Beranda / Romansa / My Beautiful Bride / Bab 11 - Bab 20

Semua Bab My Beautiful Bride: Bab 11 - Bab 20

101 Bab

Wajah Yang Membatu

Ruang duka, aku kembali ke Ruang duka. Dalam sekejap berita duka opa menyebar kemana-mana, aku terkejut dengan kesigapan Daniel mengatur segalanya.Tapi memang berbeda dengan pemakaman papaku dulu, ruang duka opa Jacob sangat mewah, kakek disemayamkan di ruang besar, dengan tirai berenda-renda, karangan bunga, lampu kristal dan lilin dimana-mana. Orang-orang datang melayat juga membawa bunga, sampai penuh dipajang di jalan masuk ke ruang duka Opa.Suasana riuh, walaupun ini seharusnya dalam suasana berduka, tapi orang yang datang tidak ada yang benar-benar berduka, mereka semua saling sibuk menegur bahkan tidak ada yang merasa aneh saat mereka bercanda dan tertawa.
Baca selengkapnya

Pesanggrahan Indah

Aku tak pernah menyangka hari ini akan datang begitu cepat, hari dimana opa Jacob meninggalkanku sendiri. Hanya dia keluargaku yang ada, dan kini dia juga meninggalkanku. Sekilas ada rasa marah kepadanya yang terbujur kaku di hadapanku, teganya opa meninggalkanku! Tapi kini aku menatapnya dan berharap dia bangun dan berkata dia hanya bercanda seperti biasanya.Aku menatap ke sekelilingku, penuh dengan orang asing, yang bahkan tidak merasa perlu untuk berpura-pura sedih, mereka makan dan minum sambil mengobrol, saling bercanda.Mataku tertuju kepada seorang wanita kurus mengenakan kaos polo hitam dan jeans yang terlihat sangat terpukul. Dia pasti lelah, segala usahanya terbuang sia-sia, opa tetap saja pergi.
Baca selengkapnya

Mencuri Ciuman

Kali ini aku sudah tidak canggung lagi menggendongnya, Anna hanya mengigau sedikit kata-kata yang aku tidak mengerti saat aku mengangkatnya dari kursi penumpang. Sepasang kaki putihnya telanjang, karena sepatunya tertinggal di mobil, biarlah besok bisa diambil. Aku sudah sangat lelah, pemakaman Opa direncanakan dimulai pukul 10 besok pagi.Aku meletakkannya di sisi tempat tidur yang sama seperti kemarin, dia langsung menekuk tubuhnya dan menarik selimut tanpa sadar. Cih, Anna sudah merasa seperti di kamarnya sendiri. Wajahnya merengut, tidak seperti kemarin, mungkin dia sedang bermimpi buruk, aku menghela napas panjang lalu menghampirinya dan membetulkan letak posisi kakinya yang keluar dari selimut, lalu segera membersihkan diri.Saat ak
Baca selengkapnya

Salah Ukuran

Aku bermimpi indah sekali. Aku menjadi putri salju yang sedang bermain-main dengan binatang-binatang di hutan, lalu datang seorang nenek sihir memberikan aku gelas plastik bekas. Dia menyuruhku untuk membuangnya ke tong sampah, tapi anehnya saat aku memegang gelas plastik bekasnya, aku langsung jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Untunglah ada pangeran yang langsung menangkapku, dan meletakkanku di atas tumpukan jerami kering, dia tersenyum lalu menciumku.Aku terbangun dengan puas, ah mimpiku indah sekali, lalu menyadari aku tidak ada di kamarku, tetapi kamar ini terasa familiar, ah tidak! apa aku ada di kamarnya lagi? aku segera memeriksa baju dan celanaku, syukurlah masih lengkap, walau bagian selangkanganku agak sakit karena tidur mengenakan celana jeans.
Baca selengkapnya

Pemakaman Opa Jacob

Aku tahu seharusnya aku mengalihkan pandanganku tapi rasa keingintahuanku melampaui logika. Aku maju lebih dekat dan bersembunyi di balik pintu kamar pakaian, aku melihat Anna masuk kembali ke kamar mandi sambil mengambil salah satu setelan baju secara asal.Aku mengulang pemandangan indah tadi, air masih menetes dari rambutnya, pundaknya putih dan jenjang, dadanya tidak serata yang aku pikirkan, ukurannya pas untuk tubuhnya yang mungil, perutnya rata dengan bagian bokong yang penuh, hatiku penuh rasa bersalah mengintipnya seperti itu.Saat dia masuk ke kamar mandi lagi, aku segera keluar dari kamar pakaian tapi tiba-tiba Anna keluar lagi saat aku sudah di dekat pintu."Kamu! mau apa kamu?" jeritnya kaget. Aku berusaha mengalihkan perhatianku, tapi sungguh itu hal yang sulit. Anna sangat sexy di hadapanku. Dia masih mengenakan handuk walau terlihat dia sudah mengenakan BH hitam dibalik handuknya."Keluaaar!" jeritny
Baca selengkapnya

Sepatu 15 Juta

Kami sampai dalam waktu cepat karena rumah Ethan terletak tidak terlalu jauh dari Ruang Duka. Aku kembali menatap Opa Jacob yang tertidur abadi di peti matinya, betapa menakjubkan kehidupan itu, hanya sesaat yang lalu kami makan dan bercanda bersama, kini Opa hanya bisa terbujur kaku di sana.Ibadah tutup peti terasa singkat, dalam beberapa waktu peti segera ditutup, alunan lagu dinyanyikan untuk menguatkan hati, aku kembali terisak, dan memandang Ethan. Dia berdiri kokoh, tapi matanya memperlihatkan kehilangannya, aku berdiri disampingnya, merangkul lengannya, setidaknya hanya itu yang aku bisa lakukan.Ethan menyetir dalam diam saat mengikuti mobil jenasah yang membawa Opa ke peristirahatan terakhirnya. Upacara segera dimulai, orang yang ikut ke penguburan semakin sedikit, kemana semua orang-orang yang bercanda tawa kemarin? sepertinya mereka tidak mau repot-repot mengotori sepatunya dengan tanah basah.Aku benar-benar kesulitan untuk mendaki bukit kecil menuju l
Baca selengkapnya

Amarah Yang Misterius

Entah kenapa aku ingin mengantarnya, aku ingin melihat rumahnya atau sebenarnya aku memang belum mau berpisah dengannya aku tidak mengerti, tapi yang pasti saat aku mengantar Anna yang berjalan terseok-seok diatas stilettonya, aku bersyukur aku ada untuk memegangnya.Dia membuka pintu gerbangnya yang sudah berkarat, tidak di kunci? Bahaya sekali, bukannya di daerah sini rawan rampok?"Baik, terima kasih atas tumpangannya." Anna berkata sambil mendorong pintu reot itu, tapi aku mendorongnya dan bermaksud ikut masuk ke dalam."Kenapa?" Dia bingung memandangku."
Baca selengkapnya

Setelah Dia Pergi

Dia pergi dengan tergesa-gesa, setelah meminta ijin kepada Mama. Cih! untung dia masih inget sopan santun, dasar pria nggak jelas! Aku masih memandang ke arah dia pergi tanpa sadar, sampai mama terbatuk."Sudah layaknya dia marah," mama memandangku, sambil berdiri menuju dapur."Bagaimana jadinya malah dia yang layak marah Ma?" tanyaku kesal."Ingat Anna, dia baru kehilangan Opanya, dia benar-benar sendirian sekarang, pasti kondisinya tidak stabil," jawab mama sambil membuka kulkas sambil bersiap untuk masak makan siang.Aku terpaku menatap punggung mama yang
Baca selengkapnya

Raka Sayang

Walaupun aku sudah menyetir jauh, aku masuk ke dalam rumah masih dalam keadaan kesal, dasar wanita brengs*k sudah untung aku bantu malah menyalahkan aku akan semua yang terjadi, pikirku dalam hati."Cih!" hardikku ketika begitu sulitnya aku untuk membuka kerah kemejaku. Hatiku terasa panas, aku terlalu gusar  untuk bisa berkonsentrasi, masih dengan mengutuk aku masuk ke dalam kamarku dan segera membanting diri ke kasur. Mengapa aku begitu emosi, tidak dapat ku mengerti? Tapi jika berhubungan dengan wanita itu aku memang selalu bereaksi berlebihan.Aku menatap langit-langit kamarku, membayangkan apa saja yang terjadi sepanjang hari ini. opa sudah di kubur, dan akhirnya urusanku dengan wanita itu selesai. Aku hanya tinggal melanjutkan
Baca selengkapnya

Surat Waktu Itu

Jam kerja yang membosankan akhirnya berakhir juga, sesudah Ema pulang, aku juga segera merapihkan mejaku. Jam 6 tepat aku sudah di pinggir jalan depan kantorku menunggu Raka datang. Tak lama dia menghampiriku dan memberikan helm."Nyokap lo, masak ga ya?" tanya Raka saat aku duduk di bangku penumpang."Ngga tau, memangnya kenapa?" aku merapihkan dudukku lalu merangkul Raka, karena motor Raka adalah motor yang agak tinggi bagian belakangnya."Ada deh," sahutnya misterius sambil tersenyum lalu menjalankan motornya dengan kencang sehingga aku harus mengeratkan peganganku.Jalan Jakarta hari ini tidak biasanya lancar, dalam waktu singkat kami sudah berada di daerah perumahan kami, tapi ternyata Raka melewati belokan ke perumahan kami."Mau kemana kita?" tanyaku lagi berteriak untuk mengalahkan suara motor."Ada, nanti lo bakalan tau juga."  Dia juga berteriak menjawabku. Aku memperhatikan ke sekelilingku, sepertinya kami menuju pasar malam, dan b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status