All Chapters of Pengantin Tuan Haidar: Chapter 511 - Chapter 520
606 Chapters
( S2 ) Bab 63. Pelukan Seorang Ayah
Tuan Indra terdiam dalam beberapa detik, air matanya luluh begitu saja saat Anisa menyebutnya Ayah."Apa saya tidak salah dengar? Kamu memanggil saya Ayah?" Anisa mengangguk pelan. "Saya sudah tahu kalau anda Ayah saya, hanya saja hati ini belum bisa menerimanya, tapi saya akan belajar memanggilmu Ayah.""Saya tidak akan memaksa kamu untuk menerima Ayah sepenuhnya. Saya akan menuruti semua keinginanmu untuk menebus dosa-dosa Ayah padamu.""Saya hanya ingin anda merahasiakan keberadaan saya. Jangan mengumumkan status saya ke publik. Selain anda, keluarga anda tidak boleh tahu kalau saya ini anakmu."Saat orang tua Tuan Indra, datang mengancam dia dan ibunya, Anisa sudah besar dan sudah mengerti tentang permasalahan Ibu dan neneknya. Dari situlah ia sadar kalau keluarga sang ayah tidak menginginkannya.Walau masih bingung dengan permintaan sang anak, tapi laki-laki tua itu mengangguk setuju. Baginya diakui saja sudah sangat bersyukur.
Read more
( S2 ) Bab 64. Takut Kehilangan Lagi
"Ini sepenuhnya kesalahanku." "Kejahatan kalian tidak bisa dimaafkan, Mas. Andai saja nggak ada anak ini, aku nggak akan mau memaafkanmu, walau aku cinta sama kamu," ucap Anisa sembari mendelikkan matanya pada Bara. "Sayang, kamu boleh menyalahkanku, tapi jangan membenci Mas Gara. Dia Kakak terbaik yang aku punya. Ini semua kesalahanku, Mas Gara sama sekali nggak tahu." Bara meraih tangan Anisa, lalu menciumnya dengan mesra. "Kamu tambah cantik kalau lagi marah." "Gombal!" Anisa memalingkan wajahnya dari laki-laki yang sedang bersandar pada tempat tidurnya. "Aku nggak gombal, kamu memang sangat cantik. Aku sangat mencintaimu, kamulah satu-satunya wanita yang membuatku hampir gila karena tidak bisa jauh darimu. Kamulah bidadari surga yang Tuhan berikan untukku. Maafkan aku karena aku terlalu mencintaimu." Anisa menoleh pada laki-laki yang sedang tersenyum menggodanya. "Apa waktu kecil kamu kebanyakan makan gula? Kenapa ucapanmu begitu manis?"
Read more
( S2 ) Bab 65. Masa Lalu
"Aku sangat takut kehilanganmu lagi. Aku pernah kehilanganmu saat merahasiakan identitasku, maka dari itu aku akan mengungkap siapa diriku."Bara memejamkan matanya, menghirup napas dalam-dalam supaya lebih tenang. Lengkungan bibirnya terlukis indah di wajahnya yang masih terlihat pucat.Tatapannya yang sayu menatap wajah cantik kekasihnya sambil menggenggam lengan wanita itu. Bara mengatakan kejujuran tentang masa lalunya. Tidak ada yang ia sembunyikan, semua ia ungkap kepada Anisa. Bahkan tentang mantan terakhirnya yang menikah diam-diam dengan temannya sendiri. Bara menceritakan semuanya dari awal hingga akhir."Terima kasih karena kamu sudah hadir dalam kehidupanku. Ketulusan cintamu mampu mengubah hidupku yang kelam ini." Bara mencium tangan kekasihnya dengan mesra. "Aku berharap kejujuranku nggak akan membuatmu pergi lagi dari hidupku.""Semua orang mempunyai masa lalu yang tidak selalu manis. Aku hargai kejujuranmu. Walaupun merasa kec
Read more
( S2 ) Bab 66. Sangat Memalukan
