di sini adalah Enrique Ramos!” seru Nicko.Mendengar amukan Tuan Muda, Tuan Woody pun langsung meralat ucapannya. Ia tak ingin membuat kecewa Tuan Muda. Bagaimana pun juga kegiatan ini bisa terlaksana karena kemurahan hati Nicko.Hampir saja kegiatan ini tak ada peminat, karena kebanyakan anak sekarang lebih suka menghabiskan waktu untuk bermain game. Namun berkat pendanaan dari Nicko dan juga mendatangankan bintang profesional, acara ini jadi banyak peminatnya.“Maafkan saya Tuan
Sementara itu di Rumah Sakit distrik C ….Russell datang bersama dengan beberapa anak buahnya. Lelaki berambut merah itu berjalan dengan gagahnya dan terlihat begitu menyeramkan. Beberapa orang yang berada di rumah sakit terlihat ketakutan saat melihat dirinya dan anak buahnya datang.Di satu sisi seorang perempuan muda tampak menggendong bayi dengan begitu panik. Di depannya tampak seorang lelaki yang usianya juga masih muda tengah berlutut di hadapan seorang pria berpakaian serba putih.“Huh, selalu saja ada potret seperti ini di rumah kebanyakan rumah sakit,” gumam Russell.Lelaki itu seperti memohon sesuatu pada petugas berpakaian serba putis sementara perempuan di belakangnya tampak memandang penuh harap sambil bersusah payah untuk menenangkan bayinya.“Tidak bisa! Kalau kau tidak punya asuransi atau tak punya deposit lebih baik pulang saja. Berikan anakmu obat penurun panas, kalau mati ya itu sudah takdirnya. Salah sendiri kalian miskin!” seru pria berpakaian serba putih itu sam
“Bos, apa kita akan langsung mengurus jenazah teman Tuan Muda?” tanya salah satu anak buah Russell yang ikut mengawalnya.Russell tak menjawab hanya melambaikan tangan ke arah depan seakan mengajak anak buahnya untuk terus berjalan mengikutinya. Kelompok jubah hitam itu pun langsung masuk ke arah lobi Rumah sakit dan kembali kehadiran mereka menyita perhatian publik.Pakaian serba hitam memang identik dengan para penjahat, apalagi kiprah mereka sudah tidak bisa diragukan lagi. Russell cukup terkenal sebagai pimpinan dunia hitam, mewarisi tahta dari Chuck Raines pendahulunya.Bersama anak buahnya, lelaki berambut merah itu pun langsung melangkah mendekat ke arah meja resepsionis.“Aku ingin menjemput jenazah Rodgie dari lapas distrik C.”Petugas resepsionis itu pun berdiri dan bertingkah seperti orang bodoh, menoleh ke kanan kiri dengan tidak jelas.“Hei apa kau tak mendengarku, kami ingin mengambil jenazahnya!” Russell mengulang perintahnya dengan lebih lantang.Namun sayangnya petuga
Lift yang ditumpangi Edric Warren pun terbuka tepat di lobi. Segera pria berambut pirang ini pun melangkah dengan lebar. Ia begitu terburu-bur dan di dalam kepalanya hanya ada bayangan putrinya yang saat ini masih mengikuti kursus balet.Edric langsung menuju meja resepsionis, dan ia masih melihat bagaimana resepsionisnya itu tampak sangat gugup dan mencoba untuk menghindar dari tatapan mata pria-pria berpakaian serba hitam di depannya. Cepat-cepat Edric pun melangkah ke sana dan segera melabrak. Sempat direktur rumah sakit ini bergetar saat melihat sosok mereka yang berpakaian serba hitam di sana. Namun tampaknya rasa cinta pada anak mengalahkan semuanya.“Kalian! Apa yang akan kalian lakukan pada putriku?” tanya direktur Rumah Sakit dengan nada tinggi.Kali ini ia bicara dengan nada tinggi sambil mengacungkan telunjuk ke arah mereka.Russell yang melihat keberanian pria ini pun tertawa meremehkan.“Kau ingin tahu apa yang akan terjadi pada putrimu? Hmm aku belum memikirkannya, lebi