Home / CEO / Melahirkan anak untuk CEO / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Melahirkan anak untuk CEO: Chapter 121 - Chapter 130

346 Chapters

(S2) 45 Isu Yang Beredar

Para staff sedang berkumpul di ruang ratap khusus. Pasalnya, Harry sudah seminggu lebih tidak terlalu mengurusi pekerjaannya. Dia hanya datang sesebentar lalu pergi tanpa kembali lagi. Sedangkan dari berita yang beredar, prodak terakhir yang mereka luncurkan ditolak di pasaran. Untuk perusahaan yang hampir saja kolaps, ini terbilang sangat genting dan bisa berakibat fatal.Tentunya bukan hanya Harry saja yang akan menderita jika perusahaan ini benar-benar bangkrut, para staf sampai karyawan rendahan pun akan terkena imbasnya. Dan mereka semakin takut ketika mendengar Ezra Raves akan berkunjung ke perusahaan itu."Jika Tuan Harry tak juga datang hari ini, bagaimana nasib kita semua? Aku jadi merasa menyesal bertahan di sini." Pria tua berusia lima puluhan itu berkata."Sabar lah, Tuan Defron, kita tunggu saja Tuan Harry Borisson datang. Dia pasti yang lebih takut jika perusahaannya bangkrut." Yang lain berbicara menenangkan."Bagaimana bisa tenang jika sud
Read more

(S2) 46. Sampah Akan Tetap Jadi Sampah!

Baru saja Harry Borisson turun dari mobilnya, mata orang-orang langsung mengawasi lelaki itu. Mereka menilainya dengan dua mata yang mereka miliki, memandang Harry seperti sebuah sampah yang hina. Lelaki yang dulu sangat disegani itu sekarang menjadi sebuah duri yang membuat semua mata terasa ingin menusuknya. "Dia masih berani mendatangi tempat seperti ini? Aku pikir seharusnya dia malu mengingat dirinya sangat tidak bermoral.""Entah lah, aku juga bingung kenapa ada lelaki seperti Tuan Harry yang tega menjual istrinya."Orang-orang membicarakan Harry yang sedang menghadiri rapat di sebuah hotel ternama. Dia belum mendengar isu yang tersebar, membuatnya sedikit bertanya-tanya ada apa dengan mata orang-orang itu. Dengan melirik Lukas, dia seperti meminta penjelasan."Maafkan aku, Tuan. Tapi sebaiknya kita bicarakan ini setelah selesai rapat." Lukas mengingatkan tujuan mereka datang ke sana. Prodak yang baru mereka keluarkan dikatakan me
Read more

(S2) 47. Tak Punya Harga Diri.

"Ini berkas yang Anda minta, Tuan. Aku sudah menyiapkannya sejak kemarin."Lukas menyerahkan map berisi lembaran tebal di dalamnya, pada Harry. Lelaki yang tengah sibuk dengan mac-nya, berdehem pertanda dia mendengar perkataan Lukas. Pria tua yang masih berdiri di balik meja itu masih melihati wajah fokus tuannya."Kau tak punya pekerjaan lain, Lukas?" sapa Harry tanpa mengalihkan matanya sama sekali. Sepuluh jarinya masih fokus mengetik sesuatu di jajaran keyboard yang berbaris. Lukas menjadi salah tingkah ditegur seperti itu, seakan dia bermain-main saja."Tentu banyak, Tuan. Aku hanya menunggu perintah selanjutnya darimu."Kala itu pun Harry mengangkat wajahnya menatap Lukas. "Sejak kapan kau bekerja harus mendapat perintah? Apa kau sudah tak bisa melihat sendiri pekerjaanmu?" Dia menghela napas panjang oleh sikap Lukas yang aneh."Bukan begitu," jawab Lukas. Dia mengatur posisi tegapnya sebelum menundukkan tubuhnya ke arah Harry. "
Read more

(S2) 48. Ezra Akan Menyesal!

