Faza meletakkan alat masak yang di tangannya dan mengambil posisi di dekat Imas."Sebentar, ceritakan sedikit demi sedikit apa yang terjadi. Aku ingin tahu bagaimana bisa kami datang ke perusahaan Denny. Katakan padaku, apa alasanmu untuk datang ke sana?""Tentu saja, tentu saja aku harus menuntut ganti rugi karena telah dipermalukan. Aku datang ke sana dan aku meminta saham milikku segera di keluarkan," kisahnya pada pria yang menunggu kisah darinya. "Selain itu kamu adalah suamiku, kamu harus menolongku. Aku ingin melihat Denny kepayahan karena kehilangan investor Begitu juga kamu, aku ingin kamu mencabut semua saham milikmu di sana," terangnya panjang lebar.Faza menautkan alisnya saat disinggung soal saham yang ada di perusahaan Denny. Meski saham itu atas namanya, saham itu hanyalah milik Mira yang merupakan saham mantan istri Denny sendiri. Mana mungkin ia akan mencabutnya dari Denny!"Tapi...itu tidak mungkin, sayang. Itu tidak mungkin,"katanya gelis
Faza benar-benar terkejut saat Mira membalas pesannya dan mengatakan mau bertemu."Tapi... Kalimantan?" Iapun menggaruk kepalanya yang tak gatal karena harus bepergian ke luar pulau yang jauh. Jangankan ke luar pulau atau luar negeri, baginya bepergian keluar kota hanyalah kota Jakarta saja, hanya Jakarta yang pernah ia tempuh."Bagaimana kabarmu sekarang, Mira. Apakah kamu masih menyukai Denny yang brengsek itu? Aku bahkan tidak mengerti, kenapa kamu merelakan banyak sekali uang untuk pria seperti Denny," gerutunya sembari melihat layar laptop di hadapannya. "Kalau kamu sekarang masih berpikir untuk menyukai Denny, betapa naifnya kamu ini."Sesaat kemudian, Imas datang dengan semangkok bakso di tangannya. Wanita itu baru saja meminta maid membeli bakso di depan rumah.Melihat Imas, Faza langsung menutup kotak email lalu berkata, "Mana punyaku, kenapa cuma beli satu?""Hmm, aku mau coba selera kaki lima kayak seleramu. Barangkali aku bisa menikmatinya.
Imas mengetatkan pegangannya pada mangkok di tangannya. Ia mulai berpikir kalau Faza marah kepadanya dikarenakan ia selalu menghindar darinya. Setelah pernikahan tersebut, Imas belum mau disentuh dengan alasan belum siap dan belum mencintai Faza. Akan tetapi tiba-tiba Faza mau ke Kalimantan?Apa karena sangat marah dan memutuskan untuk pergi darinya? Apakah Faza sungguh pergi beberapa hari atau tidak kembali...'Ah, tidak, jangan sampai itu terjadi,' batinnya.Karena merasa malu untuk bertanya lebih jauh, Imas melangkah menjauhi Faza. Akan tetapi batinnya mulai tersiksa dan bertanya-tanya. Apa sih tujuan Faza pergi? Apakah pria itu sedang menghindarinya? Dan siapakah yang dia temui?Imas hanya bisa meremas tangannya sendiri.***Esok harinya, Faza telah siap dengan koper dan pakaian rapinya."Jangan menungguku, aku akan pergi tapi nggak tau sampai berapa lama."Imas menggigit bibirnya, merasa cemas dengan ucapan Faza. Ia merasa takut kalau Faza t
Mira melihat selembar kertas bersegel perihal pelimpahan saham kepada pemilik yang sesungguhnya. Jumlah materai pun dipasang empat buah, berikut saksi yang lain dan juga lembaran dokumen dari perusahaan."Faza, ini terlalu sulit bagiku. Aku tidak punya waktu untuk mengurusi ini dalam waktu dekat. Datanglah ke Jakarta, dan aku akan kembali mengurusi pekerjaanku yang sesungguhnya. Aku sudah terlalu lama meninggalkan usaha keluargaku dan mereka memintaku untuk kembali."Mira malah menautkan alisnya. Sebab, Mira sangat tahu usaha keluarga Faza adalah petani ikan bandeng. Mereka mengelola kolam ikan air payau di pesisir pantai. Dulu Faza bilang kalau ia membenci pekerjaan itu dan memilih bekerja di perusahaan pertambangan."Apa aku nggak salah dengar? Dan juga...aku nggak yakin kalau Imas bisa menerima jenis pekerjaanmu seperti itu."Raut wajah Faza terlihat sedih, akan tetapi kehidupan ini bukanlah arena untuk menjadi orang lain. Ia harus bangkit menjadi dirinya sen
