Setelah insiden di bengkel kerja Organisasi Seribu Bintang Hitam, Rong Guo kini sudah kembali berada di dalam kamar kerja pribadi pimpinan organisasi tersebut, Liang Shuo.Ruangan ini dipenuhi dengan aroma dupa dari kayu yang harum. Karena hari sudah senja cahaya lembut dari lentera yang menggantung di langit-langit, menciptakan suasana yang tenang.“Guru Tao sudah jauh-jauh dari Utara dan berkunjung ke Organisasi Penempa kami, bukan berarti tanpa alasan, bukan? Tolong kemukakan apa yang Anda perlukan.”Seolahberbicara dengan bijak, Liang Shuo menarik nafas panjang,“Dan ijinkan orang tua ini memberikan penawaran terbaik kami, karena budi baik Anda yang telah menolong pegawai di bengkel kerja tadi,” ujar Liang Shuo, suaranya mengalun lembut namun penuh wibawa.Di atas meja, tersaji teh dari Bunga Krisan yang harum, yang biasanya dikonsumsi oleh kaum kelas atas.Teko dan cawan untuk minum terbuat dari keramik pilihan, tampak berkilau dan dihiasi dengan ukiran halus, seolah-olah dicampu
Di dalam daftar Sepuluh Datuk paling berpengaruh di Benua Longhai, yang dikeluarkan oleh Puncak Qingxue, nama Lei Yunfeng tercatat berada di peringkat dua.Banyak praktisi mengakui bahwa Lei Yunfeng adalah mantan Pemimpin Sekte Gunung Xuandu seratus tahun yang lalu.Namun, ada juga yang bersikeras bahwa dia bukan berasal dari sekte tersebut.Meskipun Lei Yunfeng adalah seorang Imam Tao yang mengikuti ajaran Taoisme, banyak pengamat percaya bahwa dia tidak memiliki hubungan langsung dengan Sekte Gunung Xuandu.Misteri seputar asal-usulnya semakin mendalam ketika kabar beredar dari Barat Laut, menyatakan bahwa sebuah artefak kuno bernama Rantai Bintang Abadi, yang konon pernah menjadi milik Lei Yunfeng, tercecer di Sungai Mutiara Air, di Pegunungan Xuandu.Pagi itu, Rong Guo sudah bersiap meninggalkan Kota Gongcheng, menuju Kota Liangzhe, tempat Pegunungan Xuandu berada. Di benaknya hanya satu tujuan: menemukan Rantai Bintang Abadi yang legendaris itu."Jarak dari Kota Gongcheng ke Kota
Godaan untuk mencapai keabadian selalu menjadi dorongan yang kuat bagi setiap praktisi dunia persilatan.Sejak pertama kali mereka berhasil menembus batasan manusia fana, menjadi seorang kultivator sejati, impian untuk terus memperkuat diri dan mendaki puncak kekuatan adalah hal yang tak terelakkan.Maka, ketika kabar tentang Rantai Bintang Abadi (Yongxing Suo)—artefak legendaris yang konon bisa melipatgandakan kekuatan seorang kultivator—menyebar, Gunung Xuandu langsung dibanjiri oleh para praktisi bela diri.Mereka datang dari segala penjuru benua, bukan hanya dari Dataran Tengah yang terkenal akan kultivasinya yang mendalam, tetapi juga dari Utara yang dingin, Selatan yang penuh misteri, Barat yang liar, dan Timur yang berangin.Di antara mereka adalah Xiao Ning, seorang gadis dari Sekte Wudang di Selatan Kekaisaran Yue Chuan. Sekte Wudang adalah salah satu sekte terkemuka di daerahnya, dan Xiao Ning selalu merasa bangga menjadi murid utama, terpilih untuk dilatih langsung oleh Pem
Setelah menggumamkan kata-kata peringatan, Xiao Ning berdiri tegak, pedang yang telah ia lepas dari sarungnya kini dipegang erat di tangannya. Dalam suasana tegang, ia memancarkan ketegasan yang berani saat memulai perdebatan dengan sosok asing Sekte Hehuan itu.XiaoNing berteriak dengan gagah,“Murid-murid Sekte Wudang dari Kekaisaran Yua Chuan meminta jalan. Mohon minggir, dan jangan halangi kami mendaki Puncak Xuandu. Jika tuan-tuan masih berkeras menghalangi, jangan salahkan aku yang rendah hati ini jika terpaksa mengambil tindakan!”Suara tegas Xiao Ning menggema, memecah keheningan dan membuat keempat jenius Sekte Wudang meraih pedang mereka dengan sigap. Suara desing pedang yang dikeluarkan bergaung seperti musik perang yang membangkitkan semangat juang di dalam diri mereka.Dengan cekatan, keempat pemuda itu mengatur posisi dalam Formasi Pedang, siap untuk bertarung dengan Formasi Pedang Tai Ji Jianfa yang terkenal dan mengesankan.Namun, lain di Selatan, lain pula di Dataran
