Adam sedang menyetir, berpikir untuk ke rumah Eriska. Namun, niatnya gugur kala mengingat fitnah Bagas. "Kenapa si Bagas bisa mikir gue hamilin Eriska?"Mobilnya sudah berhenti di tepi jalanan kota. Ingatannya berkelana. "Kayanya pas liat gue tolong Eriska, makannya dia pikir kita ada sesuatu. Ck, kalo lo nggak butuh istri cantik dan baik, ya udah buat gue aja!" Adam meninju stir.Tanpa sengaja Adam melihat mobil Eriska yang baru saja melewatinya. Dia mengejar, hendak bertanya. Setelah cukup jauh dari rumah klakson dibunyikan sebagai tanda panggilan."Mas Adam." Lewat kaca spion Eriska mengintip. Kini kedua mobil menepi berjajar. Kedua empunya juga keluar. "Mas Adam, ada apa?"Adam segera berbicara tanpa ragu, "Aku mau ngomong sebentar, kamu ada waktu?"Eriska bergeming kala mendapat pertanyaan dari Adam karena perhatiannya tercuri oleh bercak darah di sudut bibir pria itu.Adam memetik jari untuk menyadarkan Eriska yang dipikirnya sedang melamun. "Kok bengong?"Eriska mengerjap. Dia
Bagas mencoba mencerna usulan Andin dan dia juga harus mengambil keputusan sebagai mana pemimpin dalam rumah tangga."Mas, ayo dong jawab. Aku jadi kaya ngomong sendiri." Andin menekan Bagas yang sedang mencari keputusan terbaik menurutnya."Eriska harus tinggal di sini," tegas Bagas."Ternyata aku emang nggak didengerin!" Andin mengerucutkan bibirnya selagi memalingkan wajah."Jangan ngambek dong, sayang ...," goda Bagas mengelus dagu lancip Andin.Andin tidak mau menjawab untuk mendapat perhatian Bagas."Sayang ... kamu nggak akan lama kok tinggal sama Eriska, nanti aku belikan rumah mewah buat kamu," bujuk Bagas terperangkap dalam permainan Andin.Setelah korbannya luluh, barulah Andin kembali membuka suara selagi bermanja-manja. "Bener ya, mas ... jangan ingkar janji ....""Iya, sayang ...." Andin tenggelam dalam dekapan.Aku nggak boleh biarin Eriska tinggal di rumah orangtuanya, enak saja dia bebas bertemu Adam. Kalo gitu, aku susah cari bukti perselingkuhan mereka! Geram Bagas
Eriska belum menjawab, dia bingung antara harus menuruti perintah suaminya atau menenangkan diri sesaat?"Eriska, pulang," ucap Bagas lagi masih lembut.Ibunya Eriska yang menjawab, "Nak Bagas, mungking Eriska masih lelah. Belum lama Eriska di sini, masuk dulu saja ya ...." Kelembutan Ibu mertua tidak sanggup melunakan hati Bagas."Bagas nggak punya banyak waktu."Sekarang Alex ambil giliran lagi. "Heh, nggak usah sok sibuk lo. Ck, kenapa itu muka pake babak belur segala!" cibir Alex.Mendengar Alex membahas wajah Bagas, Eriska baru tersadar. "Loh mas, wajah kamu kenapa?" Terdapat tiga luka lebam yang letaknya tidak beraturan."Udah nggak usah dipikirin, ayo pulang sekarang," paksanya.Ibunya Eriska membuang napas lelah. "Ya sudah nak, pulang saja. Sepertinya suamimu sedang kurang baik. Rawat dia dengan baik.""Nggak, jangan pulang!" Alex menahan Eriska. Kedua orang di sisi kanan dan kirinya memberi pendapat berbeda, "dik, diem di sini kalo perlu tinggal sampe kamu melahirkan, terus u
"Mbak ...." Nina mengelus punggung Eriska berulang kali, "mbak, kalo nggak kuat mendingan nyerah dari pada mbak terus tersakiti."Eriska menoleh ke arah Nina. "Aku nggak kuat, tapi aku bertahan demi bayi aku."Kehadiran bayi dalam kandungan Eriska tidak bisa disalahkan. Namun, dia datang di waktu yang salah. Pikir Nina.Berlainan dengan Eriska, dia berpikir kehadiran bayi kala rumah tangga sedang kacau adalah suatu pertanda baik yang akan memberi kebaikan pada kehidupan mereka kelak. Bisa saja bayinya menjadi penghubung antara dia dan Bagas.Nina salut kepada keteguhan, ketegaran juga sabar Eriska. Padahal sudah jelas jika keadaan ini sangat merugikannya terlebih lagi mengoyak perasaan. Namun, dia juga banyak mengasihani. Kenapa wanita sebaik Eriska harus mendapatkan cobaan sekejam ini?Sebisa mungkin Nina mencoba menghibur Eriska, bahkan dia membiarkan bayinya bersama baby sister. "Mbak, makan-makan yuk di rumah aku, mbak pilih-pilih makanan nggak sih?""Hm ... nggak deh kayanya, sej
