"Apa katamu? Kenapa kamu meremehkan istriku?" Faza berdiri menantang Alisya."Aku tidak meremehkan, tapi sepertinya kalian masih saling sayang. Istrimu sangat emosional, dia pasti masih sayang sama mantan kekasihnya," kata Alisya pada Faza yang membuat Faza mengepalkan tinjunya."Alisya, please, jangan memprovokasi," tegur Denny tenang.Alisya hanya tersenyum tipis, ia memang sedikit ikut campur dalam hal ini karena ia sempat dilibatkan Denny untuk membuat Imas marah."Denny, kamu tahu dengan kesalahanmu, tapi wanita ini, dia menjadikan saham itu sebagai alasan untuk menemui kamu. Dia itu mencabut saham darimu hanya karena balas dendam. Iya kan? Lihatlah, usahamu berkembang pesat saat ini, bahkan banyak orang ingin membeli saham kamu."Denny menggelengkan kepalanya. Ucapan Alisya tidak benar, usahanya memang berkembang, tapi sangat kepayahan mendapatkan investor."Alisya, itu adalah hak pemegang saham. Aku akan memberikannya.""Huh! Sok pinter!" cibi
"Ibu meminta kita untuk menikah. Aku tidak bisa Alisya. Kamu tahu, meski harus seratus tahun, aku yakin Mira akan datang menemuiku," katanya pelan dan hati-hati pada Alisya.Meskipun merasakan sakit, Alisya sangat tahu bahwa itulah yang Denny rasakan sebenarnya. Pria itu memang tidak tergoyahkan."Mereka pasti mengira, hubungan kita ini cukup serius. Sebenarnya aku merasa khawatir kalau ada seseorang pria yang mendekatimu, mereka akan merasa aku adalah penghalangnya. Seharusnya kamu tidak perlu mengatakan bahwa aku adalah pacar kamu," protes Denny."Ah, perduli apa. Kalaupun terjadi pernikahan, aku sih nggak masalah kalau itu cuma pernikahan palsu. Toh mereka tidak akan tahu dengan kesepakatan kita.""Pernikahan palsu?"Alisya mengangguk. Dia tak punya cara lain kecuali melakukan sesuatu yang bisa membawanya kepada keberuntungan yang tak terduga. Pernikahan palsu adalah satu-satunya cara supaya Denny tidak menjauh darinya."Tapi...""Kamu tak percaya
Mira berdiri membeku saat tatapan mata Denny nyalang ke arahnya. Seolah Denny hendak mencengkram dirinya saat ini."Mira, aku yakin, aku yakin kamu akan kembali dan memintaku untuk aku mengakui anak yang kamu kandung adalah anakku! Bukankah begitu?!" Benar saja, kali ini Denny mengulurkan tangannya dan mencengkram sisi tubuhnya."Atau jangan-jangan...kamu datang karena anakku telah kamu sia-siakan entah di mana! Kamu datang untuk mengatakan bahwa kamu sudah tidak perduli lagi, iya kan?!" sergahnya sambil menyeringai penuh kebencian."Mas Denny, aku datang baik-baik, bukan mau bertengkar denganmu.""Lalu apa? Kamu membuat hidupku sangat menderita, Mira, apakah kamu tahu itu?"'Bohong! Itu bohong Mas. Kamu sangat mudah melakukannya bahkan saat menjadi suamiku. Bahkan kamu meninggalkan Imas di hari pernikahan itu, apakah kamu sebrengsek itu, Mas?' batin Mira mengingkari ucapan Denny.Sekarang ini, Mira jadi berubah pikiran. Sepertinya ia memang masih h
Mira segera mengusap matanya dengan cepat. Menyesal ia menitikkan air mata di hadapan orang yang tidak punya perasaan ini. Apalagi dia datang ke sini bukan untuk mengemis uang, apalagi mengemis cinta."Aku bukan nangis tanpa alasan, Mas. Ini semua karena aku sangat terharu pada diriku sendiri. Kami tahu, sebenarnya akulah pemilik terbesar saham di perusahaan kamu ini. Apakah selama ini kami tidak menyadari, bagaimana aku sangat bermurah hati kepadamu?"Denny memicingkan matanya. Bagaimana bisa Mira mengatakan hal konyol di hadapannya. Tahu apa dia soal kesulitannya dalam membangun perusahaan ini dengan susah payah. Salah satunya adalah mendapatkan investor yang solid dan loyal. Apa manusia seperti Mira termasuk yang solid? Mana mungkin? Dia tidak pernah muncul dalam rapat pemegang saham. Atau dia termasuk yang loyal? Tidak, dia bahkan selalu seperti musuh dalam keluarganya."Kalau bercanda, jangan kelewatan, Mira. Kamu dulu memang pernah jadi istriku, tapi buka