Sejenak Mira memikirkannya. Bukan apa-apa, jika ia kembali dalam keadaaan Denny masih belum stabil, maka itu akan membuat mereka berurusan lagi dan bayangan gelap akan muncul dalam hidupnya lagi. Terlebih lagi, Denny memiliki kekasih yang mungkin lebih baik dari Imas.Mira kecewa, bahkan saat ia pergi meninggalkan pria itu, ia berharap Denny berubah dan menyadari kesalahannya. Akan tetapi ternyata Denny memang suka bergonta-ganti wanita."Bagaimana mungkin ia akan berharap lagi Denny menjadi baik?Mira kian menjauh dan menemui bayi lucunya. Kabar berita yang baru saja ia terima dari Faza membuat dirinya sangat gelisah. "Azrah, ayahmu sedang khilaf, tapi mungkin besok dia akan sadar kalau selama ini ia jatuh dalam kesalahan besar. Suatu saat nanti Ayahmu pasti menjadi orang hebat," do'anya untuk Denny di hadapan putranya.Kali ini sepertinya ia harus menghubungi Agus, yang merupakan teman sekolahnya dulu dan juga staf Denny.Ia akan mencari tahu apa yang
Benar, dia yakin wanita itu adalah Mira. Itulah sebabnya Denny tidak menyukai Faza? Itu pasti karena Faza ada keakraban dengan Mira.Ia mulai menyimpulkan, kemungkinan sikap tidak menyukai Faza itu dikarenakan Denny cemburu dengan Faza. Lalu, apakah Faza sebenarnya juga terlihat menyukai Mira?"Hmm, seharusnya aku bisa menghubungi Mira bukan? Aku akan coba apakah wanita itu bisa dihubungi. Aku yakin, dia pasti terkejut karena sebenarnya lelaki yang dia banggakan itu adalah lelaki berengsek."Iapun mencobanya, dan ternyata ia masih bisa menghubungi Mira."Halo, apakah ini Mira?""Benar, ini Mira. Dan...ini siapa?" Tidak tertera siapa sebenarnya yang menelpon, Mira juga tidak ingat suara Imas."Aku Imas, apa kamu sudah lupa?""Imas? Ah...ya, aku ingat sekarang. Bagaimana kabarmu? Aku dengar kamu menikah dengan Faza. Selamat ya... semoga kalian bahagia dalam rumah tangga mawadah warahmah dan diberkahi," ujar Mira."Hum, terimakasih. Akan tetapi dari
Imas heran karena kedatangannya ke ruangan tersebut membuat suasana menjadi heboh dan ibu mertuanya panik."Imas, ibu sudah bilang supaya kamu menunggu ibu mengambil pakaian ini. Ayo, sekarang kembali ke kamarnya Faza dan mengganti pakaianmu," terang wanita itu dengan sabar sementara Imas masih kebingungan.Setelah selesai mengenakan pakaian panjang dan kerudung kecil.di kepalanya, Imas keluar ruangan sembari menunduk."MasyaAllah, menantu ibu memang terlihat semakin baik sekarang," ujar wanita itu."Maaf, Bu. Kenapa Fariz menatapku seperti itu?""Maafkan, dia bukan menatapmu, tapi dia justru akan berpaling dari wanita asing, dia memang selalu menjaga dirinya seperti itu. Menjaga pandangannya. Jangan tersinggung ya."Imas masih tak mengerti. "Apa karena marah?"Wanita itu tersenyum. "Suatu saat kamu akan tau dan terbiasa."Sedikit kesal karena tidak tahu apa-apa, Imas hanya mendengkus kesal.'Apa yang salah padaku? Seolah memasuki rumah
Pagi hari, Faza telah berada di Bandara Soekarno-Hatta. Iapun mengirim pesan untuk Imas.~Aku akan pulang siang ini, haruskah aku pulang ke rumah ibuku, atau ke rumahmu?~~Benarkah? Baik, pulanglah menemuiku, Faza, aku sudah merindukanmu!~Faza tersenyum. Meskipun kesal, ia masih selalu gemas dan merindukan wanita ini.Dengan gegas ia menumpang taksi menuju rumah Imas yang sudah sangat ia rindukan. Berjalan perlahan tapi pasti, Faza menyela rambutnya.Saat pintu terbuka, merek sama-sama dikejutkan dengan penampilan masing-masing."Assalamualaikum, Imas?" Faza terkejut dengan penampilan Imas yang memakai kerudung dan pakaian panjang."Wa'alaikum salam, Faza? Kenapa denganmu? Kenapa penampilan kamu seperti ini?" ujar Imas kaget bukan main.Faza berpenampilan punk, memakai kemeja dengan kancing terbuka memamerkan dadanya. Kemeja yang dilipat dan digulung berantakan.Lalu mata Imas beralih ke celana Faza yang berlubang."Faza...eh... apa
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik