Home / Fantasi / REINKARNASI / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of REINKARNASI: Chapter 41 - Chapter 50

126 Chapters

LUPAKAN SAJA

     Gendis menatap surat pengunduran diri Nino. Sebagai kekasih, ia memang tidak bisa memaafkan Nino begitu saja. Tapi, sebagai seorang atasan, Gendis harus mengakui jika Nino adalah pegawai yang baik.      Restoran cabang yang dimanageri oleh Nino maju dengan pesat dan omset tiap bulannya juga meningkat. Tidak mudah mendapatkan pengganti yang cekatan dan juujur seperti Nino. "Kau ini lelaki bukan?" tanya Gendis dengan tegas. Mendengar ucapan Gendis, Nino mengerutkan dahinya. "Maksudnya?" "Kau pernah mengatakan jangan bawa masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Lalu ini apa? Sebagai kekasih, saat ini aku memang tidak bisa untuk meneruskan hubungan denganmu. Butuh waktu untukku kembali memikirkan semuanya. Tapi, sebagai atasanmu, aku menolak surat pengunduran dirimu," kata Gendis dengan tegas. "Tapi ....""Tidak ada tapi, memangnya kau sudah mendapatkan pekerjaan baru?" 
Read more

JANGAN MUDAH JATUH CINTA

   Maharani terkejut mendengar cerita Gendis, bagaimana bisa dengan seorang anggota kepolisian. "Kau suka padanya?" tanya Maharani tanpa basa basi lagi. Hal itu jelas membuat Gendis tersipu. "Mama ....""Hati-hati, Nak. Bukan tidak mungkin dia memang sengaja mendekatimu karena ingin mengorek keterangan. Bisa jadi polisi masih mencurigai adikmu," kata Maharani. Namun, Gendis menggelengkan kepalanya perlahan."Dia bahkan tidak menanyakan apa-apa mengenai Genta, Ma. Dia baru saja dimutasikan tepat di hari Genta dimintai keterangan. Hanya di waktu bersamaan saja. Tapi, entah kenapa aku merasa seperti sudah lama sekali mengenalnya ya,Ma.""Maksudmu?" "Saat pertama kali aku melihat dan bicara dengannya, aku merasakan ada satu ikatan yang sudah lama terjalin di antara kami. Aku merasa sangat mengenalnya." "Mungkin dia adalah kekasihmu di masa lalu," kekeh Maharani asal bicara. Namun, bagi Gendis yang dikatak
Read more

MIMPI YANG SAMA

    Raden Suryapala tidak menyangka, di malam pengantin yang seharusnya penuh dengan cinta  berubah menjadi lautan air mata. Baru saja ia akan memulai surga dunia, tapi saat membuka kelambu tubuh Dyah Suyadita sudah terbujur kaku tidak bernyawa."Kenapa kau tinggalkan aku seperti ini, Dinda?!" raung Raden Suryapala. Tanpa berpikir panjang, lelaki tampan itu menghabisi nyawanya sendiri dengan keris yang terselip di pinggangnya.  ***    "TIDAAAK!!!" Gendis berteriak, dan sesaat kemudian gadis itu terjaga. Napasnya tak  beraturan seperti habis berlari jauh. Perlahan kesadarannya kembali sepenuhnya, ia pun mengatur napasnya.      Tak lama pintu kamarnya terbuka, Maharani pun muncul dengan wajah penuh kecemasan."Ada apa, Dis? Kau bermimpi?" tanya Maharani sambil mendekat. "Mimpi itu, Ma. Sudah lama sekali aku tidak pernah bermimpi tentang gadis itu. Tapi, b
Read more

