All Chapters of Pengantin Tuan Haidar: Chapter 491 - Chapter 500
606 Chapters
( S2 ) Bab 43. Perubahan Sikap Bara
"Bee, kamu istirahat ya!" Haidar membelai wajah sang istri dengan jarinya. "Aku nggak mau kamu sakit gara-gara memikirkan masalah anak kita.""Kamu juga harus istirahat! Aku nggak mau kamu sakit lagi." Andin menggenggam tangan suaminya, lalu mengecupnya dengan mesra. "Maafkan ucapanku tadi.""Bee, aku mencintaimu seperti ini. Aku malah takut cintamu sudah tidak seperti dulu lagi kalau kamu tiba-tiba berubah." Haidar tertawa pelan sembari menyubit pipi sang istri. "Jangan pernah berubah! Cintai aku sampai napas terakhirku.""Aku akan selalu mencintaimu sampai kapan pun. Cinta kita tidak akan pernah mati, cinta ini akan abadi sampai kita mengembuskan napas terahir, bahkan aku berharap supaya kita dipertemukan lagi di kehidupan yang baru."Haidar mengecup tangan istrinya sembari menatap wajah sang istri. Kemudian ia mengecup bibir wanita yang sangat ia cintai itu. "Istirahatlah!"Haidar melangkahkan kakinya menuju sofa setelah Andin memej
Read more
( S2 ) Bab 44. Penyakit Yang Aneh
“Aku minta satu orang pengawal yang berjaga di dalam untuk membantuku kalau aku ingin ke kamar mandi, tubuhku lemas sekali. Berjalan dari kamar mandi saja, kakiku sampai gemetaran.” “Pakai kursi roda saja,” usul sang daddy yang ditolak oleh Gara. “Aku masih bisa berjalan, walaupun masih lemas,” sahut Bara. Ia tidak mau terlihat lemah, walaupun tubuhnya lemas seperti tidak ada tenaga sama sekali.” “Tadi ‘kan Mommy sudah minta perawat untuk berjaga 24 jam di sini, tapi malah kamu suruh keluar,” ucap sang bunda. “Aku nggak mau dekat dengan wanita, aku mual jika berada di dekatnya,” jawab Bara setelah mengatur napasnya yang masih ngos-ngosan setelah berjalan dari kamar mandi. “Hahaha … apa Mommy nggak salah dengar?” Andin tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat yang diucap
Read more
( S2 ) Bab 45. Antara Cinta Dan Benci
Haidar bangun dan terduduk. Ia menatap bola mata sang istri yang juga sedang menatapnya. "Apa yang ada dalam pikiran kita sama?" "Anisa hamil," ucap Andin dan Haidar bersamaan."Boo, kamu harus secepatnya mencari Anisa! Ini sudah lebih dari sebulan ia pergi, tapi belum ada juga yang menemukannya. Coba kamu cari di desa yang jauh dari perkotaan."Andin menggenggam tangan suaminya. Berharap orang-orangnya bergerak dengan cepat untuk menemukan Anisa."Iya, Bee. Maafkan aku karena selama ini tidak serius mencari Anisa. Mulai besok, aku akan mengerahkan semua pengawalku untuk mencarinya."Haidar menarik Andin ke dalam pelukannya. Ia khawatir kalau dugaannya akan semakin menambah beban pikiran istri7nya."Kita akan mencarinya diam-diam, jangan sampai media tahu akan hal ini! Aku tidak mau masalah ini akan merusak reputasi Gara "Iya, Boo."Haidar melepas pelukannya, menangkup wajah cantik sang istri , lalu mengecup keningn
