Home / Romansa / Chemistrick / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Chemistrick: Chapter 71 - Chapter 80

113 Chapters

Missing You [2]

Untungnya Nania menurut meski memasang mimik kaku yang membuat Robin gemas. Andai ada orang yang pantas merasa kesal saat itu, sudah pasti itu menjadi jatah Robin. Karena Nania sudah bersikap keterlaluan. Cowok itu sengaja berjalan menjauh dari toko karena tidak ingin ada yang mendengar percakapan mereka.“Mobil kamu yang mana?” tanya Robin pada gadis di sebelah kanannya. Setelah Robin melepaskan lengan Nania, kini malah gadis itu yang sengaja menggandengnya. Kali ini, Robin sengaja membiarkan.“Itu, yang warna silver,” tunjuk Nania ke satu arah. “Kita makan malam bareng, kan?” tukasnya dengan nada senang yang begitu kentara. Robin menahan diri agar tidak menumpahkan kata-kata negatif saat itu. Beberapa saat kemudian, gadis itu menyerahkan kunci mobil pada Robin.“Kita nggak bakalan ke mana-mana,” kata Robin dengan nada setegas mungkin. Dia menolak menerima kunci mobil di tangan Nania, memberi isyarat deng
last updateLast Updated : 2021-04-28
Read more

Missing You [3]

Kalimat Nania itu membuat Robin kehilangan semangat. Dia selalu menaruh respek pada orang-orang yang tak mudah menyerah. Namun tentu saja berbeda dengan apa yang diisyaratkan Nania saat ini. Gadis ini sedang berusaha memaksakan kehendaknya pada orang lain. Mendesak Robin agar menyambut perasaannya. Adu mulut selama lebih dari lima menit tak membuat Nania tersadarkan. Robin pun benar-benar merasa lelah.“Na, terserah kamu aja. Yang pasti, aku nggak mau ngeliat kamu datang lagi ke toko. Kalau kamu masih nekat, satpam yang bakalan ngusir. Maaf ya, aku nggak jahat atau kejam. Aku cuma bereaksi sama apa yang kamu lakuin. Apalagi, kamu sudah bikin aku terganggu. Kamu nggak bisa bersikap seenaknya di toko kayak tadi. Kamu juga nggak boleh marah kalau nomormu aku blokir.”“Hah? Kalau—”Robin tak memberi kesempatan Nania untuk terus menggangunya. “Kalau kamu beneran suka sama aku, bukan gitu caranya. Maaf ya Na, aku udah nggak mau kete
last updateLast Updated : 2021-04-29
Read more

Missing You [4]

Selama ini dia sudah cukup bersabar menghadapi kakak-kakaknya. Kali ini menjadi pengecualian. Bersitegang dengan Nania saja sudah menguras tenaga dan semangatnya. Lalu ada Angie yang menuduhnya ini-itu tanpa mau mendengarkan penjelasan Robin. Wajar jika dia nyaris meledak, kan?Setelah meninggalkan Adiratna Maharani, Robin tidak punya tujuan tertentu dan hanya berputar tak tentu arah. Dia belum berniat untuk kembali ke apartemen. Meski sudah saatnya untuk makan malam, perut Robin malah terasa penuh.Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Hingga dia memasuki kawasan Kemang dan teringat bahwa lokasi Super Bakery ada di sana. Tanpa pikir panjang, Robin segera menepikan mobil dan menelepon Vivian. Suara antusias gadis itu membuat Robin segera berkendara menuju toko roti itu.Vivian sudah menunggu di depan pintu masuk dan langsung melambai begitu melihat Robin keluar dari mobil. Senyum lebar Vivian yang ditujukan untuknya membuat
last updateLast Updated : 2021-04-29
Read more

Missing You [5]