"Mommy khawatir sama Bara. Di saat dia sakit, Mommy nggak ada di sana.""Dia tadi hampir mati, Mom, tapi saat Anisa memaafkannya dia langsung sembuh. Percayalah Mommy pasti diabaikan karena mereka sudah berbaikan." Gara tersenyum sembari melirik Bara yang berada di sampingnya."Bohong, Mom. Mommy tegap wanita nomor satu yang ada di hatiku."Bara berusaha meyakinkan sang mommy kalau dirinya akan terus menjadikan wanita yang melahirkannya itu prioritasnya."Bara, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kamu masih pusing atau mual?""Nggak, Mom, aku udah sembuh.""Dia langsung sembuh setelah Anisa memaafkannya. Kalau aku jadi Anisa, aku pasti berpikir kalau anak itu hanya pura-pura sakit saja." "Kamu benar, Bang. Tadi Anisa juga mengira aku berpura-pura sakit.""Bersyukurlah karena kamu sakit, Anisa memaafkanmu!" balas Gara sembari tertawa pelan."Kamu ini, adikmu lagi sakit, kenapa ditertawakan?""Apa dia beneran sa
Read more
( S2 ) Bab 67. Saling Mendukung
"Hahaha ... bukan begitu, Bang.  Aku cuma mau bantu saudaraku tersayang yang sudah merelakan bidadarinya untukku.""Anisa itu bidadari kamu bukan saya. Tuhan hanya menitipkan pada saya sebelum menyerahkannya kepada yang berhak."Walau hatinya merasa sakit, tapi ia harus berpura-pura bahagia. Ia lebih sakit melihat adiknya terbaring lemah."Bang, aku mau peluk kamu." Bara merentangkan tangannya ingin memeluk Gara, tapi pemuda itu menolaknya."Sudahlah, jangan banyak tingkah! Sebaiknya kamu istirahat!"Gara melipat tangannya di depan dada sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dengan mata terpejam."Dia tetap sama seperti manusia es," gumam Bara."Saya dengar.""Maaf, Bang," balas Bara sembari menahan tawanya.Bara memerhatikan ke sekeliling ruangannya, tidak ada yang bisa dijadikan tempat untuk Gara beristirahat. Hanya ada dua ranjang pasien yang kosong, mana mungkin Gara mau tidur di ranjang p
Read more
( S2 ) Bab 68. Cemburu
Gara menubruk Bara, hingga keduanya jatuh di lantai kamar mandi.Suara mereka terdengar hingga keluar ruangan, membuat pengawalnya bergegas masuk ke dalam ruang perawatan sang tuan."Tuan muda!"Laki-laki tegap itu membantu Gara untuk bangun, kemudian mereka berdua membantu Bara, dan memapahnya sampai tempat tidur.Anisa berjalan cepat saat melihat Bara dipapah oleh dua orang. Pintu ruangan itu terbuka lebar hingga ia bisa melihat kekasihnya dari kejauhan."Ada apa?" Anisa panik melihat jarum infus yang terlepas dari tangan kekasihnya. "Aku panggil Dokter dulu."Ia bergegas memanggil Dokter jaga untuk membantu calon suaminya setelah menaruh makanan yang ia bawa di atas meja di samping ranjang pasien."Bara, maafkan saya," ucap Gara setelah adiknya terbaring di tempat tidur. "Apa ada yang sakit?""Pantatku sakit," jawab Bara sambil mengusap pantatnya yang dimiringkan. "Memangnya Abang mau ngapain?""Mau mendobrak pintu ka
Read more
( S2 ) Bab 69. Menjodohkan Gara
"Apa aku boleh meminta sesuatu kepada orang tuamu?" tanya Anisa ragu."Boleh, Sayang. Kamu bisa mengatakannya langsung pada mereka."Anisa tersenyum sambil mengangguk."Aku mau menelpon Mommy, apa kamu mau mengatakannya sekarang?""Nanti saja. Aku ingin berbicara langsung kepada beliau," jawab Anisa. "Sangat tidak sopan kalau aku mengatakan ini di telepon.""Baiklah!" Bara mengambil ponselnya di bawah bantal, lalu menelpon sang mommy. "Aku telepon Mommy sebentar.""Beliau ibumu, wanita yang melahirkanmu, tidak perlu meminta izinku kalau hanya untuk menelponnya saja."Bara tersenyum senang sambil menempelkan benda pipih itu di daun telinganya."Halo, Mom," sapa Bara kepada bidadari sang daddy. "Gimana kabar Mommy dan Daddy?""Sayang, gimana kabarmu hari ini? Apa masih lemas, mual atau pusing?"Andin malah balik bertanya. Ia sangat mengkhawatirkan anaknya."Hmm ... kalau aku sakit aja manggilnya