CINTA YANG DINANTI

      Gendis berangkat kerja dengan gembira, bagaimana tidak jika Della baru saja memberi kabar bahwa Buana baru saja datang. Ia bergegas menyudahi dandannya dan segera menyambar kunci mobilnya.      Galih yang sedang menikmati nasi goreng mengerutkan dahi saat putri sulungnya itu hanya mencium pipinya tanpa ikut bergabung."Nggak sarapan?" tanya Galih."Aku sarapan di resto saja, Pa. Ada tamu yang sudah menungguku di sana.""Tamu? Tumben ... Kok nggak biasanya?" tanya Genta. Gendis hanya mengedipkan sebelah mata dan mencubit hidung adiknya lalu segera bergegas pergi."Anakmu kenapa, Ma?" tanya Galih pada Maharani.       Maharani hanya menghela napas panjang dan mengendikkan bahunya. "Dia sedang jatuh cinta mungkin, Pa," celetuk Genta."Hush, jangan sembarangan!" kata Galih. "Pa, obat patah hati itu ya harus lekas menemukan pengganti. Itu obat yang paling ma
Read more

PERSIAPAN KENCAN

     Melihat anak gadisnya pulang jam tiga sore membuat Maharani berjengit. Terlebih saat melihat Gendis mengeluarkan hampir sepertiga isi lemarinya."Kau mau ke mana? Tumben sudah pulang?" tanya Maharani. Gendis menoleh dan tersenyum malu."Hmm ... mas Buana hendak berkunjung dan mengajakku jalan-jalan, Ma."Maharani mengangkat kedua alisnya, "Dia? Buana? Polisi itu?" "KOMPOL Buana, Ma. Dia sudah berpangkat tinggi, meski usianya masih muda," jawab Gendis. "Mama jadi penasaran seperti apa sih, awas saja jika penampilannya ....""Penampilannya bagaimana, Ma?" tanya Gendis.       Maharani tidak menjawab lagi, ia hanya menggelengkan kepala dan meninggalkan kamar Gendis. Sementara gadis itu kembali sibuk dengan pakaian yang nanti akan dikenakannya. Gendis tidak mau terlihat heboh, tapi ia ingin tetap terlihat elegan dan cantik. "Jangan gaun, Gendis. Aduh, kau ini kan hanya akan
Read more

KENCAN

     Gendis hampir tidak percaya ketika ia dan Buana berada satu mobil. Galih langsung memberi izin untuk membawa Gendis pergi ke luar. "Kau cantik sekali malam ini, berbeda dengan biasa bekerja," komentar Buana. Biasanya ia melihat Gendis dengan make up lengkap yang membuatnya terlihat dewasa. Namun, malam ini ia seperti melihat sisi lain dari Gendis. Jujur, Buana lebih menyukai Gendis dengan penampilan yang seperti ini. Lebih terlihat natural. "Memang, biasanya aku tidak cantik, Mas?" tanya Gendis. Buana tertawa kecil, "Cantik, hanya saja aku seperti melihat sisi lain dari dirimu dan aku suka melihatnya. Kau terihat lebih manis seperti remaja ABG yang baru lulus SMA."      Ah, hati Gendis rasanya berbunga-bunga mendengar pujian Buana. "Terima kasih, Mas.""Hmm ... kita ke mana malam ini?" tanya Buana. "Bagaimana kalau kita makan sate kelinci saja dulu, mumpung kita masih berada di Lemb
Read more

INGATAN GENDIS

    Gendis menghela napas panjang sambil menatap Buana. "Aku pernah bermimpi melihat seorang gadis meminum racun di malam pengantin. Mama bilang, itu bunga tidur. Tapi, entah mengapa aku tidak pernah bisa melupakan mimpi itu. Lalu, saat aku beranjak remaja, mimpi yang sama kembali datang. Terakhir kemarin malam, mimpi itu datang lagi, bahkan lebih panjang dari dua mimpi yang sebelumnya. Bahkan, dalam mimpi itu aku bukan hanya melihat. Tetapi akulah gadis yang meminum racun itu. Rasa pahit itu bahkan masih tertinggal, rasa sakit ketika jiwa lepas dari raga pun masih terasa."     Buana diam, ia menunggu ucapan Gendis selanjutnya. "Namaku adalah Dyah Suyadita, aku putri satu-satunya dari seorang pembesar di kerajaan Kahuripan. Ayahku bernama Kebo Rawang, beliau tidak pernah setuju hubunganku dengan kakang Supa Mandrageni karena ia hanyalah pemuda yatim piatu yang diangkat anak oleh seorang pengawal kerajaan.
Read more