Percakapan Adam dan Eriska masih belum selesai, mereka masih membicarakan banyak hal santai. "Ya ampun mas, maaf aku banyak ngomong. Pasti Mas Adam lagi sibuk," sesal Eriska setelahnya.Namun, justru Adam menyukainya. Belum pernah mereka ngobrol seperti ini. "Nggak apa-apa, lagian aku masih di rumah.""Loh, kenapa belum ke restoran mas? Jangan bilang karena Mas Bagas." Selidik Eriska.Adam tertawa renyah. "Kamu ngomong apa? Bukanlah, aku emang lagi mau santei-santei dulu."Eriska membuang napas lega. Pintu kamar sengaja dibuka agar dia tahu kala Bagas dan Andin pulang. Tidak lama terdengar bunyi heels milik Andin beradu dengan anak tangga ditambah untaian kata cinta dari Bagas untuknya.Terkesiap, membuat Eriska berpamitan pada Adam. "Mas Bagas udah pulang, udah dulu ya, mas. Takutnya Mas Bagas makin curiga.""Iya, silahkan. Kamu hati-hati sama mereka berdua." Ada banyak pesan, tapi hanya itu yang bisa Adam katakan.Eriska memutus panggilan selagi mencerna pesan terakhir Adam. Dia gel
Lima belas menit berlalu, Eriska sudah sampai di sebuah pusat perbelanjaan. Dia berjalan sendiri mengitari beberapa lorong demi mencari makanan yang pas untuk ibu hamil. Kala tangannya menggapai susu hamil, rasa malas pulang ke rumah Bagas hadir seketika.Sebuah hembusan napas lelah dibuangnya. "Aku lagi hamil, aku sediain semua makanan ibu hamil, tapi di rumah suamiku lebih perhatian sama madu aku." Eriska menyunggingkan bibirnya, mengejek kisah hidupnya sendiri.Lesu akibat membatin membuat Eriska kembali lemah. "Emang Mas Bagas nggak punya hati."Sebuah biskuit jatuh kala akan dimasukan ke dalam troli, tangan kekar menangkapnya."Mas Adam." Eriska mengerjap."Kamu lagi apa?" sapa Adam."Oh, ini mas, lagi belanja keperluan aku." Ragu Eriska berkata karena seharusnya Bagas menemani.Adam melirik pada isi troli Eriska. "Bagas nggak temenin kamu?"Baru saja Eriska berpikir kesana kini Adam berpikiran yang sama. Eriska menjawab dengan menggeleng selagi tersenyum singkat."Hm ... aku tem
Bagas dan Eriska saling menatap, dienyahkannya Andin dari perhatian Bagas karena langsung terputuk oleh pinta Eriska, sejurus kemudian suara pria itu melunak. "Ayo ngobrol berdua.""Di sini aja, mas. Biar Andin juga denger." Suara tegar Eriska di balik hati yang perih.Gue cuma mau denger Mas Bagas talak lo! Andin suka menyaksikan pertikaian mereka.Bagas masih mengabaikan Andin, dia mendekat beberapa langkah lalu menggenggam hangat tangan Ersika sehingga bertautan. "Ikut aku sebentar." Suara Bagas masih lembut karena sedang membujuk.Ditariknya perlahan hingga Eriska melangkah kecil-kecil. Bagas tidak memerdulikan Andin untuk saat ini, bahkan seakan Andin tidak ada di ruangan.Apa yang mau Mas Bagas omongin? Kenapa harus berdua? Andin mencurigai.Mata Andin mengikuti langkah keduanya yang menuju ke lantai atas. Bagas dan Eriska sudah sampai di kamar Eriska. Mereka berdiri berhadapan. "Sayang," panggil pria dengan tatapan memelas, "jangan bilang talak." Sekarang suaranya seakan memoho
"Ck! Ternyata lo keras kepala. Gue baru tau sifat lo!" Bagas seolah masih memancing Adam. Namun, mantan sahabatnya tidak terpancing."Jelas gue keras kepala kalo lo masih tuduh gue hamilin Eriska."Bagas berdiri, dia mengusap bagian berdarah dan memar di rahangnya. "Ngaku aja, mudah kan? Gue kasih dia ke lo!" tantang Bagas, tapi hanya iming-iming. Dia tidak akan memberikan Eriska semudah itu perlu syarat untuk merebutnya."Cih! Gue harus bilang berapa kali ke lo?" Adam masih bersikap santai.Bagas mendengus, tapi tidak ingin menyerang. "Tinggal jawab iya, men. Jangan jadi pengecut!" hinanya.Adam berdecak tidak peduli pada hinaan Bagas. "Lo anggap gue pengecut, terus lo sendiri apa? Penghianat!" Kini mata yang sejak tadi dibuat teduh akhirnya memancarkan api."Brengsek!" Menyerang adalah jalan terakhir Bagas, tapi Adam menghindar dia tidak ingin berkelahi lagi."Mau sampai kapan lo kaya gini? Lo sakiti Eriska? Ga cukup penghianatan lo buat siksa dia?""Lo nggak usah ikut campur urusan