"Ma, kita belum bertanya secara khusus. Lagian, apa yang salah dengan sahabat? Kalau mereka memang bersahabat, itu artinya, Alisya sudah bisa mengendalikan dirinya, berdamai dengan masa lalunya," bantah Pak Dodi."Ya sudah, sekarang tanya saja sama Denny, apa benar hubungan mereka cuma sebatas sahabat?"Denny menatap bingung pada mereka yang bertengkar hanya karena status hubungan mereka."Maaf Om, ada apa sebenarnya? Saya dan Alisya, sungguh telah sepakat untuk menjadi sahabat. Diantara kami, tidak ada hubungan apapun," terang Denny.Magdalena mengambil kesempatan itu segera, "Denny, kamu dan Alisya itu tidak bisa dikatakan sebagai hubungan sahabat. Kalian terlalu akrab, dan itu akan membuat wanita berpikiran lain. Kamu laki-laki seharusnya peka, dan bisa bertanggung jawab.""Bu, kenapa aku harus tanggung jawab? Memangnya aku menghamili Alisya?!"Sadarlah Pak Dodi bahwa ini semua adalah ulah Alisya. Alisya mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang
Denny yang mendengar perkataan Magdalena seketika berdecak. "CK, ibu selalu saja bicara tanpa berpikir panjang, sekarang ini aku sedang nggak bisa berpikir, aku mau istirahat dulu, Bu."Setelah itu, Denny beranjak ke kamarnya. Dengan kesal dan serampangan, Denny melepaskan pakaiannya. Suasana hatinya sungguh berantakan. Di perusahaan berhadapan dengan Mira dan di rumah berhadapan dengan orang tuanya.Segera ia masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya."Ah Mira, maafkan aku. Ini salahku karena bersikap kasar kepadamu. Itu karena aku sangat marah disebabkan kamu menghilang begitu saja."Bugh!Denny meninju dinding kamarnya, mengalihkan rasa sakit di dadanya dan ditumpahkan pada dinding bisu itu. Kepalan tangannya mengeluarkan darah segar, menunjukkan kuatnya ia meluapkan semua itu."Mira, jangan menjauh lagi, kembalilah lagi menemui aku," lirihnya sangat pilu.Sementara itu, Mira mengusap air matanya menuju penginapan. Di sana, Yulia dan A
Mira menahan nyeri di hatinya. Jujur pada bocah Lima tahun ini, seperti kejujuran yang penuh resiko. Akan tetapi ia tidak berbohong soal bagaimana ia mencintai Denny. "Bagaimana menjelaskan urusan orang dewasa padanya? Dia bahkan lebih sensitif dariku," gusar Mira membalas ucapan Yulia."Tidak perlu menjelaskan, tapi, minta Denny untuk datang ke acara kompetisi ini," sarang Yulia.Mira menatap Yulia lekat. 'Apakah ini sudah saatnya?'"Tidak Yulia, sepertinya bukan seperti yang kita harapkan. Aku malah akan menyadarkan dia bagaimana dia hidup selama ini. Aku tahu ini sedikit kejam, tapi sepadan dengan perbuatannya dan keluarganya selama ini."***Di suatu tempat, Alisya berjalan mondar mandir karena gelisah memikirkan sesuatu. Ia tahu, orang tuanya saat ini sedang menemui keluarga Denny di Jakarta.Ia juga tahu apa tujuan mereka di sana. Itulah sebabnya kedua tangannya gemetar dan meneteskan keringat dingin. Ia sangat takut sesuatu terjadi, terutama
Sehari sebelum Denny akhirnya menerima tawaran orang tua Alisya, Mira datang kembali menemuinya di kantor.Mira datang dengan tumpukan berkas dan seorang pengacara. Wanita itu masuk ke ruangan Denny dengan sangat percaya diri."Selamat pagi, Pak Denny," sapa Mira begitu lembut dan hormat.Denny terkejut, akan tetapi sesaat melihat Mira datang dengan pria asing, Denny juga menjawab dengan formal dan hormat."Selamat pagi, Bu Mira. Silakan duduk. Oh ya, sepertinya ada yang penting?" tanya Denny berbasa-basi.Mira menatap raut wajah Denny, ia rasa Denny memang sudah bisa melupakan hubungan mereka seutuhnya. Itu sangat jelas baginya."Bisa dibilang begitu. Dan ini adalah pengacara saya, Pak Gani, beliau akan menjelaskan soal uang utang piutang dan saham yang saya miliki di perusahaan ini, Pak Denny.""Saham? Utang piutang?" Denny sempat termenung, merasa gagap dengan kehadiran Mira yang tiba-tiba. Terutama saat melihat Mira bersama seorang pria. Wanita i