Beranda / Fantasi / Warisan Artefak Kuno / Pertikaian Dua Aula.

Share

Pertikaian Dua Aula.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-13 17:26:37

Waktu berlalu, kira-kira seberapa lama diperlukan untuk meneguk secangkir teh hingga habis. Namun, sosok yang dinantikan untuk bertemu—Master Dhuan—tak kunjung keluar menemui Ming San dan para pengawal dari Aula Koi Keberuntungan.

Ketenangan yang tadinya menyelimuti suasana kini mulai terasa tegang, seolah-olah setiap detik yang berlalu memperbesar ketegangan di udara.

Kegelisahan mulai merayap di antara kerumunan yang semakin bertambah banyak. Rasa ingin tahu yang begitu besar membuat mereka tak sabar, ingin segera melihat akhir dari drama misterius yang berlangsung di pagi itu.

Bisikan-bisikan mulai terdengar, dan tak lama kemudian, teriakan-teriakan provokatif mulai muncul dari tengah kerumunan, semakin memperkeruh suasana.

“Ayo... keluarkan Master Dhuan itu! Jangan hanya bersembunyi di dalam Paviliun saja!” teriak seorang pria tua dengan suara serak yang menggelegar, matanya tajam menatap pintu gerbang Paviliun Merak yang tertutup rapat.

“Apakah pihak Paviliun Merak sudah begitu k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Warisan Artefak Kuno   Akhir Drama Di Pavilliun Merak.

    “Master Guo!” Teriakan Dhuan Jiexin menggema di seluruh halaman Pavilliun Merak.Suaranya lantang dan penuh amarah. Wajahnya merah padam, dengan alis yang berkerut dalam, memperjelas betapa marahnya dia.“Apa-apaan denganmu, dan Aula Koi Keberuntungan ini!” kata Dhuan Jiexin, tangannya terlipat di depan dada, tubuhnya sedikit condong ke depan dalam posisi menantang. Matanya menyala-nyala, seolah api kemarahan membara di dalam dirinya.“Pengawal kalian menuduhku sebagai otak di balik penyerangan yang dilakukan oleh orang bertopeng ini! Ini adalah tuduhan yang tak berdasar, sebuah tindakan ilegal, menuduh tanpa ada bukti yang jelas, tanpa ada saksi!” Suara Dhuan Jiexin semakin parau, napasnya mulai tersengal-sengal.“Aku bisa membawa kasus ini ke pengadilan. Dan kamu... kamu beserta Aula Koi Keberuntunganmu akan menjadi tersangka pencemaran nama baik!” Suaranya menggelegar, memberi ancaman yang membuat semua penonton merasa ketegangan yang mencekam.Keheningan itu terasa berat, seolah w

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14
  • Warisan Artefak Kuno   Info Pertemuan Naga.

    Kejadian di Paviliun Merak dengan cepat terlupakan, seolah-olah disapu bersih oleh angin musim semi dari Selatan, membawa kabar itu jauh dari ingatan semua orang.Kisah dan desas-desus tentang serangan Paviliun Merak ke Aula Koi Keberuntungan, yang sebelumnya menggemparkan, perlahan memudar seperti embun yang menghilang saat matahari pagi mulai menyinari bumi. Seolah-olah peristiwa itu hanya bayangan samar yang muncul sekejap, lalu lenyap tanpa jejak.Kini, perhatian semua orang tertuju pada kabar yang lebih besar dan mengguncang, yaitu mengenai Pertemuan Naga yang akan segera digelar di Ibukota Xuefeng Du.Pertemuan ini bukanlah acara biasa, melainkan pertemuan akbar antara para ahli bela diri dan kaum spiritual dari seluruh Kekaisaran Jin Shuang. Gema antisipasi dan kegembiraan menyelimuti setiap sudut kota, dari pasar yang ramai hingga aula-aula sekte yang penuh dengan para murid berlatih keras mempersiapkan diri.Konon, dalam Pertemuan Naga kali ini, Kaisar Su Weizhong akan membuk

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-15
  • Warisan Artefak Kuno   Perjalanan Ke ibukota.

