Beranda / Fiksi Remaja / Broken / Bab 101 - Bab 110

Semua Bab Broken: Bab 101 - Bab 110

152 Bab

Pilihan Dari Andre

Perdebatan di antara Yandi dan Andre semakin memanas. Kedua remaja itu terus saja saling berteriak satu sama lain. Pemandangan panas itu, kini sedang menjadi tontonan Yena yang sangat memuaskan. Wanita itu tersenyum licik melihat kedua remaja itu bertengkar hebat, karena seorang gadis.“Gue itu gak buta, Yandi. Jadi lo gak usah sok-sok merasa paling benar!” ujar Andre.“Gue tahu banget kalau lo juga suka sama Reina. Jadi lo gak usah ngeles, deh. Lo pikir gue udah baru kenal sama lo kemarin?”“Apaan, sih? Gue gak ngeles, kok. Lo aja yang hobinya nuduh orang,” balas Yandi.“Lagian, lo tuh gak bisa nyalahin gue hanya karena Reina nolak lo. Itu kan suka-sukanya dia, terserah dia. Napa lo yang kek gini?”“Yandi, Yandi... dasar, ya. Udah ketahuan, tapi masih aja gak mau ngaku.” Apa pun yang dikatakan Yandi tak akan memberi efek samping sedikit pun pada Andre. Semua perkataan yang ke
Baca selengkapnya

Apa Harus Memilih?

“Isi otaknya Andre apaan aja, sih? Kok makin gak beres sih jalan pikirannya dia?” Perdebatan di antara Yandi dan Andre kini telah berakhir. Namun, pertengkaran ini meninggalkan pilihan berat bagi Yandi.Pilihan yang diberikan Andre bukanlah pilihan yang mudah bagi Yandi. Ia tak bisa memilih salah satu di antara Reina atau Andre. Kedua orang itu sama-sama memiliki arti bagi Yandi.“Hohoho... ribut karena cewek, ya...” ujar Yena meledek putranya.“Mama apa-apaan, sih?” tanya Yandi kesal.“Loh? Kan emang benar, mama juga dengar tadi apa aja yang kalian ributin,” ujar Yena semakin membuat putranya kesal.“Lagian bisa-bisanya kalian rebutin cewek miskin kayak dia? Emang apa bagusnya dari cewek miskin melarat kayak dia?” tanya Yena membuat putranya kehilangan kesabaran.“Mama apa-apa, sih?! gak usah sok tahu bisa gak, sih?!”“Ho... kamu teriak? Berani ya neriakin
Baca selengkapnya

Perbincangan di Bawah Bulan Dan Bintang

Hari ini adalah hari di mana masa putih abu-abu Yandi dan teman-temannya berakhir. Di hari ini, seharusnya mereka menyimpan berbagai kenangan indah untuk diingat kemudian hari. Tetapi, pada kenyataannya hanya ada kenangan pahit yang tertinggal untuk hari esok. Di bawah sinar rembulan dan para bintang, Yandi terus memikirkan pilihan yang diberikan Andre. Sekeras mungkin ia memutar otaknya, namun ia tetap tak bisa menemukan cara lain agar tak memilih salah satu dari kedua temannya.Yandi membuka jendela kamarnya dan membiarkan angin malam memenuhi ruangnya. Ia berbaring sambil menatap langit malam itu, sekaligus menikmati udara malam untuk membantunya berpikir.“Ha... kepala gue bisa pecah. Kenapa sih kalau urusan kek gini selalu aja ribet?” Yandi tak mengerti, mengapa urusan percintaan selalu terasa begitu sulit dibandingkan urusan lainnya. Rasa penat akibat memikirkan pilihan yang diberikan membuat Yandi membutuhkan seseorang untuk
Baca selengkapnya

