Home / Romansa / My Beautiful Bride / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of My Beautiful Bride: Chapter 31 - Chapter 40

101 Chapters

Seperti Bayi

Dasar perempuan bodoh! habis bajuku dan celanaku terkena muntahannya, ini tak lagi lucu! Aku memandang bajuku yang penuh muntahannya. Dia menatapku dengan penuh rasa bersalah. Aku segera keluar dari mobil, dan mencoba membersihkan pakaianku dengan tangan, ugh aku jijik sekali, dasar wanita kampung*n, minum wine saja sampai muntah begini! Aish! "Maaf pak, silahkan membersihkan diri di toilet," ucap satpam penjaga parkir di restoran. Aku menatap Bang ucup dan menghela napas panjang, sepertinya marah-marah memang tidak ada gunanya. Aku mengangguk lalu kembali masuk ke dalam. Trudy separuh tertawa separuh kasihan saat melihatku. Dia memberikan aku handuk kecil dan kaos hitam seragam dari pelayan disitu. Aku menerimanya dengan kesal dan segera masuk ke toilet mencoba membersihkan diri. Setelah berusaha setidaknya sedikit lebih bersih dari sebelumnya, aku keluar dengan mengenakan kaos, yang langsung diberikan dua jempol oleh Trudy. 
Read more

Apa Yang Kulakukan?

"Umm, Ethan?" Haduh aku malu sekali, apa yang terjadi, tapi tidak ada orang lain yang aku bisa tanya selain dia. Dia menoleh dan menatapku, aku segera menarik selimut sebagai perisaiku."Bajuku?"  Aku tak sanggup mengucapkan kata lain."Bajumu penuh dengan muntah, sudah aku masukkan ke tong sampah, aku tak tahan dengan baunya, aku akan ambilkan bajuku saja." jawabnya seenaknya, astaga Ethan benar-benar menyebalkan."Ish... itu baju kerjaku!" jawabku kesal, dia menuju lorong di samping tempat tidur, tak lama dia kembali dan meletakkan bajunya di atas tempat tidur."Pakai ini saja dulu," ucapnya menatapku, aku segera menarik selimut, berusaha menutupi apa yang bisa aku tutupi, rasa maluku membuat wajahku terasa panas. Kali ini aku benar-benar lupa apa yang telah terjadi."Tapi sebaiknya kamu mandi, kamu bau!" ucapnya dingin, lalu keluar dari kamar. Ah... kalau terjadi sesuatu diantara kami, tidak mungkin dia seketus itu, pikir ku dalam hati.Ak
Read more

Aku berkata Jujur

Aku mendengar langkah kaki wanita itu, mengikuti ke ruang baju, aku segera memberikan seset linen untuk alas tidurku nanti. Dia yang diam saja dari tadi ternyata hanya mau segera pulang, namun aku belum rela melepasnya pulang. Dia segera menuju tempat tidurku, dan mulai melepas selimut, saat dia melakukannya tanpa sadar dia memajukan bibirnya mengejekku. Saat aku tegur dia malah yang lebih marah dari padaku, wanita ini benar-benar membuatku darah tinggi."Kamu kenapa nggak menghentikan aku minum wine!" ucapnya marah, Ish... bagaimana aku menghentikannya, botol itu dia yang peluk seperti memeluk bayi, sudah berhasil merebutnya saja aku seharusnya diberikan selamat."Kamu yang minum sendiri, tuang sendiri, sampai aku harus tarik botol dari kamu? kamu sama sekali tidak ingat ya? Kamu memuntahkan semua ayammu dan ayamku ke badanku!" jawabku dengan kesal, matanya coklat mudanya yang tadi melotot seketika meredup mendengar perkataanku. Dia menunduk kembali, menyibukkan dirinya
Read more

Perasaan Bersalah

"Kenapa kamu menghindar, tadi kamu menciumku duluan, kamu bilang bibirku berbahaya, lalu menciumku mesra." Dia menyentuh pipiku dengan lembut, lalu menunduk, dengan jantung berdebar kencang, aku segera menghindari apapun yang mau dia coba lakukan. Ciuman hari ini adalah kesalahan, baik saat ada Leona, maupun di kantornya, aku harus bisa melawannya, dia tidak bisa seenaknya menciumku. Matanya yang gelap menatapku dengan penuh emosi, napasnya yang hangat memburu mengenai wajahku, tiba-tiba dia melepaskan pelukannya sehingga aku terlempar ke atas tempat tidur, lalu dia berjalan cepat meninggalkanku sendirian di kamar dengan penuh amarah.Setelah terhempas di kasur begitu saja, entah kenapa aku langsung merasa bersalah. Suara di kepalaku tiba-tiba menyalahkan diriku, mengapa aku mengecewakannya? Wajahnya tadi begitu marah, bagaimana kalau dia jadi marah denganku? Aku termenung sesaat, lalu berpikir, memangnya kenapa kalau dia marah? pikiranku seperti terkena racun. Sudah sepantasn
Read more

