Usai berkata dengan tandas seperti itu, Malik meraih tangan Isha dan mengajaknya berdiri. Kemudian dengan langkah lebar mengajak Isha keluar dari sini, menghindari orang-orang yang tidak menghargai dirinya dan juga istrinya. Isha yang tak menyangka Malik akan bersikap sekeras ini hanya heran dan mengikuti langkah suaminya itu tanpa banyak bertanya.“Bang? Apa kita nggak dinilai tidak sopan nanti?” tanya Isha lirih ketika mereka tiba di halaman rumah besar itu.“Kita akan menghormati orang yang menghormati orang lain. Ketika Bu Reni sudah menginjak harga dirimu, harga diri kita, sekali-sekali kita butuh mempertahankan harga diri kita, kan?” tanya Malik dengan sabar ketika yang bertanya adalah Isha.“Tapi, Bang? Kita nggak sopan ini keluarnya?”Malik tersenyum. “Sudahlah. Kita tidak melakukan kesalahan. Kalau Bu Reni tidak tinggi hati, mungkin dia akan menelaah apa yang kita tunjukkan dan menasehati Mita agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik, termasuk menipu.”Malik membuka pintu
Bu Reni menatap Mita yang malah merajuk karena ketahuan berbohong.“Bisa kasih Mama penjelasan mengapa kamu melakukan hal ini?” tanya Bu Reni dengan tatapan yang tajam.“Mama bisa nggak kasih aku penjelasan mengapa Mama tetap mau dinikahi Papa secara sembunyi padahal Mama tahu kalau Papa punya keluarga?” Mita malah membalikkan pertanyaan karena posisi mereka sama.Bu Reni terkejut karena akhirnya apa yang ditakutinya kini terjadi. Perempuan itu gelagapan mendapat pertanyaan seperti itu.“Kenapa, ma? Kenapa Mama nggak bisa jawab? Kalau Mama nggak bisa jawab pertanyaan Mita, mengapa Mita harus menjawab pertanyaan Mama? Mama toh sudah tahu jawabannya, kan?” Mita malah berani menjawab dengan kasar.“Kamu lama-lama kurang ajar, ya, Mita?” Bu Reni menghardik Mita karena kesal.“Mengapa Mama harus marah sama Mita? Mama, kan, yang ngasih contoh sama Mita? Mama harusnya sudah tahu, kan, mengapa Mita begitu tergila-gila dengan Pak Malik sampai harus melakukan kebohongan ini? Karena Mita cinta s
Senin pagi ini seperti biasa, Malik berangkat lebih pagi karena ada upacara rutin hari Senin. Namun, karena agak buru-buru, Pak Ridwan meminta Malik dan Isha untuk membawa mobil mereka itu. Karena ditinggal pun tak ada yang memakai mobil itu.“Bawa saja mobilnya, Mal. Bapak masih ada yang lainya.” Pak Ridwan meminta Malik membawa mobil itu ke kontrakan.“Tapi di sana belum ada tempatnya, Pak.” Malik mencoba mengelak dengan senyum masam.Sejujurnya malu karena diberi hadiah semewah itu, padahal dia tidak melakukan banyak hal untuk keluarga ini. Bisa menjadi suami Isha dan diterima dengan baik oleh keluarga ini saja sudah merupakan hal yang luar biasa baginya.Terlebih setelah pernikahannya dengan Isha berjalan dengan baik-baik saja, semakin bisa berkompromi satu sama lain dengan baik. Isha yang biasanya keras kepala, belakangan lebih sering mengalah, sebagaimana Malik yang selalu mengalah padanya. Apalagi ketika malam itu, keduanya lantas menyempurnakan pernikahan mereka setelah sekian
Meski Rosi sudah tahu kemana arah pembicaraan Malik, namun dia masih mencoba mengalihkan pembicaraan.“Tentang … Mita? Eh, maksudnya kamu berubah pikiran dan akan menjenguknya? Baguslah. Artinya kamu masih memiliki rasa empati yang tinggi terhadap anak didikmu. Dan kurasa ini bisa dijadikan sebagai tauladan guru yang lain. Ya, kurasa begitu,” ujar Rosi dengan gugup.Malik tersenyum hambar.“Sayangnya bukan itu yang ingin aku bicarakan saat ini, Ros.” Malik masih menjawab datar.“Lalu … lalu mengenai hal apa yang ingin kamu bahas denganku?” Rosi semakin kikuk.Malik melihat ke sekeliling ruangan dan suasana yang mulai sepi membuatnya mencari tempat yang pantas dan terbuka untuk bicara tanpa menimbulkan kecurigaan siapapun.“Bisa kita bicara di tempat lain? Di area parkir, agar tidak menimbulkan fitnah,” ujar Malik menatap Rosi yang memucat.Meski sesungguhnya Rosi ingin segera pulang demi menghindari hal ini, namun sepertinya dia tidak bisa menghindar lagi. Maka dengan terpaksa dia men
Semenjak hari itu, hubungan Malik dan Rosiana sepertinya tidak berjalan dengan baik karena Rosiana merasa malu sendiri dengan apa yang dilakukannya. Padahal Malik tidak pernah mengatakan atau mengejek Rosi mengenai perselisihan di antara mereka berdua. Malik berusaha tetap saling menjaga. Bagaimanapun, persahabatan mereka baik sebelumnya. Jadi tak ada alasan bagi Malik untuk melakukan hal buruk. Meskipun sebenarnya Malik telah diperlakukan tidak adil hanya karena dia tidak bisa membalas cinta kedua perempuan beda generasi itu.Rumah tangga Malik dan Isha juga terhitung hangat karena sepertinya Isha mulai bisa menerima kehadiran Malik dalam hidupnya semenjak malam mereka menyempurnakan pernikahan mereka itu. Apalagi Malik yang selalu sabar, sebagaimana dia dulu yang juga selalu bersikap sabar pada Isha, membuat Isha lambat laun bisa melupakan Murad. Apalagi Malik memang tak pernah mengungkit apapun mengenai masa lalu Isha dengan Murad.“Bagaimana hubungan pertemanan Abang sama bu Rosi?
