"Saya juga kurang paham, Pak. Yang jelas, katanya berkas itu sangat penting.""Agus melakukannya tanpa konfirmasi denganku dulu, ini tidak biasa. Tapi baiklah, aku akan cari tau apa itu," katanya pada karyawati tersebut. Lalu ia melangkah menuju ruangannya, iapun menghubungi Mira.Sayangnya, beberapa kali panggilan diabaikan begitu saja. Ia sungguh penasaran apa hasil pemeriksaan tes DNA Azrah dengannya. Ia tidak benar-benar ragu bahwa Azrah memang benar putranya kalau saja bukan karena ibunya yang memaksa.Ada sedikit kerinduan yang tidak bisa dipungkiri, bahkan untuk Mira, sayangnya ia telah mengacaukan segalanya.Denny mendesah, ia gelisah memikirkan bagaimana ia begitu kejam tidak memercayai Mira dan mulai bersikap arogan. Dorongan itu ada begitu saja, seperti dua kutub yang berlawanan.Karena tak tahan, Denny beranjak dari tempat duduknya. Ia sempat mondar-mandir meyakinkan hatinya apakah harus ia menemui Mira sekarang ini? Apa alasan yang paling tepat untuk bisa bertemu wanita i
Wajah polos itu terlihat kecewa, menatap layar ponsel yang menggelap. Ternyata benar kata ibunya, bahwa ia belum siap untuk berkomunikasi dengan pria itu yang merupakan ayahnya sendiri. "Azrah..." Mira melihat heran dengan Azrah yang termangu seorang diri. "Apakah ada sesuatu?" tanyanya lagi saat melihat Azrah menyembunyikan sesuatu di balik tubuhnya. "Apa yang ada di tanganmu, Azrah?" tanya Mira lembut. Azrah menggeleng lemah. Ia tidak ingin berterus terang, tapi sepertinya ia tertangkap basah. Ia mulai berkedip dan mengeluarkan ponsel yang bersembunyi di belakang tubuhnya, lalu menyerahkan pada Mira. Mira mengambilnya, ia merasa Azrah melakukan kesalahan karena diam-diam menggunakan ponsel tanpa seizinnya. Hal itu memang menjadi peraturan buat Azrah, bahwa menggunakan ponsel haruslah dengan ijin Mira, dan syukurlah Azrah tidak pernah melanggarnya. Tapi melihat sikap putranya yang berbeda, ia mulai bertanya-tanya. "Apa Azrah melihat sesuatu di ponsel Umi?" tanya Mira hati-hati.
Denny mengernyit, rasanya baru kali ini ada karyawan yang perduli kapan mereka harus bersih-bersih. Apalagi kebersihan biasanya akan dilakukan pagi hari supaya semua orang bekerja pada jam kerja yang sudah ditentukan. "Hmm, baiklah kalau begitu, tapi untuk besok, tetap kerjakan saja di pagi hari. Biarkan saya yang akan menjelaskan pada Pak Dika soal ini. Kasihan kalau kamu cuma bekerja sendirian sementara teman-temanmu sudah kembali pulang," terang Denny. "Baik, Pak." Lalu petugas kebersihan itu masuk dan membersihkan ruangan Dika. Sementara Denny hanya duduk mengawasi sebagai rasa simpati karena karyawan itu bekerja sendirian. Akhirnya petuga situ membawa tempat sampah yang sudah terisi penuh. "Sebentar, apakah ini sampah pada hari ini?" tanya Denny kemudian. "Benar, Pak. Ini sampah hari ini." 'Hmm, cukup banyak juga. Biar saya melihatnya sebentar." Meskipun karyawan itu terlihat bingung, ia tetap mematuhi perintah atasannya. Denny membuka kotak sampah dan membongkar isinya.