Aku Juga Bisa Marah

Aku memandangi kursi putih itu terpaku sesaat akan kisah di belakangnya, lalu menghela napas dan kembali menutup pintu. Di waktu itu Papa sedang bersama dengan pacarnya entah yang keberapa. Kaki kecilku berlari ke bawah dengan panik. Aku tahu tak seharusnya mamaku melayang di udara seperti itu. Aku berlari segera menuju dapur tempat biasa para pengasuhku berkumpul, air seniku mengalir sepanjang jalan sehingga membuat jejak panjang yang berbau pesing. Dengan panik para pengasuh segera mengurusku dan menghubungi papa dan opa. Opa Jacob segera datang, dan mengurus semua, sedangkan baru keesokan paginya papa dapat dihubungi dan datang hanya untuk berpura-pura meratap di peti mati mama. Aku tidak pernah percaya papaku pernah sedetikpun mencintai mamaku walaupun setelah itu papaku tampak begitu terpukul dan terdiam sepanjang wa
Read more

Kontrak Pernikahan

Pergelangan tanganku terasa panas karena tarikan tangannya yang kasar. Aku kini duduk bersamanya di bagian belakang mobil. Daniel menyetir di depan. Suasana di mobil begitu hening dan mencekam, aku masih mengelus pergelangan tanganku yang memerah karena perbuatan Ethan. Aku menatapnya, napasnya masih memburu, dia menatap keluar ke arah jendela, sehingga aku tidak dapat melihat wajah tampannya. Aku merasakan getaran dari dalam tasku, aku segera meraih handphoneku, Raka."Halo," ucapku menjawab telepon. Ethan menoleh dan langsung memperhatikanku. "Lo dimana? seluruh kantor ngomongin aneh-aneh tentang lo, masa katanya lo yang punya pabrik? Aneh banget kan?" tanya Raka tertawa gugup. "Iyah, nanti aku cer
Read more

Dipaksa dan Terpaksa

 "Sekarang tanda tangan!" Aku memerintahkannya sambil mengambil kertas kontrak tadi dan meletakkannya di hadapannya. Aku memberikan pulpen kepadanya, dia mengambil pulpen itu dengan marah. Dia membaca ulang perjanjian, aku dapat melihat berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya, dia mulai mengulur-ulur waktu. Kesabaranku mulai habis, kepalaku seperti mau pecah, berdenyut pilu seperti sedang di hantam palu. "Cepat, tanda tangan, aku nggak punya waktu seharian untuk menunggumu," Aku menyerah, sepertinya aku harus rebahan, mudah-mudahan dengan keadaan seperti ini, aku bisa tidur. Dia menatapku sebentar sesaat sebelum menandatangani kontrak itu, tanpa bisa kutahan, senyumanku terbit, dia akan menjadi istriku, dengan itu semua harta Opa sudah aman di tanganku. Akhirnya dia menandatanganinya, aku begitu lega sehingga aku ingin memeluknya, pikiran bodoh, buat apa aku memeluknya? Anna malah kembali berlinang air mata dan berlari menuju M
Read more

Tidak Mungkin

Saat aku bertangis-tangisan dengan mama, tiba-tiba aku mendengar bunyi terjatuh yang keras dari depan. Hatiku mencelos, dari tadi siang aku sudah memperhatikan, wajahnya terlalu pucat sehingga tidak wajar. Aku segera berlari menuju ruang depan. Ethan jatuh tergeletak di lantai."Ethan,...Ethan? Kamu ga apa-apa?" Aku menghampirinya, menaruh kepalanya di atas pangkuanku, dengan panik aku menyentuh wajahnya  yang ternyata panas sekali, dia demam. Dia mencoba membuka matanya, namun keningnya segera berkerut, seperti menahan sakit.Mama berjongkok di sebelahku dan menyentuh keningnya."Dia demam tinggi," ucap mama, dia berjongkok di sebelahku dan ikut menyentuh wajah Ethan. Wajah Mama terlihat khawatir, dia memaksa dirinya 
Read more

Sakit

"Kamu sudah tanda-tangan kontrak, kamu harus menikah, kalau tidak aku akan memasukan kalian ke penjara," ucapku dengan kesal. Wajah Anna terkejut dan langsung terlihat bersalah. Tapi mamanya tampak tidak peduli dan malah pura-pura tidak mendengar. Wanita paruh baya itu meletakkan tumpukan piring dan tersenyum padaku. "Mari makan, kamu suka nggak sambel terasi?" tanya mamanya Anna dengan santai, dia menunjuk ke kursi reot di dekatku. Aku pada awalnya hendak menghardik wanita tua itu, namun saat mataku bertemu dengan mata tuanya, hatiku terasa aneh, aku teringat kata-katanya yang lembut tadi saat aku terjatuh. Aku menggertakkan gigiku, dan duduk di kursi yang ditunjuk. Anna terlihat lega, lalu duduk di sisiku. "Tumis
Read more

Seranjang Berdua

Aku segera mengambil remote AC dan menyalakan AC kamarnya, mengapa AC harus dimatikan sih? Apakah mereka tidak kepanasan? "Eh, kok kamu masuk di kamarku?" tanya Anna dengan panik ikut masuk ke kamarnya. "Aku lalu tidur dimana? Aku ga mau tidur di meja makan," ujarku kesal, rumah ini aneh, sofa pun tak ada. Aku membuka kancing  tangan kemejaku. Anna terpekik pelan."Kenapa lagi?" tanyaku sambil meneruskan membuka kancing kemejaku."Kenapa kamu buka baju?" Dia menunjuk tanganku yang masih membuka kancing. Ah, aku memang selalu tidur hanya mengenakan kaos dalam, aku tidak mau tidur dengan kemeja.
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status