    "Apa? Anda akan mengundurkan diri? Berniat mengikuti Pertemuan Naga?"Wajah Tuan Li Shangyin segera berubah suram, saat Master Talisman Guo, berdiri tegak di hadapannya di dalam ruang kerjanya yang berwibawa itu.Pancaran kemarahan mulai terlihat di balik sorot matanya yang tajam."Tapi..." Li Shangyin tergagap, suaranya bergetar penuh kebingungan. "Bukankah Anda sudah menandatangani kontrak dengan pihak Koi Keberuntungan? Anda berjanji akan bekerja selama dua tahun, setelah menerima begitu banyak fasilitas dan sumber daya berlimpah dari kami. Bagaimana mungkin Anda tiba-tiba datang kepadaku, ingin memutus kontrak sepihak?"Tangan Li Shangyin bergerak cepat, merogoh laci meja kayu yang diukir halus di hadapannya.Suara derit kayu terdengar saat dia menarik laci itu dengan kuat.SRRRT.Sepucuk kertas kontrak, dengan cap merah dan tulisan yang terukir rapi, segera tergelar di atas meja.Kontrak itu jelas-jelas menunjukkan kesepakatan antara Rong Guo dan Koi Keberuntungan Cabang Lengyang

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Warisan Artefak Kuno   Pelarian Seorang Master.

    Pada periode Chou Shi, sekitar pukul 01.00 hingga 03.00 pagi, kereta kuda mendaki jalan curam Gunung Lingxiao, batas antara Lengyang dan Baiyung Chen. Langit malam dipenuhi bintang, dan cahaya lampu minyak di dalam kereta bergetar mengikuti guncangan.Derap kaki kuda dan bunyi roda yang membentur batuan membuat perjalanan menjadi sangat tidak nyaman, mengguncang para penumpangnya di dalam kereta.Di luar kereta, Zhang Li, sebagai kusir, mengendalikan kuda dengan ketangkasan yang tenang. Meski jalan berbatu dan curam membentang di depannya, ia terlihat tenang. Dalam hati, menunggu momen yang tepat untuk menjalankan rencana mereka.Di dalam kereta, suasana semakin tegang.Song Hui memandang Rong Guo yang terlelap akibat obat penenang, sementara cahaya lampu minyak yang bergetar menambah kegelapan dan kekacauan dalam ruangan sempit itu.“Master Guo! Master Guo!” seru Song Hui, suaranya tegas dan tidak menunjukkan kekhawatiran. Ia menggoyang tubuh Rong Guo, seolah-olah tidak peduli dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Warisan Artefak Kuno   Ajal Dhuan Jiexien.

    Kereta kuda itu melaju perlahan melalui jalur berbatu yang menanjak menuju puncak Gunung Lingxiao. Suara roda kayu yang membentur batu menimbulkan bunyi keras dan menyeramkan, seolah mengundang rasa takut dari kegelapan malam.Di puncak gunung, udara semakin dingin, seolah menusuk kulit dengan kejam. Langit masih diselimuti kegelapan malam, meskipun di cakrawala, cahaya pagi mulai muncul, memberikan sedikit tanda akan datangnya hari.Dhuan Jiexin memandang dengan penuh antusias saat kereta tiba dari arah utara. Matanya yang cerah terlihat bersinar dalam gelap malam, menunjukkan betapa senangnya dia menunggu kedatangan kereta tersebut.“Akhirnya kalian tiba juga,” kata Dhuan Jiexin memecah keheningan malam. Suaranya menunjukkan rasa puas yang mendalam. “Aku sempat khawatir kalian tidak bisa menyingkirkan master talisman yang lemah itu.”“Ah, tidak mungkin aku gagal. Sudah ratusan kali aku melakukan pekerjaan ini, jadi bagaimana bisa gagal kali ini?” jawab kusir kereta dengan nada datar

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Warisan Artefak Kuno   Bangunan di Tengah Danau.