Dika semakin emosi dengan penuturan ayahnya yang tidak merasa bersalah. Ia sungguh yakin ibunya pastilah sangat menderita saat itu saat mendengar soal kasus di perusahaan."Sekarang aku sudah tau semua Pak, kalau bapak pernah berselingkuh dari ibu. Semua itu sudah tertulis di catatan perusahaan, jadi bapak ngaku aja kalau bapak memang pernah menyakiti ibu."Wirawan merasa terdesak, lalu ia membalas tatapan Dika."Kamu percaya dengan catatan kertas itu daripada ayahmu ini? Mana mungkin kamu bisa membuktikan kebenarannya. Aku sudah bekerja keras untuk kalian semua, dan sekarang kamu menuduhku dengan jahat?"Dika sedikit segan, ia tidak mungkin menutup mata soal perjuangan ayahnya dalam menghidupi mereka."Tapi Yah...""Tapi apa, ha? Seharusnya kamu fokus untuk mengeruk keuntungan dalam posisi kamu di perusahaan. Kamu malah terprovokasi dengan catatan yang nggak jelas. Andaikan itu terjadi,. semuanya itu cuma masalalu, yang ada di hadapan kamu adalah lebih penting sekarang. Mengerti?"Wi
Seketika ia terpana dengan nama Azrah yang juga tertera di dalam amplop tersebut. Sadarlah ia bahwa yang ditangannya adalah lembaran test DNA yang belum sempat Denny buka. Ia benar-benar melihat kenyataan bahwa Azrah memang darah daging Denny."Aah, jadi Mira benar-benar hamil anak Denny? Dia sungguh berharap Denny mengetahui semua ini? Untuk apa? Untuk menuntut pengakuan bahwa dia juga punya hak pembagian seperti cucuku yang lain?"Pemikiran Magdalena masih saja soal memperjuangkan hal itu, ia sungguh merasa cemburu atas kekayaan yang Mira miliki."Aku tidak bisa membiarkan ini. Biar saja Denny tidak tau soal DNA ini," lirihnya.Lalu iapun mengambil amplop tersebut dan membawanya pergi.Bagi Magdalena, ia sangat takut jika Denny mulai terfokus dengan kehidupannya sendiri. Magdalena merasa Denny haruslah terfokus kepada perusahaan dan keluarganya. Mira telah meninggalkan Denny bahkan setelah menikah lagi dengan Denny dan itu adalah alasan kuat untuk ia menganggap Mira bukan wanita bai
"Siapa bilang aku benci? Dulu cuma nggak memahami saja siapa istri kamu itu. Setelah dipikir-pikir... dia nggak terlalu buruk," katanya sembari nyengir."Nggak terlalu buruk, Mas? Lalu, apa menurutmu kami kembali adalah jalan yang paling kamu dukung atau kamu tentang?" Lalu Denny menatap ibunya, "Bu, kalau Mira adalah istriku, dan Azrah adalah putraku, apa ibu tidak setuju?"Magdalena terdiam. Ia merasa malu dan bersalah dengan ucapan Denny barusan."Aku hampir saja menyerah untuk mengembalikan keluargaku dikarenakan semua sikap kalian. Dan sekarang kalian pasti senang karena Mira dan Azrah sudah menjauh dariku."Denny lama terdiam, pandangan matanya kosong ke depan. Ia sangat capek memikirkan segalanya sangat tidak kondusif."Aku lelah, Bu. Aku capek, Mas. Aku bingung harus berdiri di mana saat ini. Kalau aku bersama Mira, kalian berusaha memisahkan aku, dan kalau aku bersama kalian, putraku pasti menungguku."Magdalena makin terisak sedih dengan penuturan putranya. Selama ini, putra
Dika datang ke kantornya dengan senyum ceria. Entahlah apa yang membuatnya begitu bahagia pagi ini. Terlebih lagi Dika sudah mendengar soal kabar burung rumah tangga Denny.Rumor itu mengatakan bahwa orang yang paling berpengaruh di perusahaan Denny adalah Mira istrinya dan sekarang sudah tidak pernah terlihat di perusahaan.Denny juga memberitahukan kalau Dika akan mendapatkan kenaikan gaji setelah bulan kedua berada di perusahaan itu, dan inilah saatnya ia bisa mengajukan kenaikan gaji tersebut."Mas Dika, kamu sumringah banget, memang mimpi ketemu bidadari ya, Mas," canda salah seorang pegawai yang duduk di lobi perusahaan."Hah, untuk apa bidadari, yang paling penting sekarang ini adalah kenyataan, bukan mimpi. Bagiku, ketemu sama kamu di dunia nyata lebih berarti bagiku," katanya menggombal, membuat gadis itu tersipu malu.Suasana hati Dika sudah sangat membaik, itu karena ia mendapat posisi basah di perusahaan itu.Selagi bercanda dengan gadis itu, Denny lewat dengan wajah ditek
Kalau saja ia tidak berusaha ikut campur, bukankah mereka akan hancur bersama? Bukankah terlalu banyak yang dikorbankan hanya karena kata itu diabaikan?"Umi...menangis lagi?" suara kecil itu membuat Mira tersadar ada yang sedang memperhatikan. "Padahal kita sudah jauh di Kalimantan, tapi Umi masih saja menangis," gumamnya."Azrah...umi hanya lelah, capek dengan semua ini. Umi tidak tau harus bagaimana, Azrah. Apakah umi sungguh harus menyerah? Jika begitu adanya, kita akan kembali dari awal lagi, memulai segalanya tanpa berharap," lirihnya.Tentu saja Azrah tak mengerti soal apa yang dibicarakan Mira. Bocah itu hanya mendekap Mira tanpa berbicara. Akan tetapi Mira bisa merasakan kesedihan sang ibu yang masih menangis itu.Beberapa menit kemudian, suara ponsel Mira berdering lagi. Azrah bisa melihat nama yang tertera di sana. Ia hanya bingung apakah harus mengangkat atau hanya membiarkan saja sementara Mira dalam kondisi yang tidak baik."Umi, itu ayah, haruskah kita biarkan?"Mira me
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik