Malam itu, seperti permintaan Bian, Davin datang ke rumahnya. Kali ini sambutan Bian jauh lebih ramah dari yang sudah-sudah.“Akhirnya kamu datang juga, Dave.”“Iya, Om. Angel bilang Om meminta saya untuk datang.”“Iya, yuk masuk dulu!” Bian merangkul punggung Davin seperti seorang bapak pada anaknya. Begitu hangat dan penuh sayang.‘Kayaknya aku harus ngucapin makasih sama papi,’ batin Davin. “Om baru saja telepon papi kamu. Terus, besok kita mau ketemuan.” Bian memberitahu isi obrolan singkatnya tadi.“Mau lamaran besok memangnya, Om?” tanya Davin terkejut. Apa memang harus secepat ini? Mereka baru dua minggu pacaran, padahal.Bian terkekeh. “Ya bukanlah! Kamu nggak sabaran amat,” ucapnya yang membuat Davin jadi malu. “Bukan nggak sabar, Om, saya kan cuma nanya,” ujar Davin meluruskan.Obrolan mereka terjeda ketika asisten rumah tangga Bian datang mengantar air minum.“Minum dulu, Dave.” B
“Aku nggak ikut, Mi.” Gendiz menolak saat semuanya akan berangkat ke rumah Angel hari itu. “Ayolah, Ndiz, cuma sebentar kok, lagian kamu ngapain sendirian di rumah?” Adizty yang baru saja selesai mengoles maskara ke bulu matanya membujuk Gendiz.“Aku pengen tidur, Mi, capek, ngantuk juga.”“Memangnya kamu habis ngapain? Ini kan tanggal merah.” Kiano ikut menyela karena Gendiz tetap bersikukuh dengan keinginannya. “Pokoknya semua harus ikut,” perintahnya tak terbantah.“Ada atau nggak ada aku acaranya tetap jalan kan, Pi?”“Sejak kapan kamu bisa membantah?” “Sudahlah, Ndiz, ikut aja yuk! Lagian nanti keluarga Angel akan menjadi keluarga kita juga.”“Papi kenapa sih, Mi, marah-marah mulu?” tanya Gendiz setelah Kiano berlalu dari hadapan mereka.“Entahlah, mungkin papi kamu lagi banyak pikiran. Makanya jangan ngelawan dulu. Sekarang ganti baju kamu, Ndiz, sebentar lagi kita pergi.”Pada akhirnya Gendiz menyerah karena Adizty terus mendesaknya. Gadis itu berlalu ke kamarnya. Mengganti p
Semuanya sekarang sudah berada di ruang makan. Mereka berkumpul mengelilingi meja makan. Aneka hidangan lezat sudah tersaji dan siap untuk disantap.“Nanti kamu harus belajar masak sama amy biar bisa jadi istri yang baik,” celetuk Bian yang dia tujukan pada Angelica.“Nggak gitu-gitu amat lah, Bi, urusan dapur bisa belakangan, yang penting masalah kasur beres dulu.” Kiano menimpali.“Buat ngasur juga butuh tenaga kali!” “Itu sih gampang, kalo memang udah jadwalnya nggak makan berhari-hari juga bakalan kuat kok.”“Hahaha…”Entah sudah berapa kali keduanya menghidupkan suasana dengan obrolan konyol mereka. Sedangkan para istri dan anak-anak lebih banyak mendengarkan. Keduanya seperti melepas rindu dan bernostalgia mengulang masa lalu mereka.“Dave, Angel, jadi maunya kalian acaranya kira-kira kapan?” Bian berubah serius bertanya pada keduanya.“Acara yang mana, Om?” tanya Davin menanggapi pertanyaan Bian yang rancu.“Acara lamaran.”“Kalo aku terserah Angel aja, Om, maunya kapan.”“Ngg
“Apa sih maksud Papi bilang udah punya calon buat aku?” protes Gendiz ketika mereka sudah sampai di rumah.“Itu adalah cara Papi untuk menolak secara halus biar dia nggak sakit hati,” jawab Kiano sambil lalu dan buru-buru menuju kamarnya.“Tapi itu sama artinya dengan bohong, Pi.”“Bohong demi kebaikan apa salahnya?”“Tapi yang Papi lakukan itu bukan untuk kebaikan, malah ngerusak hubungan aku sama Dylan.”“Daripada kamu yang dirusak, pilih mana hayo?” ujar Kiano sambil membuka baju hingga menampakkan dadanya yang bidang serta perutnya yang rata. “Eh kamu ngapain di sini, mau mesum ya?” sambungnya kala menyadari kehadiran Gendiz di kamarnya. Ternyata anaknya itu mengekorinya sampai ke kamar.“Dylan nggak ngerusak aku, Pi. Papi salah. Aku nggak nyangka kalo Papi bakal otoriter kayak gini,” kecam Gendiz dengan wajah dan suara sedih. “Papi bukannya otoriter, Ndiz, tapi Papi hanya mengingatkan. Lagian pacar kamu itu nggak nunjukin effort apa-apa. Sekadar sapaan basa-basi juga nggak ada.
Hari yang ditunggu-tunggu itu pun sudah di depan mata. Apalagi kalau bukan acara lamaran Davin dan Angel. Rencananya besok acara itu akan diadakan di Delta hotel yang merupakan hotel legend milik keluarga Mahendra. Meskipun sudah menyerahkan semua proses penyelenggaraannya pada pihak ketiga atau wedding organizer, tapi kedua keluarga itu tetap merasa waswas sebelum acara selesai sepenuhnya. Khawatir akan ada pengacau.Angelica hari ini tetap kerja seperti biasanya, begitu pula dengan Davin, meskipun besok mereka akan menghadapi hari besar yang akan menjadi gerbang kelanjutan hubungan mereka ke depannya.“Ngel, kamu sibuk ya? Tadi orang butik telepon tapi nggak kamu angkat, katanya baju kamu sudah selesai.” Tatiana memberitahu saat menelepon Angel ke telepon kantor.“Ya ampun, aku lupa ganti profil handphone, My, kayaknya masih silent mode deh, soalnya tadi aku baru habis meeting.”“Oh gitu, Amy kira ada apa. Ya udah, nanti jangan lupa kamu ambil ya!”“Iya, My, nanti aku bareng Davin k
Dylan yang baru saja datang dari toilet terkejut melihat ponselnya ada di tangan Angel. Menyadari tatapan herannya Angel pun memberitahu.“Lan, tadi Gendiz telepon.”“Oh ya?”“Iya, Lan, baru aja sebelum kamu datang. Ini handphone kamu, tadi aku nemu di jok.” Angel memberikan gawai Dylan kembali.Dylan membuka call register. Ada panggilan masuk dari Gendiz dengan durasi percakapan sekitar tiga menit. Lumayan lama untuk sekadar basa-basi kalau sendainya Angel mengatakan pada Gendiz bahwa dirinya sedang ke toilet. Dylan lalu memutuskan untuk menelepon balik kekasihnya itu. Hanya dalam sekali nada tunggu Gendiz sudah menjawab telepon darinya.“Lan, kamu ke mana aja? Kenapa kamu nggak jawab telepon aku? Kenapa handphone kamu ada di Angel?” cerocosan panjang Gendiz memenuhi gendang telinga Dylan.Dylan tersenyum simpul. “Jadi pertanyaan yang mana dulu mau aku jawab?”“Semuanya.” Suara Gendiz terdengar jengkel. “Okay, aku jawab satu-satu ya… Pertama, tadi aku ke toilet, terus handphoneku t
"Pulang-pulang cemberut gini, anak Amy kenapa sih?” Tatiana menyambut Angel yang baru saja tiba diantar Dylan.“Aku capek, My,” jawab Angel sembari menyisipkan rambutnya ke belakang telinga.“Kan udah Amy bilang, nggak usah terlalu sibuk. Bajunya gimana?”“Bagus, My, aku suka,” jawab Angel seadanya.“Kalo bagus kenapa masih cemberut? Coba Amy lihat!”Angel memberikan paper bag di tangannya pada Tatiana lantas berlalu ke kamarnya. Tatiana bertanya-tanya sendiri apa yang telah terjadi pada anaknya itu melihat sikapnya yang tidak biasa. Menjatuhkan diri ke kasurnya, Angel menghubungi kembali Davin yang dari tadi tidak merespon panggilan darinya. Dan hasilnya sama saja.‘Davin nyebelin banget. Sibuknya udah kek ngalahin pejabat,’ kecam Angel melempar pelan gawainya ke permukaan kasur. Padahal banyak yang ingin Angel ceritakan pada Davin malam ini.“Angel…” Ketukan Tatiana di pintu kamar disertai seruan yang memanggil namanya membuat Angel tidak jadi memejamkan mata.“Ya, My…”“Amy boleh
Halaman belakang Delta hotel yang luas pagi ini terlihat berbeda dari biasanya. Area yang biasa dijadikan sebagai venue pernikahan itu, kali ini difungsikan sebagai tempat acara lamaran Angel dan Davin. Tempat itu dihias sedemikian rupa dengan konsep garden party. Mereka tidak mengundang banyak orang. Hanya mengajak keluarga dekat, para kerabat serta beberapa sahabat karib. Pada awalnya kedua keluarga itu berbeda pendapat. Bian ingin acara lamaran anak tunggalnya diselenggarakan besar-besaran. Tapi di lain pihak Kiano mau acara itu diadakan secara privat tapi sakral dan berkesan. Pada akhirnya mereka pun sepakat setelah menyatukan pemikiran.Meskipun tidak dilaksanakan secara mewah dan besar-besaran, namun penjagaan keamanan dilakukan lebih ketat dari biasanya. Terlebih pada titik-titik tertentu. Seperti gerbang masuk dan lobi utama.Selain dari pihak Angel dan Davin, hadir juga orang-orang penting rekanan keluarga Danner dan Mahendra. “Pastikan semua aman. Aku nggak mau ada pengac