Read more
( S2 ) Bab 70. Tak Akan Terpisahkan
"Boo, kamu kenapa?" Andin menangkup wajah suaminya. Air matanya mengalir tanpa terasa. Sang pengawal memberhentikan mobilnya di bahu jalan. Lalu, keluar dari dalam mobil, membiarkan tuannya berdua dengan sang istri.Ketika pengawalnya pergi, Haidar membungkam mulut istrinya. Ia melumatnya dengan rakus. Bibir sang istri selalu menggodanya, menjadi candu yang tidak bisa ia hindari.Haidar tidak melepaskan istrinya begitu saja. Ciuman panas di pagi hari berlangsung lama sampai akhirnya Andin menyerah dan membalas ciuman suaminya."Jangan pernah menakuti aku lagi!" ucap Andin di sela ciumannya. Wanita itu kembali mendaratkan bibirnya di bibir sang suami. Lumatan lembut dari keduanya membuat ia lupa diri kalau dirinya sedang berada di dalam mobil.Ciuman panas itu terhenti setelah semuanya sama-sama puas. Haidar mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya. "Terima kasih, Bee. Aku sangat mencintaimu.""Aku juga sangat mencintai
Read more
( S2 ) Bab 71. Rumah Kenangan
“Silakan duduk Tuan, Nyonya!” Tuan Indra mempersilakan Haidar dan Andin untuk duduk di karpet permadani. "Rumah ini sudah lama tidak ditinggali, jadi perabotnya sudah tidak layak pakai dan akhirnya dibuang oleh orang yang mengurusnya," kata Tuan Indra yang mengetahui info tersebut dari Bu Eni. "Maaf, kalau membuat Tuan dan Nyonya Haidar tidak nyaman.""Tidak apa-apa, Tuan," balas Haidar. "Di sini sangat nyaman. Walau tidak ada sofa atau sejenisnya, tapi rumah ini sangat rapi dan bersih.""Rumah ini kenangannya semasa kecil, ia pasti mengurusnya dengan baik."Tuan Indra mengedarkan pandangannya ke setiap sudut rumah yang tidak banyak berubah, masih sama seperti waktu pertama kali ia datang untuk menikahi Dahlia, ibu kandung Anisa.“Tuan Indra terima kasih ya sudah membantu anak saya menemukan Anisa,” ucap Andin dengan tulus kepada laki-laki yang duduk di depan suaminya.“Seharusnya saya yang be
Read more
( S2 ) Bab 72. Sedingin Es
Gara menoleh pada sang mommy, lalu berkata, “Mau jemput Bara, Mom.”“Mommy ikut.” Andin berjalan mendekati anaknya.Ia sudah rindu sekali dengan anaknya yang sedang sakit. Sejak semalam terus memikirkan Bara.“Mommy tunggu di sini saja, kita hanya sebentar. Mereka sudah menunggu sejak tadi.”Gara segera pergi bersama dengan pengawal setianya untuk menjemput Bara. Tidak sampai sepuluh menit mereka sudah sampai di sebuah puskesmas karena memang jaraknya yang tidak terlalu jauh.Saudara kembarnya itu sudah menunggu di luar bersama dengan Anisa.Gara turun dari mobil, lalu menghampiri adiknya. “Maaf, saya telat menjemput kalian.”“Nggak apa-apa, Bang, kita juga baru keluar.” Bara tersenyum pada saudara kembarnya.“Apa kamu bisa berjalan sendiri? Atau butuh kursi roda?” tanya Gara sambil memegangi bahu sang adik untuk membantunya berjalan.“Kamu itu
Read more
PREV
1
...
5051525354
...
61
DMCA.com Protection Status