Benar, dia yakin wanita itu adalah Mira. Itulah sebabnya Denny tidak menyukai Faza? Itu pasti karena Faza ada keakraban dengan Mira.Ia mulai menyimpulkan, kemungkinan sikap tidak menyukai Faza itu dikarenakan Denny cemburu dengan Faza. Lalu, apakah Faza sebenarnya juga terlihat menyukai Mira?"Hmm, seharusnya aku bisa menghubungi Mira bukan? Aku akan coba apakah wanita itu bisa dihubungi. Aku yakin, dia pasti terkejut karena sebenarnya lelaki yang dia banggakan itu adalah lelaki berengsek."Iapun mencobanya, dan ternyata ia masih bisa menghubungi Mira."Halo, apakah ini Mira?""Benar, ini Mira. Dan...ini siapa?" Tidak tertera siapa sebenarnya yang menelpon, Mira juga tidak ingat suara Imas."Aku Imas, apa kamu sudah lupa?""Imas? Ah...ya, aku ingat sekarang. Bagaimana kabarmu? Aku dengar kamu menikah dengan Faza. Selamat ya... semoga kalian bahagia dalam rumah tangga mawadah warahmah dan diberkahi," ujar Mira."Hum, terimakasih. Akan tetapi dari
Imas heran karena kedatangannya ke ruangan tersebut membuat suasana menjadi heboh dan ibu mertuanya panik."Imas, ibu sudah bilang supaya kamu menunggu ibu mengambil pakaian ini. Ayo, sekarang kembali ke kamarnya Faza dan mengganti pakaianmu," terang wanita itu dengan sabar sementara Imas masih kebingungan.Setelah selesai mengenakan pakaian panjang dan kerudung kecil.di kepalanya, Imas keluar ruangan sembari menunduk."MasyaAllah, menantu ibu memang terlihat semakin baik sekarang," ujar wanita itu."Maaf, Bu. Kenapa Fariz menatapku seperti itu?""Maafkan, dia bukan menatapmu, tapi dia justru akan berpaling dari wanita asing, dia memang selalu menjaga dirinya seperti itu. Menjaga pandangannya. Jangan tersinggung ya."Imas masih tak mengerti. "Apa karena marah?"Wanita itu tersenyum. "Suatu saat kamu akan tau dan terbiasa."Sedikit kesal karena tidak tahu apa-apa, Imas hanya mendengkus kesal.'Apa yang salah padaku? Seolah memasuki rumah
Pagi hari, Faza telah berada di Bandara Soekarno-Hatta. Iapun mengirim pesan untuk Imas.~Aku akan pulang siang ini, haruskah aku pulang ke rumah ibuku, atau ke rumahmu?~~Benarkah? Baik, pulanglah menemuiku, Faza, aku sudah merindukanmu!~Faza tersenyum. Meskipun kesal, ia masih selalu gemas dan merindukan wanita ini.Dengan gegas ia menumpang taksi menuju rumah Imas yang sudah sangat ia rindukan. Berjalan perlahan tapi pasti, Faza menyela rambutnya.Saat pintu terbuka, merek sama-sama dikejutkan dengan penampilan masing-masing."Assalamualaikum, Imas?" Faza terkejut dengan penampilan Imas yang memakai kerudung dan pakaian panjang."Wa'alaikum salam, Faza? Kenapa denganmu? Kenapa penampilan kamu seperti ini?" ujar Imas kaget bukan main.Faza berpenampilan punk, memakai kemeja dengan kancing terbuka memamerkan dadanya. Kemeja yang dilipat dan digulung berantakan.Lalu mata Imas beralih ke celana Faza yang berlubang."Faza...eh... apa
Faza akhirnya melepaskan segala atribut yang mengejutkan Imas. Iapun tersenyum manis pada wanita itu."Aku justru heran, apa yang juga membuat kamu berubah seperti ini?""Hmm, tidak ada kecuali karena atas kemauanku sendiri," katanya."Wah wah, setelah aku pergi, malaikat mana yang datang ke rumah kita?"Imas tersenyum, dan akhirnya ia bercerita soal datang ke rumah ibunya dan bertemunya dia dengan Fariz, kakak Faza. Di rumah ibu mertuanya, Imas menerima banyak sekali nasehat yang menyentuh hatinya. Itulah sebabnya ia merasa menjadi orang yang berharga di rumah tersebut."Apa kamu sungguh tidak merasa terpaksa?""Tidak. Aku sadar, aku membutuhkan semua ini dalam hidupku. Dan juga aku sangat membutuhkan kamu, Faza."Faza tersenyum bahagia, ia selalu berharap Imas bisa mengatakannya, dan berbagai hidup bersamanya. "Baik, kami bisa belajar sedikit demi sedikit, Imas."Mengobrol dan tertawa bersama, Faza dan Imas terlihat berbeda sekarang.Imas t