Malam minggu ini, Isha dan Malik tidak pulang ke rumah mereka. Belakangan memang mereka lebih sering menghabiskan waktu berdua. Berbincang atau berdiskusi mengenai banyak hal sehubungan dengan hobi dan kesukaan mereka. Tak jarang mereka hanya nongkrong di angkringan yang tak jauh dari kantor kecamatan, sekedar menghabiskan malam minggu.Tentu saja mereka kini tidak tidur terpisah lagi karena Isha sudah meminta Malik untuk tidur satu ranjang dengannya. Kebahagiaan mereka sepertinya benar-benar sempurna kini.“Kita ke mall, Sha? Mumpung malam minggu?” tanya Malik usai mereka makan malam.“Mau ngapain?” tanya Isha.“Jalan-jalan saja. Biar kamu nggak bosan. Kamu sudah terkurung di rumah setiap hari. Nggak ada salahnya kalau kita sekali-sekali ke kota, kan?” pinta Malik.Isha nampak terdiam menimbang.“Boleh,” ujar Isha yang akhirnya menyetujui ajakan Malik.Dan setengah jam kemudian mereka sudah berada dalam perjalanan menuju ke kota. Ada sebuah pusat perbelanjaan yang tidak begitu besar
Merasa ada yang memanggil namanya, Isha menoleh. Demikian juga dengan Malik. Mereka berdua menoleh bersamaan ke arah sumber suara kemudian saling pandang seakan mereka tak mengira bahwa akan bertemu dengan Rendra di tempat ini.Meskipun jelas ada sesuatu yang tak baik di antara mereka dulu, tetapi jelas Malik sudah melupakannya. Toh mereka sama-sama dewasa. Mana mungkin rebutan perempuan lagi. Maka dengan senyum lebar, Malik mengajak Isha menemui Rendra dan Doni.“Hei, Ren? Apa kabar? Nggak sangka ketemu kalian di sini?” sapa Malik mendekat kemudian mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Rendra.Pria itu menyambut masih dengan jantung berdebar dan senyum yang sedikit masam. Antara rasa tak percaya dan kecewa.“Kabar baik,” jawab Rendra jawab Rendra yang kemudian menjabat tangan Isha.Doni juga ikut berjabatan tangan dengan mereka.“Duduk, Mal, Isha. Sungguh sebuah kebetulan kita berjumpa lagi setelah bertahun-tahun,” ujar Rendra menawarkan.Malik tersenyum kemudian menoleh menatap I
Melihat Isha cemberut dan mengaduk mienya dengan kasar, Malik tersenyum. Dia berhenti mengaduk mienya sendiri dan mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Isha.“Hei, mengapa kesal? Aku hanya bertanya wajar, kan? Kalau kamu nggak cerita, aku juga nggak akan maksa. Kan sudah aku bilang, aku nggak mau tahu bagaimana masa lalumu. Aku tak peduli berapa banyak laki-laki yang pernah ada dalam kehidupanmu. Dan aku tak heran dengan semua itu, karena kamu cantik. Bodoh saja kalau ada laki-laki yang tidak tertarik sama kamu,” ujar Malik jujur penuh rayuan.“Habisnya Abang reaksinya kayak gitu, sih? Datar banget. Kayak yang nggak cinta sama istrinya.” Isha masih saja menggerutu kesal dengan reaksi Malik yang terlalu biasa.“Eh, siapa bilang aku nggak cinta sama istriku? Justru karena aku sangat mencintainya maka aku ingin dia selalu nyaman denganku, nyaman berada di sisiku.” Malik masih saja menjelaskan.“Abang nggak cemburu dengan kisahku sama Rendra di masa lalu?” tanya Isha dengan kesal.M