Tidak ada suara selama beberapa saat karena Juda baru mulai ‘konek’ dan seketika darahnya mendidih. “Kita?” Juda mengulang dengan sinis. “Aku nggak pernah bilang mau ketemu Grita sama kamu. aku juga nggak ada niat mau ketemu sama dia. So what is this? What are you trying to do without telling me?!” Juda menggeleng. Sebelum Danis menanggapi, ia melanjutkan, “Nah! At least ask me first before you make that fucking decision! Aku dari tadi udah bersikap sangat baik ke kamu dengan jawab semua pertanyaan menyudutkan dari kamu walaupun aku nggak punya kewajiban kasih kamu tahu. But, I did. I tell you everything because I believe in you! Sekarang kamu malah tiba-tiba bikin janji sama Grita yang di dalamnya melibatkan aku. You are really something, Danis! Kamu merasa berhak ikut campur urusanku dengan mereka hanya karena kita sekarang lagi dekat? Kamu udah kelewatan, Danis. Kamu bukan siapa-siapa. Kamu cuma orang luar yang kebetulan aku percayai buat berbagi cerita soal masalahku dengan Gunt
Juda melarikan pandangan ke sekeliling kamar setelah berhasil menenangkan diri akibat dari mimpi buruk yang menyapa tidur paginya. Juda nyaris mengucapkan sumpah serapah, namun menahan diri. Tidak satu atau dua kali Juda mengalami ini. Hampir setiap kali Juda tidur di lagi hari, ia pasti akan mendapatkan mimpi buruk yang bentuknya aneh-aneh. Suatu hari, Juda pernah tersesat di sebuah hutan belantara, dikejar-kejar zombie yang ingin memakannya. Juda terbangun dengan keadaan penuh keringat dan ngos-ngosan. Di lain waktu, Juda terjebak seorang diri di sebuah ruangan berbentuk kotak, tak berpintu maupun berjendela. Di sana Juda harus menyelamatkan diri dari kepungan berbagai macam ular yang seolah ingin menelannya hidup-hidup. Juda bangun dalam keadaan bersimbah peluh yang bercampur air mata. Sejak dulu, Juda sangat membenci ular sehingga saat mimpi itu datang, Juda seolah sedang menantang maut. Pernah juga Juda bermimpi sedang melaksanakan ujian di sekolah, sedang mengerjakan soal yang
“To be honest, gue sama Danis mau ketemu Grita.”Butuh beberapa detik bagi Ema untuk mencerna ucapan Juda sebelum memekik, “Lo mau ngapain ketemu Grita?! Mau jambak-jambakan?!”Juda berdecak malas.“Cuma mau ngelurusin masalah aja. Ini inisiatif Danis sih. Gue juga awalnya ogah. Tapi siapa tahu Grita bisa diajak ngobrol dengan kepala dingin.”Ema tampak khawatir saat menatap Juda. “Menurut gue sih enggak segampang itu. Lo tahu sendiri Grita anaknya gimana. Dia tuh temperamental banget dari dulu.”“Positive thinking aja. Siapa tahu dia udah bisa mengelola emosi dengan baik.”“Ju, kalau Grita bisa mengelola emosi dengan baik, lo sama dia nggak bakal ribut di restoran. Lo nggak bakal jadi bahan omongan temen-temen kita gara-gara rekaman video sialan yang disebarin oknum tolol.”Sejujurnya, Juda juga sangsi akan bisa bicara baik-baik dengan Grita.“At least I'm trying. Daripada gue cuma bengong di kamar, gue cuma bakal gatel pengen cek grup mulu, yang masih rame ngomongin gue dan bikin gu
Setelah Juda mandi dan kemudian menghabiskan makan siang yang dibelikan Haikal, wanita itu baru sadar jika kakak laki-lakinya itu hanya menyinggung soal 'pacar baru' Juda. Itu artinya masalahnya dengan Grita masih belum terendus oleh Haikal dan Ghani. Jika mereka belum tahu sampai detik ini, artinya Mami dan Papi juga belum tahu. Tetapi hanya tinggal menunggu waktu saja hingga kabar buruk yang memalukan itu sampai kepada mereka. Juda tahu jika ia tak selamanya bisa menyembunyikan masalah itu dari keluarganya dan membiarkan mereka tahu dari orang lain. Juda hanya tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan duduk perkaranya tanpa membuat Mami jantungan. Maka, hari ini Juda mau tidak mau harus menuntaskan masalahnya dengan Grita. Mau bagaimanapun prosesnya nanti, Juda berharap ada penyelesaian yang jelas. Juda berharap agar dirinya tidak akan dimusuhi lagi oleh Grita meski itu nyaris mustahil terjadi. Jauh sebelum melibatkan Guntur, saat masih di bangku sekolah menengah ke atas, keduanya
Juda pikir, Grita akan bersikap seperti Grita yang biasa. Sinis dan arogan terhadap Juda. Bahkan, Juda pun sudah mempersiapkan diri—menabahkan hati dan menerima apa pun respons dari Grita—jika Grita akan semakin membenci dirinya.Namun, detik demi detik berlalu. Lama sekali Grita hanya diam. Sementara Juda dan Danis mulai tampak resah melihat keterdiaman Grita. Bukan. Mereka berdua bukan sedang mengkhawatirkan respons dari Grita setelah Grita menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya terjadi, tetapi mereka lebih mengkhawatirkan kondisi wanita itu."Grit, are you okay?" tanya Danis hati-hati.Grita yang tadinya memandang lurus ke luar jendela, mengabaikan atensi Danis dan Juda yang tertuju padanya, mengembalikan fokus pada kedua orang di depannya."Jadi, apa yang lo berdua harapkan dari penjelasan itu?" Grita langsung melontarkan tanya.Juda tidak bisa menebak suasana hati Grita yang menampilkan ekspresi datar. Grita yang biasanya meledak-ledak itu kini sulit dibaca."Grit... gue cuma
"Lo pasti nggak pernah main dating app ya, sampai hal basic kayak cek sosmed gitu nggak lo lakukan? If you do that, lo mungkin akan bisa tahu Guntur udah beristri. Dia mungkin jarang buka sosmed, tapi ada banyak tag foto di nikahan gue dulu yang di-post sama keluarga. Atau mungkin lo udah cek dan lo tetep memutuskan buat jalan sama Guntur. Gue juga nggak tahu. "Saat ini, gue udah nggak bisa percaya sama omongan orang. Gue nggak tahu lagi, mana yang bisa gue percaya, mana yang enggak. Karena orang yang berbagi ranjang sama gue setiap hari, yang ngakunya sayang dan cinta sama gue, akan selalu ada buat gue dan bahkan udah bersumpah setia, pada akhirnya mengkhianati gue." Berengsek! Guntur benar-benar berengsek! Bajingan tidak bermoral! "See? Karena ini lah gue nggak akan pernah minta maaf sama lo, Ju. Atas apa pun yang pernah gue katakan dulu san mungkin bikin lo sakit hati. I can't do that. Karena harga diri gue nggak memperbolehkan gue melakukan itu," Grita melontarkan kalimat ber
Sepeninggal Juda ke kamar mandi, Danis memanfaatkan waktu yang kosong itu untuk mengamati Grita. Tak hanya Juda, Danis pun tadinya berpikir jika Grita tidak akan mudah diajak bicara. Seperti yang Juda minta, ia akan langsung membawa Juda pergi jika keadaan menjadi tak terkendali seperti saat Juda dan Grita terlibat keributan beberapa waktu lalu. Namun, yang didapatinya justru lain. Danis sadar bahwa keputusannya mempertemukan Juda dengan Grita seolah menjadi bumerang yang berbalik ke arahnya. Membuat Danis merasa bersalah karena hanya memikirkan Juga agar bisa mendapatkan kenyamanannya kembali tanpa sedikit pun memikirkan posisi Grita. Grita adalah korban yang menanggung paling banyak beban di sini. Danis merutuk. Kenapa ia bodoh sekali? "Sebelum sama Juju, gue udah tahu kalau Guntur suka main belakang." Ucapan Grita mengembalikan fokus Danis dan sontak membuat mata laki-laki itu melebar. "Grit—" "Gue pernah labrak cewek simpanan Guntur itu sampai cewek itu nangis mohon-mohon c
Sudah hampir tiga puluh menit berlalu sejak Juda pamit pergi ke toilet, tetapi hingga kini belum keluar juga. Danis yang sudah khawatir sejak tadi itu pun mendekati salah satu pegawai kafe yang baru saja mengantarkan pesanan. "Maaf, Mbak, teman saya tadi pamit ke kamar mandi sudah cukup lama tapi belum keluar-keluar. Sudah lebih dari tiga puluh menitan. Bisa minta tolong untuk dicek? Takutnya kenapa-kenapa." Mendengar penuturan itu, pegawai yang mengenakan name tag bernama Hani itu langsung menyanggupi, "Oh, baik, Mas. Silakan ditunggu di sini, ya." "Makasih, Mbak." Namun, saat pegawai itu baru akan melajukan langkah ke kamar mandi, sosok yang dikhawatirkan Danis akhirnya muncul juga. "Itu teman saya udah keluar, Mbak," ujar Danis yang kemudian mengucapkan terima masih. "Saya nggak membantu apa-apa, Mas." Pegawai kafe itu membalas dengan senyum profesional yang tak pernah meninggalkan wajahnya, lalu pamit untuk melanjutkan pekerjaan. Saat Juda sudah semakin dekat dengan tempat