Share

Perempuan Semacam Ini

Bian masuk ke kamar setelah orang tua dan adiknya pulang. Lelaki itu melihat Tatiana sedang duduk bercermin di depan kaca. Istrinya itu sedang menyisir rambut, lalu mengoleskan sesuatu ke mukanya. Mungkin semacam krim malam atau sejenis kosmetika lainnya. Bian tidak tahu apa dan tidak mau tahu. Hanya sekedar itu. Bian tidak memedulikannya. Dia lalu merebahkan diri ke tempat tidur dan menarik selimut. Tak lama dia pun tertidur.

Tatiana mendesah lelah. Banyak yang ingin ditanyakannya. Nyatanya dia menelan sendiri rasa itu kala melihat Bian yang sepertinya teramat lelah. Buktinya dia memilih mendekam di bawah selimut ketimbang mengajaknya bicara.

Tatiana ikut berbaring di sebelah Bian yang tidur membelakanginya. Dia harus segera memejamkan mata karena besok sudah harus kembali bekerja. Tapi yang ada, meskipun matanya terpejam, pikirannya jalan-jalan.  Semua percakapan Bian dan orang tuanya tadi begitu mengganggu hati dan pikirannya. Membuatnya resah, galau, juga terhina.

***

Keesokan hari

“Bian, kamu mau ke mana?” Tatiana bertanya saat melihat Bian bersiap-siap.

“Tia, ikut aku ke pesta sekarang!”

“Pesta apa, Bi? Pernikahan?”

“Bukan. Temanku baru saja menang tender, jadi dia merayakannya,” jelas Bian agar Tatiana mengerti.

“Oke.”

“Aku tunggu di depan.” Bian lalu keluar dari kamar, meninggalkan Tatiana sendiri.

Tatiana membuka lemari, mencari baju yang pantas digunakan untuk menghadiri pesta itu. Hampir semua bajunya terlihat biasa dan tidak ada yang istimewa. Tatiana mengambil sehelai midi dress berwarna coklat. Gaun andalannya sejak lama setiap kali mendatangi acara-acara penting. 

Tatiana ingat, dress yang kini sudah melekat di tubuhnya dibeli di sebuah butik saat dia menerima bonus dari perusahaan atas kinerja yang memuaskan kala itu. Modelnya simpel tapi Tatiana sangat menyukainya. 

Merasa penampilannya sudah oke, Tatiana keluar dari kamar. Mungkin Bian sudah tidak sabar menunggunya.

Benar dugaan Tatiana. Bian sudah menunggu di dalam mobil yang menyala. Tanpa Mario, supirnya. 

“Maaf, agak lama,” kata Tatiana setelah masuk dan duduk di sebelah Bian.

“Nggak apa-apa,” jawab Bian tanpa menoleh. Pandangannya lurus ke depan.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara. Padahal Tatiana ingin meminta pendapat Bian mengenai penampilannya. Tatiana masih ingat, dulu Darren selalu mengomentari apa pun yang melekat di tubuhnya. Darren adala teman berbagi sekaligus pendengar yang baik. Tatiana bisa mengadu mengenai apa saja padanya tanpa sungkan sama sekali. Ya, Darren dan Bian begitu kontras. Tapi apa gunanya mengingat-ingat lagi kenangan menyakitkan itu. Iya kan?

Pesta teman Bian diadakan di lounge sebuah hotel. Nyali Tatiana langsung menciut. Dia merasa kecil dan kerdil. Bagaimana tidak. Semua yang ada di sana kelihatannya adalah orang-orang penting. Yang laki-laki terlihat gagah dan berwibawa. Sementara wanitanya cantik, seksi, dan pakaian yang mereka gunakan pun sudah dipastikan tidak murah. Mereka datang dari kalangan kelas atas. Itu kesimpulan Tatiana.

“Bian!”

Bian dan Tatiana serentak menoleh pada sumber suara. Seorang wanita cantik dengan rambut coklat gelap, curly dan panjang mendekati mereka. Senyumnya merekah sempurna melihat Bian. Tapi tidak dengan Bian. Air mukanya mengeruh dan terlihat tidak suka.

“Bian, apa kabar? Aku baru nyampe tadi siang. Dua minggu ini aku syuting di New Zealand. Kamu tahu nggak, aku langsung shock datang-datang langsung mendengar berita tentang kamu. Katanya kamu sudah menikah. Tolong bilang sekarang, Bi, kalo berita itu nggak benar.”

“Berita itu benar,” sahut Bian dingin. “Aku sudah menikah, dan ini istriku.”

Perempuan yang sejak tadi hanya terfokus pada Bian, kini mengarah pada Tatiana. Matanya yang menjelajahi Tatiana dari atas hingga bawah membuatnya lagi-lagi merasa terintimidasi.

“Istri kamu?” tanya perempuan itu tidak percaya setelah beralih kembali pada Bian.

“Benar sekali, Dys, ini istriku, namanya Tatiana.”

Perempuan bernama Gladys itu menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. “Nggak mungkin, Bi. Kamu nggak akan menikahi perempuan semacam ini. Tolong bilang sekarang kamu lagi bercanda kan, Bi?”

Tatiana merasa ada yang menusuk-nusuk jantungnya saat mendengar kalimat ‘perempuan semacam ini’. Terlebih setelahnya, Bian pergi meninggalkannya saat Gladys menarik tangan suaminya itu. Entah ke mana.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status