"Apa katamu? Kenapa kamu meremehkan istriku?" Faza berdiri menantang Alisya."Aku tidak meremehkan, tapi sepertinya kalian masih saling sayang. Istrimu sangat emosional, dia pasti masih sayang sama mantan kekasihnya," kata Alisya pada Faza yang membuat Faza mengepalkan tinjunya."Alisya, please, jangan memprovokasi," tegur Denny tenang.Alisya hanya tersenyum tipis, ia memang sedikit ikut campur dalam hal ini karena ia sempat dilibatkan Denny untuk membuat Imas marah."Denny, kamu tahu dengan kesalahanmu, tapi wanita ini, dia menjadikan saham itu sebagai alasan untuk menemui kamu. Dia itu mencabut saham darimu hanya karena balas dendam. Iya kan? Lihatlah, usahamu berkembang pesat saat ini, bahkan banyak orang ingin membeli saham kamu."Denny menggelengkan kepalanya. Ucapan Alisya tidak benar, usahanya memang berkembang, tapi sangat kepayahan mendapatkan investor."Alisya, itu adalah hak pemegang saham. Aku akan memberikannya.""Huh! Sok pinter!" cibi
"Ibu meminta kita untuk menikah. Aku tidak bisa Alisya. Kamu tahu, meski harus seratus tahun, aku yakin Mira akan datang menemuiku," katanya pelan dan hati-hati pada Alisya.Meskipun merasakan sakit, Alisya sangat tahu bahwa itulah yang Denny rasakan sebenarnya. Pria itu memang tidak tergoyahkan."Mereka pasti mengira, hubungan kita ini cukup serius. Sebenarnya aku merasa khawatir kalau ada seseorang pria yang mendekatimu, mereka akan merasa aku adalah penghalangnya. Seharusnya kamu tidak perlu mengatakan bahwa aku adalah pacar kamu," protes Denny."Ah, perduli apa. Kalaupun terjadi pernikahan, aku sih nggak masalah kalau itu cuma pernikahan palsu. Toh mereka tidak akan tahu dengan kesepakatan kita.""Pernikahan palsu?"Alisya mengangguk. Dia tak punya cara lain kecuali melakukan sesuatu yang bisa membawanya kepada keberuntungan yang tak terduga. Pernikahan palsu adalah satu-satunya cara supaya Denny tidak menjauh darinya."Tapi...""Kamu tak percaya
Mira berdiri membeku saat tatapan mata Denny nyalang ke arahnya. Seolah Denny hendak mencengkram dirinya saat ini."Mira, aku yakin, aku yakin kamu akan kembali dan memintaku untuk aku mengakui anak yang kamu kandung adalah anakku! Bukankah begitu?!" Benar saja, kali ini Denny mengulurkan tangannya dan mencengkram sisi tubuhnya."Atau jangan-jangan...kamu datang karena anakku telah kamu sia-siakan entah di mana! Kamu datang untuk mengatakan bahwa kamu sudah tidak perduli lagi, iya kan?!" sergahnya sambil menyeringai penuh kebencian."Mas Denny, aku datang baik-baik, bukan mau bertengkar denganmu.""Lalu apa? Kamu membuat hidupku sangat menderita, Mira, apakah kamu tahu itu?"'Bohong! Itu bohong Mas. Kamu sangat mudah melakukannya bahkan saat menjadi suamiku. Bahkan kamu meninggalkan Imas di hari pernikahan itu, apakah kamu sebrengsek itu, Mas?' batin Mira mengingkari ucapan Denny.Sekarang ini, Mira jadi berubah pikiran. Sepertinya ia memang masih h
Mira segera mengusap matanya dengan cepat. Menyesal ia menitikkan air mata di hadapan orang yang tidak punya perasaan ini. Apalagi dia datang ke sini bukan untuk mengemis uang, apalagi mengemis cinta."Aku bukan nangis tanpa alasan, Mas. Ini semua karena aku sangat terharu pada diriku sendiri. Kami tahu, sebenarnya akulah pemilik terbesar saham di perusahaan kamu ini. Apakah selama ini kami tidak menyadari, bagaimana aku sangat bermurah hati kepadamu?"Denny memicingkan matanya. Bagaimana bisa Mira mengatakan hal konyol di hadapannya. Tahu apa dia soal kesulitannya dalam membangun perusahaan ini dengan susah payah. Salah satunya adalah mendapatkan investor yang solid dan loyal. Apa manusia seperti Mira termasuk yang solid? Mana mungkin? Dia tidak pernah muncul dalam rapat pemegang saham. Atau dia termasuk yang loyal? Tidak, dia bahkan selalu seperti musuh dalam keluarganya."Kalau bercanda, jangan kelewatan, Mira. Kamu dulu memang pernah jadi istriku, tapi buka