“Silakan duduk, Bin. Kamu kutinggal bentar, ya? Aku mau bikinin kopi istimewa yang selalu kugembar-gemborkan selama di Nepal. Kamu jangan ke mana-mana,” pintanya.Gurauan Vivian membuat Robin tertawa geli. Ketegangan yang tadi meyekapnya secara tiba-tiba dengan cara yang misterius, mulai melemah. Robin menuruti anjuran gadis itu, menarik salah satu kursi rotan berbantalan empuk sebelum mendudukinya. Cowok itu menyapukan tatapan ke seantero toko.Di belakangnya, ada deretan etalase yang mengapit meja barista, kasir, dan semacam gang yang menjadi tempat lalu-lalang para pegawai. Agak jauh di belakang, ada sebuah pintu yang kemungkinan besar menuju ke arah dapur.Langit-langit toko yang tinggi dihiasi lukisan cantik bergambar piring-piring yang dipenuhi roti. Juga bergelas-gelas kopi yang masih mengepulkan asap. Bagian depan toko berupa kaca tembus pandang yang membuat orang-orang bisa melihat ke dalam dengan leluasa. Meja-meja berbentuk bundar dengan k
last updateLast Updated : 2021-04-30
Read more

From This Moment On [1]

Vivian sengaja memotong kata-kata Robin karena sudah bisa menebak apa yang ingin diungkapkan cowok itu. Saat ini, dia tak mau mendengar kalimat bernada negatif. Meski Vivian memahami ketidakpercayaan diri Robin yang mendadak muncul. Gadis itu buru-buru berdiri, menunjuk ke arah pintu. Namun Robin tak beranjak dari tempat duduknya.“Kopinya gimana? Masa harus ditinggalin begitu aja? Sayang kalau nggak diminum,” Robin menunjuk dengan dagunya. “Gimana kalau kita pesan makanan aja dan dibawa ke sini?”Usul itu direspons dengan anggukan oleh Vivian. Gadis itu kembali duduk. “Ide bagus. Kamu mau makan apa? Kita bisa pesan.”“Hmmm, nggak pengin sesuatu yang khusus, sih. Asal rasanya enak. Aku belum makan nasi seharian. Tadi siang cuma beli burger tapi aku kelupaan. Pas mau dimakan, udah dirubungi semut,” ujar Robin tak berdaya. Tangan kiri pria itu mengelus perutnya.Vivian mengulum senyum. Entah kenapa, d
last updateLast Updated : 2021-05-03
Read more

From This Moment On [2]

“Yakin cuma temen, Vi? Kok keliatannya kalian cocok, ya? Calon potensial lho, Vi!” goda salah satu staf di dapur, diikuti tawa geli yang lain.“Yakin, dia cuma temen doang,” sahut Vivian. “Aku titip temenku dulu, ya. Awas aja kalau digangguin. Apalagi sampai dirayu.”“Jiah, ada yang posesif. TTP, temen tapi posesif.”Selama mengantre di restoran gudeg yang selalu ramai itu, kepala Vivian dipenuhi berbagai pikiran. Dia menyadari ketertarikannya pada Robin, meski Vivian tak tahu bagaimana awalnya. Semua berjalan alamiah. Obrolan mereka terasa begitu menyenangkan dan membuat Vivian betah meski temanya kadang membuatnya merinding. Siapa sangka hidup Robin tak kalah rumit dibanding Vivian?Gadis itu sempat mengira dia takkan bertemu Robin lagi. Cowok itu tak pernah menghubungi Vivian setelah mereka kembali ke Jakarta. Entah berapa kali Vivian berinisiatif ingin mengontak Robin. Namun keberaniannya seolah musnah.
last updateLast Updated : 2021-05-03
Read more

From This Moment On [3]

Pertanyaannya dijawab Robin dengan tawa geli. “Nggak, kok. Papamu ramah banget. Tadinya aku sempat takut kalau bakalan digalakin. Jujur, ini pengalaman pertama ketemu dan ngobrol sama papa teman cewekku. Ternyata nggak semenakutkan yang selama ini kubayangin. Malah karena ada papamu, jadi nggak kerasa lama nungguin kamu balik ke sini.”Pengakuan itu membuat Vivian nyaris melonjak kegirangan meski dia tidak yakin apa reaksi seperti itu tidak terlalu berlebihan. Namun tentu saja dia tak sudi menunjukkan perasaan terdalamnya di depan Robin. Vivian berusaha tetap santai saat berujar, “Kok bisa? Maksudku, soal pengalaman pertama yang kamu sebutin tadi. Memangnya selama ini kalau pacaran, kamu lebih suka backstreet?”Robin tampak malu, ditandai dengan wajahnya yang memerah. “Nggak backstreet, sih. Tapi juga bukan hubungan yang serius-serius amat. Eh, tapi jangan diartikan kalau aku cuma iseng doang, ya. Intinya, nggak pernah sa
last updateLast Updated : 2021-05-04
Read more