Suasana yang tadinya riuh kini berubah sunyi setelah kedatangan Harry. Meski lelaki itu mungkin sudah bukan pemegang kuasa tertinggi di kota ini, tetap saja aura yang dibawanya mampu mengintimidasi semua orang. Tak akan terlupkam dari ingatan, bahwa seorng Harry Borisson adalah lelaki yang sangat kejam dan bisa membalikkan kehidupan seseorang dalam satu malam. Apalagi orang-orang yang ada di butik itu hanya lah istri dari pengusaha-pengusaha rendahan yang jauh di bawah Harry. Sejentik aja Harry menggerakkan jarinya, suami-suami mereka bisa menjadi bangkrut bahkan jadi gembel. Mereka semua terdiam dan tak berani menjawab ucapan Harry."Kenapa menjadi sunyi? Bukankah tadi sangat ramai di sini? Mulut lebar kalian terdengar sampai ke lantai satu bangunan ini. Aku jadi penasaran  apa ada pengeras suara yang menempel di mulut kalian itu?" sambung Harry, yang semakin membuat mereka bungkam. Wajah mereka tampak memerah menahan malu bahkan ada yang bersembunyi ke bal
Read more

(S2) 49. Tinggalkan Istrimu Sekarang!

Ponsel Harry berdering pagi-pagi sekali. Sebuah nama yang sudah sangat lama tak menghubunginya, kini tertera di layar ponsel yang sedang dia tatap. Awalnya Harry sama sekali tidak tertarik menerima panggilan dari papanya itu, tapi kemudian dia menggeser juga layar ponselnya ke posisi menerima."Harry, bagaimana kabarmu?" tanya Tuan Borisson, begitu dia menempelkan ponsel di telinga."Ada apa ini? Bukannya Anda sendiri sudah menganggap saya bukan siapa-siapa?'Tak akan Harry lupakan begitu saja perkataan papanya tempo hari, ketika Tuan Borisson mengatakan nama Harry akan dihapus dari daftar keluarga."Jangan terlalu membenciku, bagaimana mungkin aku serius mengatakannya?" Harry tertawa kecil. "Tapi Anda terlihat sangat serius saat itu, Tuan. Bagaimana bisa saya menganggapnya tidak serius?" Dia adalah anak yang dididik keras sejak kecil, jadi Tuan Borisson harus menahan suaranya untuk tidak bertengkar lagi dengan Harry. Dengan mere
Read more

(S2) 50. Temukan Bukti Untukku.

Ketika Harry hanya diam tanpa menjawab perkataan Lukas, pintu di ruangan itu diketuk dari luar sana. Harry melirik Lukas ke belakang dan tersenyum kecil melihat abdi kesayangannya itu."Persilakan dia masuk, Lukas, dan siapkan kursi untuknya. Salah satu musuh kita akan segera datang."Lukas yang tak paham maksud tuannya hanya mengerut kening, lantas melakukan perkataan Harry. Dia membukakan pintu dan melihat Serena berdiri di sana. "Di mana Harry?" tanya Serena, keangkuhan tampak jelas di wajah gadis itu."Silakan masuk, Nona Serena, Tuan Harry sudah menunggu," katanya, lantas mengambilkan kursi seperti yang disuruh oleh Harry. Pria tua itu pun meninggalkan mereka setelah Serena duduk di sana. "Hai, Harry, maaf aku mengganggumu."Serena duduk di sebelah Harry. Perasaan senang sudah memenuhi hati gadis itu, ketika dia memasuki ruangan ini. Bagaimana tidak? Harry terlihat sangat lemah dan tak punya harapan hidup sekara
Read more

(S2) 51. Bisakah Kita Saling Memaafkan?

Hari itu masih siang saat Amanda memasuki istana besar milik putranya. Harry belum kembali dari kantor, dia tahu itu. Dan Amanda sendiri pun datang ke sini memang sengaja ingin  menemui Alena tanpa sepengetahuan putranya. Sebab jika Harry tahu, anaknya itu akan mengusir Amanda tanpa kata ampun. Amanda duduk di ruang tamu sembari menatap Alena yang baru saja datang dari kamarnya. Ada apa Amanda ke sini? Tentu Alena merasa was-was dengan kedatangan mama mertuanya itu. Dia menutupi rasa gugupnya dengan berpamitan ke dapur, membuatkan teh untuk mama mertuanya. Ketika membuatnya dia berlama-lama berharap hari akan cepat berlalu sehingga Harry segera tiba, tapi itu hanya akan sia-sia sebab Amanda mendatangi Alena ke dapur. Dia menjadi semakin gugup memegangi nampan tehnya."Bisa aku duduk di sini?" kata Amanda, sembari menunjuk meja makan yang ada di sana."Ah? I- iya, tentu saja boleh, Nyonya. Silakan," sahut Alena, dia membawa nampan tehnya ke meja makan
Read more

(S2) 52. Kau Tak Boleh Melakukannya!

"Harry, ayo duduk dulu kau pasti lelah."Alena merasa sangat bersalah setelah membentak suaminya. Buru-buru dia mendekati lelaki yang tengah mematung di ambang pintu untuk mengajaknya ke tempat Amanda duduk. Dia menarik sebuah kursi untuk Harry, lalu mendudukkan suaminya di sana. Kemudian, Alena mengambil tempat duduk yang bersebelahan dengan suaminya sementara Amanda berada di depan sana."Maaf tidak meneleponmu. Mama datang tanpa diduga dan ... kami berbincang terlalu serius sampai aku lupa mengabarimu," kata Alena, ketika dia melihat suaminya melempar tatapan menuntut penjelasan. "Tapi kalian sudah selesai bicara? Maka suruh mama mertuamu kembali ke negaranya, aku tak punya waktu untuk berbasa-basi."Harry adalah orang yang sangat keras, semua orang tahu itu. Amanda menghela napas mendapat perkataan seperti itu dan dia sangat terluka. Sepertinya Harry tak akan bisa memafkannya begitu saja, apalagi setelah mendengar perkataannya tadi terhadap Alen
Read more

(S2) 53. Memasang Dasi.

Pertengkaran suami istri itu sudah tak terdengar lagi, tapi keduanya lebih banyak diam sejak kemarin. Bahkan ketika Harry memeluk Alena saat tidur, istrinya itu menepis tangannya. Hingga ini sudah pagi pun keduanya masih tetap tidak berbicara sebelum Harry yang memulai."Ambilkan dasiku."Alena baru saja akan keluar dari kamar ketika dia mendengar Harry meminta dasi. Benda itu ada di atas ranjang, dan jika Harry memutar tubuhnya pasti sudah bisa meraihnya. Alena menghela napas, dia tahu suaminya hanya ingin menguji kesabarannya pagi ini. Lantas, dengan kaki yang sedikit menghentak Alena berjalan menuju ranjang untuk mengambilnya."Ini." Dia menyodorkan dasi yang diminta oleh Harry."Tanganku sakit, pasangkan itu padaku."Sakit? Alena melirik tangan Harry yang menggantung di sebelah kedua paha, dan dia tak melihat ada yang sakit di sana. Dari yang Alena ingat pun, tadi malam Harry masih bisa mengetik dengan lincah di atas laptop-nya, apakah itu menj
Read more

(S2) 54 Karena Aku Mencintaimu.

Kini kedua suami istri itu sudah tiba di dalam kamar mereka. Harry menurunkan Alena ke atas ranjang dan langsung dia mengambangi istrinya itu, sedang matanya menatap Alena penuh hasrat. Alena menjadi diam tak berkutik dan hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya."Apa dasiku sudah benar? Aku memasangnya asal-asalan, dan aku tak tau apakah itu sudah rapi." Tapi itu lah kalimat pertama yang Harry katakan di atas Alena, dia menyentuh dasinya sendiri yang membuat Alena tak mampu menahan tawa."Kau memang iseng, Harry, kau selalu membuat aku jantungan."Harry menurunkan lagi tubuhnya mendekati Alena dan memasang wajah serius. "Benar kah? Padahal aku sangat serius." Kembali dia menggoda Alena, dan terakhir dengan tertawa. Dia mengangkat tubuhnya bangkit dari atas ranjang dan membiarkan Alena duduk di sana."Perutmu belum pulih. Aku tak tega melakukannya, sehingga istri cantikku akan kesakitan setelahnya," ucap Harry lagi.Alena selalu
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
35
DMCA.com Protection Status