    Di tengah kebingungan yang melanda jiwa Rong Guo, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara teguran yang tegas dan jelas dari arah sebuah perahu kecil yang melayang di permukaan danau. Suara itu menembus keheningan pagi yang dingin dan sepi, memecah suasana tenang yang membungkus danau.“Anak muda, apakah kamu berniat menyeberang ke pulau di tengah sana?” Suara itu mengalun lembut namun berwibawa, penuh keyakinan. “Berikan satu koin emas, dan aku akan membawamu ke sana!”Rong Guo menoleh dengan cepat, terkejut oleh kehadiran seorang pria yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Pria itu berdiri di kepala perahu kecil yang mengapung di permukaan danau, mengenakan pakaian kelabu dari bahan kasar yang tampak usang dan penuh noda.Pria itu tampak berusia sekitar lima puluh tahun.Pria itu tampak berusia sekitar lima puluh tahun. Dia mengenakan topi anyaman bambu lebar yang menutupi sebagian besar wajahnya. Topi tersebut menutupi hampir seluruh wajahnya, menyisakan sedikit bagian yang terlihat samar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • Warisan Artefak Kuno   Duel Dua Kaishi .

    Rong Guo seketika bangkit dari tempat duduknya dengan waspada, sesungguhnya tubuhnya masih terasa lemah akibat luka dalam yang belum sembuh.Dadanya berdebar-debar saat ia mendengar suara yang begitu mengintimidasi dari luar, suaranya begitu kuat hingga membuat genteng-genteng di atap bergetar halus."Aku harus melihat ini. Jika aku melewatkannya, aku akan menyesal!" gumamnya, meski rasa takut dan penasaran berkecamuk di dalam hatinya.Di Benua Longhai, seperti yang sudah dikenal luas, setiap jendela rumah atau bangunan, tak peduli seberapa sederhana atau mewahnya, pasti dilengkapi dengan kisi-kisi yang rapat. Kisi-kisi ini biasanya dilapisi dengan kertas Xuan, yang tipis tapi kuat, berfungsi untuk menjaga privasi sekaligus melindungi dari angin dan debu.Rong Guo tahu bahwa suara di luar sana bukan berasal dari orang biasa. Sosok itu jelas menguasai seni bela diri yang luar biasa, terlihat dari cara aura yang menggetarkan jiwa menyelimuti setiap kata yang diucapkannya.Dengan hati-ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-18
  • Warisan Artefak Kuno   Salinan Kitab Long Xuan Shu.

    Suara angin menderu seperti badai di musim salju terdengar menggema di sekitar lembah, saat Telapak Vajra menghantam Pedang Halilintar yang dikendalikan oleh Imam Tao.Kekuatan yang terpancar dari benturan itu menciptakan ledakan yang memekakkan telinga, seolah-olah langit dan bumi bertabrakan. Cahaya kilat yang menyilaukan meledak di udara, menyinari seluruh lembah Sungai Han Fenghe dengan kilauan yang memancar hingga kejauhan.Imam Tao dan Nelayan Yang sama-sama terlempar mundur oleh kekuatan benturan itu, menunjukkan betapa seimbangnya kekuatan dua pendekar sakti ini.Tubuh mereka melayang ke belakang, tetapi mata mereka tetap fokus, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.Namun, dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari sekejap mata, kedua sosok Kaishi yang bertikai itu kembali melesat maju.Mereka memperpendek jarak tempur dengan kecepatan yang hampir mustahil diikuti oleh mata biasa, pedang dan telapak tangan saling menindih dalam pertempuran yang penuh dengan energi da

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-18

Bab terbaru

  • Warisan Artefak Kuno   Bangau Kaki Satu.

    Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend

  • Warisan Artefak Kuno   Raja Kera Peringkat Transcendent.

    Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn

  • Warisan Artefak Kuno   Perburuan Malam – Part II.

    Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya

  • Warisan Artefak Kuno   Perburuan Malam – Part I.

    "Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek

  • Warisan Artefak Kuno   Bukaan Portal Hutan Larangan.

    Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal

  • Warisan Artefak Kuno   Reward Kejutan.

    Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga

  • Warisan Artefak Kuno   Rencana Jahat.

    Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa

  • Warisan Artefak Kuno   Ancaman Dua Kaisar – Bagian Kedua.

    Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta

  • Warisan Artefak Kuno   Ancaman Dua Kaisar – Bagian Pertama.

    Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m

DMCA.com Protection Status