Kesal

Hari-hari Yandi terasa semakin membosankan, setelah status siswa terlepas dari dirinya. Kini ia hanya menghabiskan waktunya untuk menerima semua ocehan dari mamanya.Sejak matahari menampakkan diri hingga bulan menggantikan posisinya, Yena terus saja memarahi putranya tanpa henti. Wanita itu terus memaksa Yandi untuk belajar tanpa henti.Selama satu kali dua puluh empat jam, Yena terus menyuruh Yandi untuk belajar tanpa henti. Jika wanita itu melihat putranya sedang bersantai, ia pasti akan memarahi putranya dan menyuruhnya untuk segera belajar.Yena terus memantau putranya selama masa-masa pendaftaran mahasiswa baru sedang dimulai. Wanita itu menyuruh putranya belajar tanpa henti, agar dapat diterima di sebuah universitas ternama dengan nilai tertinggi.Hanya karena keinginannya, Yena terus memaksakan putranya untuk belajar tanpa henti. Hal ini dilakukan wanita itu, semata-mata karena ia ingin terlihat sebagai seseorang yang sempurna melalui keberhasilan
Baca selengkapnya

Kedatangan yang Mencolok

Lima belas menit telah berlalu sejak bi Ami meninggalkan kamar Yandi. Namun remaja itu tak kunjung meninggalkan kasurnya. Ia masih terus saja berbaring dengan santainya dan terus saja mengoceh. Kedua orang tua Yandi yang seharusnya telah berada di tempat mereka bekerja, kini masih berada di ruang tamu seraya menunggu Yandi menampakkan batang hidungnya. Yena dan Yudi memutuskan untuk menunggu Yandi terlebih dahulu sebelum meninggalkan rumah, agar tak terjadi hal yang sama. Kesabaran kedua orang tua Yandi pun harus diuji, ketika menunggu Yandi. Karena remaja itu tak juga kunjung menampakkan batang hidungnya. “Awas aja kalau dia sengaja lagi bilang bakalan ke kampus, padahal nanti gak bakalan ke kampus,” ujar Yena kesal. “Lagian kalau kita nunggu kayak gini, dia gak bakalan turun dari kamarnya. Yang ada dia gak jadi masuk universitas yang bagus. Padahal waktu itu kalau dia ngumpulin formulir, kita sama sekali gak perlu nyewa bodyguard kayak gini,” gerutu Yudi.
Baca selengkapnya

Setelah Belasan Tahun

Siang terus berganti menjadi malam, dan hari pun terus berganti tanpa henti. Musim demi musim pun turut berganti, dan Ami tetap menjalani kesehariannya seperti biasanya, sebagai seorang asisten rumah tangga.Tanggal demi tanggal telah berganti, dan bulan pun telah berjalan menuju bulan lainnya. Namun, Ami masih tetap tak ingin berbicara pada putrinya. Wanita itu tetap berdiri teguh pada pendiriannya, dan tak mau mendengarkan semua alasan yang diberikan putrinya.Ami tetap teguh pada persyaratan yang telah diberikannya pada Reina. Jika memang putrinya tak berhasil memenuhi persyaratan yang diberikannya, maka ia juga tak akan kembali lagi seperti Ami yang dikenal putrinya.Ami menyadari jika ia terlalu keras pada putrinya. Ia juga mengetahui bahwa putrinya begitu merasa sangat sedih. Namun, ia memiliki alasan yang kuat untuk tetap berdiri teguh pada pendiriannya. “Ami...” teriak Yena dari kamarnya. Mendengar suara nyonyanya, Ami yang sedan
Baca selengkapnya

Pertemuan Tak Terduga

“Ami, tunggu.” “Lepasin tangan aku!” Ami berusaha sekuat tenaga, melepaskan tangannya. Namun, ia tak cukup kuat untuk melakukan itu. “Ami, tunggu dulu. Aku mohon, jangan pergi.” “Aku gak mau!”  “Ami, aku gak bakalan lepasin tangan kamu sebelum aku ngomong sama kamu.” “Tapi aku gak mau ngomong sama kamu lagi, Vian. Kita sekarang udah jadi orang asing,” teriak Ami. Tangan Ami kini berada dalam pegangan erat, dari sosok tak terduga yang baru saja dijumpainya. Sosok rak terduga itu bukanlah orang asing bagi Ami, karena sosok itu adalah orang yang pernah menjadi orang terpenting dalam hidupnya.  Sosok itu adalah sosok masa lalu yang ingin dihapus oleh Ami selamanya. Sosok itu adalah seorang pria yang pernah dicintainya. Sosok pria yang kini sedang menahan Ami adalah mantan suaminya, Vian. Meski Ami bersikeras tak ingin berbicara padanya, namun Vian sama sekali tak berniat untuk melepaskan tangan wanita itu. “Aku ga
Baca selengkapnya

Kecewa

Berbagai rasa kini menghantui Ami, membuat pikirannya teracak-acak. Pertemuan yang tak pernah diduga-duganya, membuat ia tak bisa melupakan pertemuan itu. Akibat pertemuan tak diduga itu, emosi Ami menjadi tidak stabil. Apalagi, ia terus saja terbayang dengan perkataan nyonyanya, yang membuat hati dan pikiran Ami semakin berantakan. Setelah meninggalkan pemakaman, Ami segera bergegas mencari putrinya di area sekitar pemakaman. Ia sangat yakin jika putrinya belum pergi terlalu jauh dari area pemakaman. Dan benar saja, ia menemukan putrinya tak begitu jauh dari area pemakaman. Setelah berjalan beberapa meter, akhirnya Ami segera menemukan keberadaan putrinya. Tak jauh dari pemakaman, Ami menemukan putrinya sedang bersama putra majikannya. Kedua remaja itu sedang berjalan bersama, sambil asyik berbincang.  Ingin rasanya Ami segera memisahkan putrinya dan putra majikannya. Namun, ia merasa tak enak hati melakukan itu pada tuan mudanya. Wanita itu pun
Baca selengkapnya

Dia yang Belum Dikenal

Rasa kecewa membuat Reina tak menghiraukan lagi semua perkataan bunda. Seberapa keras pun wanita itu berusaha membujuk putri semata wayangnya, gadis itu tetap tak mau membukakan pintu kamarnya.“Reina, buka pintunya sayang. Kamu belum makan, loh.”“Nak, kamu boleh marah sama bunda. Tapi kamu makan dulu, ya. Ini udah malam banget, loh.” Segala kata-kata telah dikeluarkan Ami demi membujuk putrinya, namun gadis itu tetap tak mengeluarkan suara apa pun.“Reina, ayo keluar. Kamu harus makan.”“Kamu boleh mau marah bunda atau apa pun, tapi yang terpenting kamu makan dulu, nak. Bunda gak mau kalau kamu sampai sakit, nak,” ucap Ami sambil terus mengetok pintu kamar putrinya.Tak ada satu suara pun membuat Ami memilih untuk berhenti membujuk putrinya dengan segala ucapannya. Ia merasa apa yang dilakukannya tak akan membuahkan hasil, hingga wanita itu lebih memilih untuk memberikan putrinya waktu dibanding ia
Baca selengkapnya

Kecurigaan

Rasa rindu dan khawatir seketika menghampiri Vian. Pria itu kini tengah merindukan sosok yang tak pernah ia temui, setelah ia menelepon putri semata wayang Ami. Rasa khawatir Vian begitu besar, setelah ia mendengar semua curahan hati gadis itu. “Gimana keadaan nak Reina sekarang, ya?” tanya Vian penuh kekhawatiran. Vian menghembuskan nafasnya kasar, “Pasti dia sedih sekali.” Vian terus saja memikirkan keadaan Reina, setelah mendengar s “Semoga kamu sama bunda kamu bisa cepat baikan ya, nak.” Vian mendoakan agar Reina dan sang bunda bisa segera berbaikan. “Semua karena hanya salah paham.” Begitu kalimat itu terucap, pria itu langsung teringat pada pertemuannya dan Ami. “Ami, kenapa kamu malah ninggalin aku? Apa kamu tahu, betapa sulitnya hidup aku tanpa kamu?” batin Vian. “Apa kamu tahu seberapa keras aku berusaha supaya bisa ketemu sama kamu dan anak kita?”  “Andai kamu tahu, Ami. Betapa rindunya diriku pada anakku.” Tetes
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
16
DMCA.com Protection Status