From This Moment On [4]

Robin tampak tak nyaman tapi akhirnya berkenan memberi jawaban setelah menunda beberapa detik. “Yang mint. Karena aku memang nggak pernah suka rasanya. Segala yang mengandung mint, aku nggak doyan.”“Oh.” Vivian manggut-manggut. “Aku nggak tau kalau kamu nggak suka mint. Harusnya tadi kutanya dulu sebelum bawa bergelas-gelas kopi ke meja ini.”Robin malah menggeleng. “Nggak perlu tanya, Vi. Lagian, nggak apa-apa, kok! Justru jadi tau ada kopi rasa mint. Aku kan nggak suka nyoba-nyoba untuk urusan makanan atau minuman. Kurang punya nyali untuk bereksplorasi,” sahut cowok itu.Mereka menghabiskan waktu puluhan menit untuk membahas banyak hal. Robin bercerita tentang rancangan cincinnya yang ditolak karena dianggap tidak istimewa. Sementara Vivian membahas soal keinginannya untuk memanfaatkan media sosial semaksimal mungkin demi mempromosikan Super Bakery. Namun, perasaan senang yan
last updateLast Updated : 2021-05-04
Read more

From This Moment On [5]

“Kamu dan Robin pacaran ya, Vi?” tanya Barry suatu kali. Mereka sedang berada di rumah, bersiap untuk sarapan. Vivian menangkap senyum terkulum di bibir Debby yang sedang menaruh roti bakar di atas meja.“Nggak, Pa. Kami cuma temen. Harus berapa kali kuulangi supaya Papa percaya, sih? Supaya Tante juga nggak senyum-senyum penuh arti gitu,” protes Vivian sambil menatap ibu sambungnya dengan bibir cemberut.Debby menarik kursi di sebelah kanan Vivian. “Papa kan cuma nanya, Vi. Jangan defensif gitu. Kalaupun pacaran, ya nggak apa-apa. Kayaknya Robin itu laki-laki baik. Keliatannya juga udah dewasa, nggak pecicilan kayak Allan. Padahal usia mereka pasti nggak jauh beda, kan?”“Hmm, soal dewasa, memang iya,” kata Vivian, membenarkan. Namun, tentu saja dia tak membahas detail yang terjadi dalam hidup Robin kepada kedua orangtuanya. Pria itu sudah memercayakan rahasianya pada Vivian. Jadi, gadis itu takkan menggunakan itu
last updateLast Updated : 2021-05-05
Read more

From This Moment On [6]

Namun, bicara memang jauh lebih mudah. Vivian tetap saja gamang selama berbulan-bulan. Tidak tahu bagaimana harus menghadapi perasaannya sendiri. Gadis itu mulai takut karena kehilangan kendali. Di sisi lain, Vivian memiliki keyakinan jika perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Meski dia tidak ahli membaca pikiran seseorang dan tidak memiliki jam terbang memadai untuk masalah itu.Interaksinya dengan Robin selama ini menguatkan firasatnya. Bukan cuma sekali dua cowok itu menunjukkan perhatian yang membuat Vivian merona sekaligus bahagia. Dan merasa istimewa. Dia juga berharap bahwa dirinya tak salah menebak. Sejak Robin mendatangi toko, tak terhitung saat-saat menyenangkan yang mereka bagi walau lebih banyak berada di Super Bakery.Suatu siang, Robin menelepon. Begitu mendengar suara Vivian yang serak karena sedang terkena radang tenggorokan, cowok itu berubah panik. Robin mengajukan sederet pertanyaan yang membuat Vivian tergelak.“Aku baik-baik aja.
last updateLast Updated : 2021-05-05
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status