Read more
( S2 ) Bab 46. Hadiah Istimewa
Pagi-pagi sekali Andin bangun, ia menoleh ke tempat tidur anaknya tapi Bara tidak ada di sana. "Bara ke mana?" Andin pun turun dari tempat tidurnya, berjalan mendekati ranjang pasien, lalu menoleh ke kamar mandi, melihat sang pengawal sedang berdiri di depan pintu kamar mandi."Selamat pagi, Nyonya," sapa pengawal itu sembari menunduk hormat saat istri tuannya berjalan mendekati."Apa Bara ada di dalam?" tanya Andin sembari menunjuk kamar mandi."Iya, Nyonya. Tuan muda merasa mual dan minta secepatnya diantar ke kamar mandi.""Mual," gumam Andin. 'Apa dugaanku benar, kalau Anisa sedang hamil? Atau ... jangan-jangan wanita lain yang dihamili Bara. Apa ada dua wanita yang hamil karena ulahnya?'Andin bertanya pada dirinya sendiri di dalam hati. Tatapannya kosong, memikirkan masa depan anak dan cucunya kelak jika dugaannya benar terjadi.Seketika kepalanya merasa sangat sakit memikirkan kelakuan anaknya. Wanita itu memegangi kepala
Read more
( S2 ) Bab 47. Hanya Kamu
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Bara sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik dan tidak ada penyakit yang serius.Andin sangat bersyukur anaknya bisa cepat pulih. Ia sangat cemas dengan keadaan putranya. Sebelumnya Bara jarang sekali sakit, hingga Andin begitu khawatir ketika anaknya masuk rumah sakit."Apa kamu masih mual?" Andin memperhatikan anaknya yang sejak tadi duduk di pinggiran tempat tidur setelah keluar dari kamar mandi."Bara menggeleng pelan. "Nggak, Mom." "Kamu bisa jalan sendiri? Nggak mau pakai kursi roda?" Andin masih mengkhawatirkan kondisi anaknya yang selalu kambuh di pagi hari."Mom, aku sudah sehat. Aku kuat jalan sendiri, ngapain pakai kursi roda."Bara menolak untuk memakai kursi roda karena kondisinya memang sudah baik-baik saja.Sedangkan sang mommy masih merasa khawatir dengan keadaan anaknya sebab sejak keluar dari kamar mandi wajah Ba
Read more
( S2 ) Bab 48. Pasti Kembali
“Kamu bawa apaan?” tanya Andin kepada anaknya yang baru saja pulang dari rumah Anisa sambil menenteng paperbag berwarna coklat.“Baju Anisa,” jawab Bara dengan santainya sambil melenggang menuju kamarnya meninggalkan sang mommy yang masih terbengong. Andin membalikkan badannya menghadap Bara yang berjalan menjauhinya. “Baju Anisa? Buat apaan?” Gumam Andin sembari menatap punggung anaknya yang sedang menapaki anak tangga menuju lantai dua. “Jangan-jangan!”Andin segera menyusul anaknya menuju lantai dua. “Ya ampun kenapa dia sampai punya pikiran seperti itu.”Andin berpikir kalau anaknya akan menggunakan cara yang jahat untuk mendapatkan Anisa kembali.Melihat istrinya berjalan terburu-buru, membuat Haidar khawatir terjadi sesuatu terhadap putranya yang baru pulang dari rumah sakit.Ia berjalan cepat menghampiri istrinya sembari berteriak, "Bee, kamu mau ke mana?” 
Read more
( S2 ) Bab 49. Kambuh Lagi
Pagi-pagi sekali Bara sudah membuka mata, ia segera turun dari ranjang, lalu berlari ke kamar mandi.Bara berusaha mengeluarkan isi perutnya. Namun, karena belum terisi apa-apa membuat ia tersiksa saat berusaha memuntahkannya. Rasa mual dan pusing tidak bisa ia hindari di kala pagi.Bara berjalan sempoyongan setelah keluar dari kamar mandi. Ia cepat-cepat naik ke tempat tidur, dan membaringkan tubuhnya di sana."Kenapa selalu kambuh di pagi hari," ucap Bara pelan sembari memejamkan matanya.Tubuhnya gemetaran, kepalanya terasa pusing, dan perutnya terasa sakit. Itu benar-benar menyiksa dirinya.Bara tidak mau keluar dari kamar karena tubuhnya sangat lemas, ia tidak mau sang mommy cemas karena tahu tentang kondisinya."Lapar, tapi nggak kuat bangun," ucapnya pelan, lalu memejamkan mata.Walaupun perutnya terasa lapar, tapi ia lebih memilih untuk kembali memejamkan matanya. Berharap sang mommy segera datang menemuinya. Dan
Read more
( S2 ) Bab 50. Keluarga Anisa
Bara segera turun dari mobil setelah kendaraan mewah itu berhenti di depan rumah kekasihnya.Ia baru ingat kalau Anisa pernah menaruh kotak kayu di lemari dapur. Selama ini tidak ada yang memeriksa area itu.Laki-laki tampan itu langsung menuju dapur. Ia segera mengambil kotak yang ada di bawah tumpukan peralatan dapur."Ini dia," ucap Bara sembari mengelap kotak itu dengan kain lab yang ada di meja dapur.Bara membawa kotak itu ke dalam kamar Anisa, lalu membukanya. Ada beberapa lembar foto anak kecil dan orang dewasa."Apa ini keluarganya? Kenapa dia menyembunyikannya di dapur?" gumam Bara setelah melihat foto anak kecil yang digendong wanita dewasa dan dua orang dewasa laki-laki dan perempuan yang lebih tua lagi.Bara menaruh lembaran teratas itu di tempat tidur, tapi ketika ia melihat tulisan di belakang foto itu, ia kembali mengambilnya."Jadi, ini ibu, nenek, dan kakeknya." Bara membaca tulisan di belakang foto itu yang sudah te
Read more
( S2 ) Bab 51. Tertangkap Basah
Gilang terkejut mendengar suara yang ia kenali. Laki-laki itu langsung menoleh ke belakang. “Om Gilang, sejak kapan ada di sini?”Naya menahan senyum melihat wajah keponakannya yang tertangkap basah sedang mencibir suaminya. Ia belum sempat memberitahukan kalau Gilang sedang berada di toilet.“Aku ada sejak kamu belum lahir,” jawab Gilang setelah duduk di samping istrinya.“Nah ‘kan, berarti memang Om sudah tua,” sahut Bara sembari tertawa pelan.Gilang menatap Bara dengan tajam, hingga Bara mengira kalau laki-laki itu sedang marah besar padanya. “A-ada apa, Om?” tanya Bara dengan gugup sembari menelan ludahnya dengan susah payah.“Bagaimana kabar Anisa? Apa kamu sudah menemukan keberadaannya?” Bara mengembuskan napasnya perlahan. Ia merasa lega, ternyata omnya tidak marah. “Belum, Om,” jawabnya. “Sepertinya Anisa ada di kampung halamannya,
Read more
( S2 ) Bab 52. Bertahanlah Bara
Bara dan Gilang pergi ke rumah Anisa. Laki-laki itu ingin menunjukkan foto keluarga kekasihnya kepada Gilang, berharap omnya bisa membantu dengan petunjuk itu.Dua mobil mewah itu berhenti di pekarangan rumah Anisa yang sudah lama ditinggal penghuninya. Dua laki-laki tampan yang mempunyai sejuta pesona itu keluar dari mobil yang berbeda secara bersamaan. Om dan keponakan yang mempunyai julukan pecinta wanita terlihat sangat memesona."Mari, Om!"Bara berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah itu. Gilang mengikutinya dari belakang sambil melihat ke sekeliling rumah itu."Rumahnya sederhana, tapi terlihat sangat nyaman.""Rumah ini dibeli Abang untuk Anisa karena dia adalah wanita yang dicintai Bang Gara.""Om sudah tahu tentang itu. Jangan diungkit lagi! Gara memang seorang kakak yang baik, kamu beruntung mempunyai saudara seperti dia.""Iya, Om. Bang Gara sangat baik, aku sangat menyesal telah mengkhianati saudara kembarku
Read more
PREV
1
...
4849505152
...
61
DMCA.com Protection Status