SELALU HATI-HATI

       Menjelang pukul 11 malam, Buana sudah mengantarkan Gendis pulang. Ia tidak mau kedua orangtua Gendis jadi tidak respek karena mereka pulang terlalu malam. Galih dan Genta yang sedang duduk di teras langsung menyambut. "Om kira sampai tengah malam," kekeh Galih. "Tidak baik anak gadis pulang terlalu larut, Om. Gendis belum resmi menjadi istri saya. Jadi, saya tidak bisa seenaknya membawa Gendis tanpa mengenal waktu," jawab Buana dengan tegas. Diam-diam Galih merasa kagum dengan pembawaan pemuda di hadapannya ini. Jika memang harus memilih, Galih akan lebih setuju jika Gendis menikah dengan Buana. "Kalau begitu, Om dengan senang hati menunggu kedatangan kedua orangtuamu, Nak Buana," kata Galih membuka jalan. "Papa ...."      Gendis hanya mencolek lengan sang ayah dengan wajah yang memerah menahan malu. Sementara Buana tersenyum, "Kedua orangtua kandung saya sudah lama meninggal. Tetap
Read more

TUGAS BONUSNYA JODOH

    Yongseng membelalakkan mata saat mendengarkan cerita Buana. Bukan hanya Yongseng, AKBP Bayu yang baru saja datang dari Jakarta pun terbelalak kaget."Gila! Kau serius Buana? Aku menugaskan dirimu untuk mendekati keluarga Galih, bukan menikahi putrinya," kata AKBP Bayu sambil menepuk dahinya. Sejak masa pendidikan dulu, Buana adalah salah satu bimbingan AKBP Bayu, tetapi karena prestasi Buana yang luar biasa ia dengan mudah berada di posisi sekarang. Bayu merasa sangat bangga akan hal itu, tetapi terkadang keputusan yang Buana ambil selalu mengejutkan.    Termasuk kali ini, disuruh menyelidiki malah menikah sekalian. "Kau yakin? Buana, aku bicara sebagai seorang kakak kepada adiknya. Pernikahan bukan hal main-main. Bagaimana bisa kau menikahi Gendis? Apa kau benar-benar mencintainya? Kalau hanya karena tugas, lebih baik jangan. Ini urusan masa depan, terlebih pekerjaan kita sebagai abdi negara. Mana bisa punya dua istri atau dengan
Read more

BERKAH

      Sudah hampir lima tahun Supa Mandrageni melakukan tapa brata. Ia hanya duduk bersila dan memusatkan diri kepada Hyang Widi sang maha pencipta. Sebenarnya kepergian Supa Mandrageni ke puncak gunung Ciremai semata ingin melarikan diri dari segala sakit hati dan kisah cintanya yang kandas.       Ia tidak peduli jika memang dalam semedinya ia mati karena tidak makan dan tidak minum. Tetapi, sampai lima tahun ia tidak merasakan apa-apa. Bahkan ia merasa seperti sedang berjalan-jalan ke banyak tempat yang indah.       Malam itu tepat saat cahaya bulan purnama bersinar penuh, hari jumat legi. Selarik sinar tiba-tiba menerangi gua tempat Supa Mandrageni bertapa."Anakku, Supa Mandrageni, bangunlah!"      Tiba-tiba terdengar suara yang bergaung memenuhi gua itu. Suara itu terdengar sangat berwibawa, tetap lembut meski penuh ketegasan. Pertanda jika sang empunya suara adalah orang y
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status