Setelah suara dentuman keras seperti guntur menggema di sepanjang lembah, asap putih tebal mulai menyelimuti kaki Gunung Xuandu.Asap tersebut bukanlah sembarang kabut, melainkan hasil bentrokan hebat antara lima energi Qi murni dari murid-murid jenius Sekte Wudang yang berbenturan dengan hawa iblis yang memancar dari tiga murid Sekte Hehuan.Dua kekuatan yang bertolak belakang saling berbenturan, menciptakan kilatan energi yang memekakkan udara di sekitar mereka."ARRGH!"Lolongan keras mengiringi akhir dari bentrokan tersebut.Lima sosok murid Wudang terlempar ke belakang sejauh puluhan tombak, tubuh mereka menghantam dengan keras pohon-pohon willow yang berjajar di kaki Gunung Xuandu.Beberapa pohon berderak dan hampir tumbang akibat kerasnya dampak benturan dengan tubuh lima jago sekte Wudang.Suara terbatuk-batuk yang menyakitkan kemudian memecah keheningan, ketika kelima murid jenius Wudang itu berusaha bangkit sambil memuntahkan darah segar.Wajah mereka pucat, nafas mereka ter
Setelah sepembakaran hio berlangsung, suasana sekeliling menjadi sunyi, dan tidak ada suara yang terdengar dari balik semak-semak pepohonan perdu yang tinggi.Kecemasan mulai merayapi hati Cao Wulie dan Meng Shaxin. Mereka saling bertatapan, kemudian mengangguk sebelum berteriak keras, berharap suara mereka terdengar oleh Kakak Xie Anye.“Kakak Xie… sebaiknya sudahi dulu hasrat Anda. Kita harus segera kembali ke tempat Shimu berada. Takutnya Shixiong akan marah, karena kita terlalu lama di sini menghadang murid-murid sekte lain!” teriak Cao Wulie dengan nada mendesak.Di dalam konteks ini, Shimu berarti Ibu Guru atau guru perempuan, sementara Shixiong adalah kakak perguruan laki-laki.Namun, teriakan Cao Wulie dan Meng Shaxin tidak mendapat balasan dari Xie Anye. Keduanya saling bertatapan dengan gelisah, merasakan ada sesuatu yang tidak beres.“Mari kita lihat apa yang terjadi di balik semak-semak itu!” bisik Cao Wulie, menggunakan teknik transmisi suara untuk menjaga kerahasiaan per
Angin berdesir lembut di Puncak Xuandu, menciptakan suasana yang tenang dan misterius. Di bawah cahaya rembulan setengah purnama yang memancarkan sinar lembut.Rong Guo, meski berada di tengah ketegangan, tidak memedulikan bisik-bisik yang saling berbisik di antara sepuluh sosok mengesankan yang berdiri di sekelilingnya.Dengan langkah percaya diri, dia berjalan mendekati kelompok yang tampak penuh aura kekuatan para ahli, yang sudah mengelilingi sosok seorang tua di tengah-tengah mereka. Ketika melihatnya mendekat. sosok orang tua misterius itu tersenyum misterius, menyambut kehadirannya.Sementara itu, untuk memperjelas dan memperdalam pemahaman mengenai karakter-karakter yang ada di Puncak Xuandu ini, mari kita urut satu demi satu sepuluh sosok yang berdiri dengan tegang di sana, agar pembahasan dalam cerita ini dapat berjalan dengan lancar dan terstruktur.Dimulai dengan peringkat tertinggi dalam daftar dua puluh datuk dunia persilatan, di mana prestasi mereka diakui oleh semua ka
Puncak Gunung Xuandu bergemuruh, seolah tanah dan langit berkonspirasi untuk menyaksikan pertarungan dahsyat yang sedang berlangsung.Aura pedang menembus udara dengan kecepatan mematikan, sementara bentrokan energi sejati menghasilkan dentuman keras, mengguncang pegunungan. Daun-daun beterbangan seperti tertiup badai kecil, dan debu tebal menyelimuti tanah hingga mencapai awan yang menggelayut rendah di puncak.Di tengah kekacauan itu, delapan sosok kultivator kelas Grand Master sedang bertarung mati-matian melawan satu orang – Tian Yinxing, seorang pria tua yang berasal dari zaman kuno, mungkin dari era dua ratus tahun yang lalu.Meski tak tercatat dalam daftar Datuk Dunia Persilatan selama lebih dari dua abad terakhir, kehebatannya di medan laga jelas tak bisa diremehkan. Seratus jurus telah berlalu pada pertraungan tak seimbang itu, namun tanda-tanda kemenangan masih belum berpihak pada delapan datuk dunia persilatan.Pangeran Xue Yuan, pemimpin kelompok itu, mulai menunjukkan keg
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa